BUMN GULUNG TIKAR, APA YANG SALAH?


author photo

9 Agu 2022 - 21.22 WIB



Oleh: Rizqa Fadlilah, S.Kep

Kabar tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merugi bukan hal asing bagi telinga rakyat Indonesia, sejumlah usaha pelat merah ini dikabarkan gulung tikar karena salah urus hingga mengalami kerugian bahkan hutang yang menumpuk sampai berujung pailit. 

Berikut beberapa BUMN yang telah dinyatakan pailit: (1) PT. Istaka Karya (Persero), per tahun 2021 perusahaan punya kewajiban sebesar Rp. 1,08 triliun dengan ekuitas perusahaan tercatat minus Rp. 570 miliar dan total aset perusahaan Rp. 514 miliar. (2) PT. Merpati Nusantara Airlines (Persero), merpati airlines tidak beroperasi sejak tahun 2014 silam, saat ini tercatat memiliki kewajiban sebesar Rp. 10,9 triliun dengan ekuitas negatif 1,9 triliun. (3) PT. Industri Sandang Nusantara, ISN harus menghadapi persaingan industri tekstil tinggi, dan kondisi industri yang secara umum dalam fase sunset. Perusahaan ini terus merugi, pada tahun 2020 tercatat perusahaan merugi hingga Rp. 86,2 miliar. (4) PT. Iglas, perusahaan ini sudah tidak beroperasi sejak tahun 2015, Iglas harus berhadapan dengan kondisi teknologi alat produksi yang tertinggal dan peminatan pasar terhadap produksi botol kaca hijau sangat minim. Per tahun 2020, ekuitas Iglas negatif sebesar Rp. 1,32 triliun. (5) PT. Kertas Kraft Aceh, KAA diketahui telah berhenti beroperasi sejak tahun 2008 silam, perusahaan menghadapi kondisi di mana teknologi alat produksi sudah tertinggal, sehingga tidak mampu bersaing dengan kompetitor. Per tahun 2020, posisi ekuitas KAA negatif Rp. 2 triliun (www.cnbnindonesia.com, 24/07/2022).
Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan pembubaran beberapa BUMN menjadi langkah terbaik, apabila BUMN tersebut sudah tidak dapat melaksanakan perannya dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional, meraih keuntungan dan memberikan kemanfaatan umum, sesuai Undang-Undang BUMN NO.19 tahun 2003.
Kepemilikan Negara dalam Sistem Kapitalisme
Selama ini BUMN kerap merugi dan terkesan mudah mendapat gelontoran dana dari pemerintah. Alasannya bukan rahasia lagi, karena perusahaan pelat merah ini sering menjadi sapi perah banyak kepentingan termasuk pemerintah sendiri, dengan jalan memainkan proyek dan memasukkan orang dalam, sehingga tak heran banyak terjadi kasus korupsi dalam BUMN. Di sisi lain, BUMN juga dituntut dengan berbagai proyek strategis nasional tapi tidak dibiayai secara penuh. Maka wajar jika beberapa BUMN mengalami kerugian karena kalah saing dengan perusahaan kompetitor yang memiliki alat produksi yang lebih canggih. 

Pemerintah memberlakukan privatisasi atau menawarkan saham perdana (IPO) perusahaan negara pada pihak swasta, dengan tujuan menciptakan transparansi pada publik dan pemegang saham. Dari sini terlihat bahwa berulangnya BUMN merugi bukan sekedar karena mismanagemen atau korupsi internal, tapi juga karena salah pandang terhadap aset negara dan rakyat. Sistem kapitalisme neoliberal memandang sah-sah saja jika aset negara atau kepemilikan rakyat diperjual belikan. Padahal pandangan seperti ini menjadikan negara seolah berlepas diri dari tanggungjawabnya, negara yang seharusnya bertindak sebagai pengelola harta milik rakyat mencukupkan diri sebagai regulator saja. Sehingga kita temui fakta siapa yang memiliki modal besar, dia lah pemilik sesungguhnya. 
Aset negara hanya menjadi obyek bisnis untuk memperoleh keuntungan. Mirisnya keuntungan di sini hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, bukan rakyat seluruhnya. Hal ini lah sejatinya yang menghalangi kemaslahatan untuk rakyat.
Tata Kelola Islam terhadap Harta Milik Negara
Islam membagi harta menjadi 3 macam, yakni harta milik individu, harta milik negara, serta harta milik umum. Dalam hal ini negara wajib mengelola harta milik negara dan harta milik umum berdasarkan syariat Islam. Di mana tujuan dari pengelolaan ini adalah mewujudkan kemaslahatan bagi semua individu rakyat.
Sumber-sumber harta milik umum (al-milkiyah al-'ammah) ada 3 jenis, yakni (1) segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat, dan akan menyebabkan persengketaan jika ia lenyap, Rasulullah saw bersabda "Manusia berserikat dalam 3 hal yaitu air, padang rumput, dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad). (2) sesuatu yang secara alami tidak boleh dimanfaatkan oleh individu secara perorangan; seperti jalanan, sungai, laut, danau. masjid, sekolah-sekolah negeri, lapangan umum. (3) barang tambang yang depositnya tidak terbatas; seperti emas, perak, minyak bumi, fosfay, dan sebagainya.
Sedangkan jenis-jenis harta milik negara (al-milkiyah al-daulah) adalah ghanimah (harta rampasan perang), jizyah (pajak untuk warga negara non muslim), kharaj, harta orang-orang murtad, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, panti-panti, dan wisma-wisma bagi aparat pemerintahan yang dibuka oleh Daulah Islam, dan tanag-tanah yang dimiliki oleh negara.
Pengelolaan harta milik negara bukan berarti negara berubah menjadi pedagang, produsen, atau pengusaha, negara tetap sebagai pengatur. Oleh karena itu yang ditonjolkan dari pengelolaan harta milik negara ini adalah pengaturannya ditujukan untuk urusan masyarakat, meraih kemaslahatan mereka, dan memenuhi kebutuhan mereka. Jadi tujuan utamanya adalah pengaturan (ri'ayah) bukan mencari keuntungan. 
Begitu krusialnya peran negara dalam Islam yang bertanggungjawab dalam mengurusi urusan rakyat, termasuk dalam bidang ekonomi, dengan menerapkan sistem ekonomi yang diadopsi sesuai syariat Islam. Aturan terbaik dari sang pencipta yang telah disediakan untuk manusia yang lemah. Wallahu a'lam... 
Bagikan:
KOMENTAR