Gitaris Band Jadi Komisaris BUMN, Kompetensi Atau Balas Budi?


author photo

8 Jun 2021 - 09.08 WIB



Oleh: Yulia Putbuha, S.Pd.I 

Nama Abdi Negara sang gitaris sebuah band ternama di Indonesia, baru-baru ini menjadi buah bibir. Pasalnya Abdee Slank begitu akrab dipanggil, kini masuk ke dalam jajaran orang yang memiliki peran penting di negeri ini setelah resmi dilantik  beberapa hari lalu menjadi komisaris BUMN. Banyak pihak yang mempertanyakan apakah pengangkatan Abdee Slank karena Kompetensi atau balas budi?

Dilansir dari Kompas.Com (29/05/2021). Menteri BUMN Erick Thohir mengangkat Abdi Negara Nurdin sebagai Komisaris PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau TLKM atas alasan tertentu. Sedangkan staf Khusus Menteri BUMN Erick Thohir, Arya Sinulingga mengatakan, Abdee Slank diharapkan bisa membantu Telkom untuk memperkuat kontennya.

Melihat dari track record Abdee Slank sebagai musisi menunjukan bahwa pengangkatan bukan berdasarkan kompetensi dan ini menegaskan pengelolaan negara bukan untuk kemaslahatan rakyat tapi demi keuntungan pihak tertentu.

Padahal jabatan komisaris semestinya diduduki oleh tenaga profesional. Namun, jabatan itu justru diberikan pada pihak yang berjasa untuk menaikan ke kursi kekuasaan sebagai balas budi.

Hal ini memang sudah lazim terjadi dalam sistem demokrasi kapitalis. Pasalnya dunia politik saat ini membutuhkan dukungan dari pihak yang memiliki pengaruh di masyarakat serta dana yang besar. Kalangan selebrita adalah salah satu kelompok yang dinilai strategis untuk diajak berkoalisi dalam meraih kekuasaan. 

Dalam hal ini, tentunya tidak ada makan siang gratis. Para pendukung yang telah sukses mengantarkan sang paslon ke kursi pemerintahan akan meminta jatah berupa kedudukan, sebab mereka telah memberikan pengorbanan materi yang tak sedikit. 

Imbasnya akan lahir pemerintahan korup yang meminta "balik modal" sementara kepentingan rakyat diabaikan. 

Jika melirik aturan Islam,  pengangkatan pejabat utamanya adalah profesionalitas karena akan bahaya ketika suatu urusan umat diserahkan kepada yang bukan ahlinya. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw: 

" Ketika sebuah urusan diserahkan bukan pada ahlinya kehancuranlah yang akan didapat" (H.R Sohih Al-Bukhari)

Dalam hadis lain Rasulullah Saw, melarang sebuah kekuasaan diserahkan kepada orang yang tidak mampu. Hadis riwayat Muslim dari jalan Abu Dzar ra. Bahwa ia berkata, "Wahai Rasulullah, mengapa anda tidak menjadikan aku sebagai amil?" Mendengar itu, kemudian beliau bersabda:

"Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu lemah. Kekuasaan itu kelak akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya dengan benar (berhak)  dan menunaikan apa yang menjadi kewajibannya" (HR Muslim)

 Hadis ini melarang orang yang tidak berhak, tidak layak dan tidak mampu menjalankan kewajibannya untuk menduduki kekuasaan. Sebab, hal itu kelak pada Hari Kiamat akan menjadi kehinaan dan penyesalan bagi dirinya.

Begitulah Islam menggambarkan bahwa jabatan yang berhubungan dengan urusan ummat bukan sekadar menduduki kursi atau meraih posisi.  Islam memandang jabatan adalah sebuah amanah yang besar dan kelak akan dimintai pertanggung jawabannya di hadapan Allah Swt. Maka dari itu,  memposisikan suatu jabatan sesuai dengan kompetensi dan kapabilitas seseorang menjadi hal yang diutamakan. 

Dengan demikian, hanya Islamlah yang mampu mengatur tatanan negara dengan aturan yang adil dan sesuai atas apa yang manusia butuhkan, karena aturan Islam adalah aturan yang datang dari Sang Maha Adil. Wallahu a'lam bishowab
Bagikan:
KOMENTAR