Normalisasi L68T, Kebebasan yang Kebablasan


author photo

14 Mei 2022 - 08.01 WIB



Oleh: Fadilah Rahmi, S.Pd
(Aktivis Dakwah)

Dilansir dari SINDOnews.com (Minggu, 08/5/2022), Deddy Corbuzier tengah ramai diperbincangkan netizen di media sosial. Pasalnya, belum lama ini Deddy mengundang Ragil Mahardika dan Frederik Vollert ke dalam podcast YouTubenya. 

Sangat disayangkan memang jika seorang publik figur mengundang pelaku gay. L68T sendiri adalah perbuatan menyimpang yang tidak seharusnya dinormalisasi apalagi dipromosikan. Terlebih jika yang mempromosikan adalah publik figur yang tentu saja dapat membuat masyarakat awam beranggapan bahwa kemaksiatan ini adalah hal yang biasa, atau bisa diterima, ditoleransi, bahkan ditiru.

L68T yang dulu dianggap sebagai sebuah aib, bahkan para pelakunya tidak berani menyatakan diri atau mempromosikan diri, kini makin masif menampakkan perilaku tersebut secara gamblang dengan kian banyaknya organisasi L68T dan media-media maupun publik figur yang ikut mendukung dan mempromosikan. Akibatnya banyak masyarakat awam bahkan yang dianggap cerdas sekalipun, menjadikan pelaku L68T sebagai publik figur atau sosok idola yang diterima oleh masyarakat.

Inilah hasil dari sistem kapitalisme yang melahirkan demokrasi, menyuarakan penyimpangan justru dianggap sebagai kebebasan berekspresi, bahkan dianggap sebagai bentuk toleransi. Dalih Hak Asasi Manusia (HAM) pun tak terelakkan. Manusia dianggap bebas memenuhi kebutuhannya, termasuk gharizah nau' nya sesuai keinginannya selama dinilai tidak menggangu dan merugikan orang lain.

Dan yang sangat perlu diwaspadai. L68T bukanlah agenda satu dua orang. Melainkan agenda negara-negara pengusung kapitalisme, sebagai upaya agar kapitalisme mampu mendominasi negara-negara lain, termasuk negara dengan mayoritas Muslim agar menerima faham yang mengusung kebebasan atau memisahkan agama dari kehidupan ini.

Inilah bukti bahwa benar salah ataupun halal haram yang lahir dari pemikiran manusia yang difasilitasi oleh sekulerisme, selalu bersifat merusak akal, merusak keturunan dan fitrah manusia. Di Indonesia sendiri, bahkan belum ada UU yang tegas melarang ataupun memberikan sanksi kepada pelaku L68T maupun pengusungnya. 

Islam memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku L68T. Dikutip dari buku sistem sanksi dalam Islam, karya Abdurrahman al-Maliki. Rasulullah saw. menetapkan bahwa had bagi pelaku liwath (homoseksual) adalah di bunuh. Dari sunnah, disebutkan bahwa 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas ra berkata, Rasulullah saw. bersabda:
"Barang siapa yang kalian dapati sedang melakukan perbuatannya kaum (Nabi) Luth, maka bunuhlah keduanya" 

Dengan demikian hukuman bagi pelaku liwath adalah dibunuh. Boleh membunuh  dengan cara dirajam, digantung, ditembak dengan senapan, atau dengan wasilah yang lain. Uslub atau cara yang digunakan untuk membunuh boleh berbeda-beda, karena yang penting adalah menjatuhkan hukuman mati.

Abu bakar pernah melakukan had liwath dengan cara membakar pelakunya. Baihaki mengeluarkan dari Ibnu 'Abbas bahwa beliau ditanya tentang had pelaku liwath, beliau ra berkata, "Jatuhkanlah dari atas bangunan yang paling tinggi di suatu tempat, kemudian hujanilah dengan lemparan batu." Diriwayatkan dari 'Ali ra, "Bahwa beliau membunuh pelaku liwath dengan pedang, kemudian membakarnya, karena demikian besar dosanya." 'Umar dan 'Utsman berpendapat, "Pelaku dilempari dengan benda-benda keras sampai mati." Semua ini adalah pendapat yang menunjukkan bahwa had liwath adalah dibunuh, walau uslub pembunuhannya berbeda-beda.

Demikianlah sanksi tegas bagi pelaku L68T, karena perbuatan maksiat ini begitu besar dosanya. Sehingga sanksi ini sebagai bentuk pencegahan dari perilaku L68T.

Jika kita benar-benar menyayangi dan peduli kepada orang-orang yang berperilaku menyimpang, apalagi sudah masuk kedalam ranah kemaksiatan yang besar. Maka, sudah seharusnya kita menasehati atau mencegah perbuatan maksiat tersebut. Bukan menjadi penonton apalagi menjadi pendukung dan ikut menyuarakannya, serta menggapnya sebagai sesuatu yang biasa.

Maka, sudah seharusnya kita kembali kepada aturan Islam yang kaffah. Bukan selalu berdalih menginginkan kebebasan, namun faktanya justru kebablasan yang mengakibatkan rusaknya fitrah manusia, serta semakin jatuh ke dalam lubang kemaksiatan.

Wallahu 'alam bishawab
Bagikan:
KOMENTAR