Cari Jodoh Koalisi, Untuk Menangi Kontestasi


author photo

23 Jun 2022 - 11.49 WIB



Oleh: Kartiara Rizkina M (Aktivis Muslimah Aceh) 

Pemilu 2024 terasa makin panas. Partai politik mulai sibuk berkoalisi dan mencari jodoh paling menarik untuk dimenangkan dalam kontestasi terapik sejagat Indonesia. 

Seperti yang dilakukan Sekjen PKS Habib Aboe Bakar Alhabsyi dalam pidatonya di acara Milad ke 20 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (29/5).  Ia berbicara kemungkinan berjodoh dengan parpol lain untuk Pilpres 2024. PKS masih mengamati tokoh mana paling menarik untuk dipinang sebagai capres.

Aboe lalu melempar candaan kepada Ketua Bawaslu Rahmad Bagja bahwa PKS perlahan mulai memilih tokoh yang diusung. Dia lalu menyoroti Muhaimin Iskandar, Anies Baswedan, Sandiaga Uno hingga Agus Harimurti Yudhoyono. (Merdeka.com 29/5/2022) 

Dalam Pemilu 2024 mendatang, kata Aboe Bakar, PKS akan mengusung pasangan capres-cawapres yang potensial menang. Hal ini karena PKS ingin agar periode berikutnya berada di dalam pemerintahan. (BeritaSatu 29/5/2022) 

Memang pada Pilpres sebelumnya situasi partai oposisi dan Koalisi menjadi timpang. Partai yang dahulunya berkoalisi melawan petahana, kini berbalik arah. Partai yang awalnya teguh menjadi oposisi pemerintah. Kini keteguhan itu tampaknya mulai roboh tatkala parpol mulai berkoalisi untuk mereposisi diri pada Pemilu 2024 mendatang. Mereka berharap tidak lagi berada di luar pemerintahan.

Maka tak heran, parpol yang tersebut hanya memiliki dua pilihan, sebagai koalisi bersama parpol yang memiliki suara terbanyak di DPR atau berkoalisi dengan sesama parpol yang suara/kursi di DPR kecil. 

Inilah ujian parpol yang bertekad melebur dengan demokrasi. Tidak selamanya betah, tidak selamanya bertahan menjadi oposisi. Jika tidak berkoalisi, parpol tersebut akan KO dari kancah pergulatan kursi. Walhasil, perjodohan politik untuk mengusung capres-cawapres adalah harga yang harus dibayar jika ingin menang. Jodoh paslonpun ada di tangan parpol.

Dalam sistem politik demokrasi, tidak ada yang namanya kawan dan lawan abadi. Semuanya bergerak karena kepentingan. Boleh jadi saat ini berperan sebagai oposisi, besok bisa berkoalisi. Pun sebaliknya. Tidak ada parpol yang mau "istikomah" menjadi oposisi. Semua parpol pasti menghendaki untuk memegang kursi kekuasaan. Tidak heran bila para ketum parpol akhirnya berani unjuk gigi mencalonkan diri.

Untuk mendapatkan kekekuasaan, apapun rela dilakukan, orang berlomba-lomba hingga menghalalkan segala cara. Untuk meraih kursi tertinggi, parpol pun rela mengesampingkan idealismenya demi memuluskan kepentingan bersama.

Janji hanya sekedar janji, jumlah besar dimanfaatkan untuk menguasai suara mayoritas demi legalisasi suatu UU untuk melanggengkan kekuasaan. Hakikatnya parpol tidak berorientasi pada rakyat melainkan kepentingan semata, begitulah fakta yang ada. Rakyat tak ayal hanyalah alat mencapai kepentingan parpol, sebelum menjabat mereka mengemis kepada rakyat, setelah menjabat, bagai kacang lupa kulitnya.Tiap lima tahun rakyat diberi harapan setinggi langit. Setelah menapak puncak kekuasaan, rakyat dihempaskan serendah-rendahnya dengan kebijakan zalim. 

Begitulah hakikatnya jika masuk ke lumpur demokrasi.  Sebersih apapun, ia akan kena lumpurnya juga. Bagaimanapun usahanya membersihkan kolam dari lumpur, ia akan tetap tenggelam jua. Dalam surah Al-Baqarah :42 Allah ta'la berfirman: "Jangan kalian mencampur kebenaran dengan kebatilan".  Ayat ini adalah larangan untuk mencampur adukan kebenaran dan kebatilan. Ayat ini jelas menunjukan keharaman melakukan pencampur adukan kebenaran dengan kebatilan, karena akan menyebabkan ketidak jelasan kebenaran itu sendiri. 

Lalu apakah dalam Islam sendiri ada yang namanya partai politik dan bagaimana peran parpol itu. Dalam Islam, politik tidaklah sepicik demokrasi yang berasaskan manfaat dan kepentingan.
Dalam Al- Qur'an surah Ali-Imran ayat 104, Allah ta'la menjelaskan fungsi partai dalam Islam, yakni melakukan amal ma'ruf nahi munkar. Pada dasarnya parpol dalam Islam melakukan kontrol dan muhasabah terhadap negara, terutama dalam penerapan syari'at Islam di dalam negeri, serta kebijakan-kebijakan luar negeri. Serta Melakukan riayah umat, artinya melakukan pengurusan, perbaikan, dan pelurusan atas seluruh urusan umat. 

Agar terwujudnya amal ma'ruf nahi munkar tersebut partai haruslah berasaskan akidah Islam. Sementara aktivitas politiknya bersandar pada hukum syariat, yakni halal dan haram. Tidak ada Koalisi partai demi kepentingan. Pergerakannya jelas, tidak ada pencampuradukan antara haq dan bathil. 

Akan tetapi, parpol di dalam negara Islam tidak akan memerankan dirinya sebagai kekuatan oposisi yang akan selalu menentang kebijakan negara, atau sebaliknya ia akan mendukung seluruh kebijakan negara. Kendati, pada prinsipnya, parpol akan melakukan koreksi tatkala terlihat ada penyimpangan. Sebaliknya, ia harus mendukung kebijakan-kebijakan negara yang sejalan dengan syari'at Islam. Dan nilah yang harus kita pahami mengenai tugas parpol dalam Islam. 

Itulah mengapa keberadaan sebuah institusi negara Khilafah di perlukan sebagai wadah parpol Islam dalam melakukan tugasnya. Tidak ada perjodohan Koalisi, oposisi, yang ada hanyalah mengurusi urusan umat dan melakukan kontrol serta muhasabah. 

Wollohua'lam
Bagikan:
KOMENTAR