Problematis!!! Demi Hak Anak Longgarkan Aturan Ditengah Pergaulan Bebas


author photo

19 Sep 2022 - 15.10 WIB



Oleh: Fadilah Rahmi, S.Pd
(Guru dan Aktivis Dakwah)

Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Namun, apakah siswi yang hamil diluar nikah bahkan melahirkan di sekolah juga layak mendapatkan atau melanjutkan kembali pendidikan?

Dilansir dari KOMPAS.com (10/9/2022), Siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jumapolo, Karanganyar yang mengalami kontraksi saat jam pelajaran, akhirnya melahirkan bayi dan dinikahkan. Berdasarkan pengakuan siswi itu, dirinya dihamili oleh pacarnya dari SMA yang berbeda.

Kapolsek Jumapolo AKP Hermawan menjelaskan siswi tersebut mengaku masih ingin melanjutkan pendidikan. Psikolog Anak dan Pendidikan Karina Adistiana mengungkapkan setiap sekolah hendaknya melihat kembali pasal 32 UUD 45 saat akan menjatuhkan sanksi kepada siswi hamil, karena kebanyakan siswi tersebut dikeluarkan dari sekolah (okezone.com).

Inilah buah dari penerapan sistem sekuler-liberal yang mengedepankan kebebasan, memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini akhirnya melahirkan generasi yang hidup bebas tanpa aturan, terjerat pergaulan bebas hingga mengarahkan kepada seks bebas yang menyebabkan maraknya terjadi kasus hamil diluar nikah di kalangan remaja sekolah.

Negara yang juga menerapkan sistem sekuler-liberal ini juga tak pernah memberi solusi tuntas dalam menyelesaikan masalah ini. Bahkan negara mengalami simalakama dalam menyelesaikannya. Jika siswi hamil bahkan melahirkan di sekolah harus dikeluarkan dari sekolah, hal ini seolah melanggar hak asasi anak dalam mendapatkan pendidikan. Namun, jika tidak dikeluarkan dikhawatirkan akan menjadi contoh yang buruk bagi siswi lainnya dan kelonggaran aturan ini akan membuka lebar kasus perzinaan di sekolah, atau sekolah akan dianggap membenarkan pelanggaran tersebut.

Selain itu solusi lainnya adalah memberikan sosialisasi tentang reproduksi seksual karena dianggap beberapa kasus siswi hamil terjadi pada sekolah yang tidak memberikan sosialisasi tersebut. Faktanya, di sekolah yang memberikan sosialisasi pun banyak terjadi kasus siswi hamil.

Dalam Islam, seks bebas adalah perzinaan dan termasuk ke dalam dosa besar. Jangankan melakukan zina, mendekatinya saja tidak boleh. Allah Swt. berfirman yang artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32).

Memang benar menyelesaikan masalah pergaulan bebas harus di mulai dari keluarga yang menanamkan aqidah kepada anak. Tapi ranah pendidikan juga tak kalah berperan penting dalam menanamkan ketaqwaan kepada anak. Maka seharusnya kurikulum pendidikan di Indonesia harus diubah yaitu berlandaskan kepada aqidah Islam yang membentuk pola pikir dan pola sikap yang Islami, yang menjadikan mereka terbiasa terikat dengan hukum syara'. Karena tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk kepribadian Islam serta membekalinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan.

Sangat disayangkan, fakta kurikulum Indonesia terus berubah dari tahun ke tahun tidak melahirkan generasi yang mau terikat aturan agama, kurikulum pendidikan saat ini hanya menghasilkan output generasi yang sekuler, serta berfokus pada  dunia kerja yang berorientasi meraih keuntungan materi tanpa paham hakikat hidupnya sebagai hamba Allah Swt. Sebagian guru yang dihasilkan dalam sistem ini pun banyak yang kemudian menganggap aktivitas pacaran pada anak adalah hal yang biasa atau sekedar lucu-lucuan saja, sehingga cenderung membiarkan.

Selain itu dalam sistem Islam hukum asal kehidupan laki-laki terpisah dengan perempuan. Mereka tidak dapat berkumpul melakukan ikhtilat dan khalwat kecuali terdapat suatu keperluan hidup yang dibolehkan atau sesuai dengan aturan syara' atau yang mengharuskannya berkumpul seperti ibadah haji dan jual beli.

Tentu semua ini tidak akan terwujud tanpa adanya peran negara. Negara harus memberikan sanksi tegas bagi pelaku zina, dalam Islam bagi belaku zina  layak mendapat hukuman berupa hukum cambuk 100 kali (bagi yang belum pernah menikah) (QS an-Nur: 2) dan diasingkan selama setahun (HR al-Bukhari). Adapun pezina yang sudah menikah atau belum pernah menikah tetapi sering berzina dikenai hukum rajam (dilempari dengan batu) sampai mati. Hal ini selain meninggalkan efek jera, juga berfungsi untuk menghapus dosa dari perzinaan tersebut. 

Penerapan hukum syara' ini bertujuan untuk menjaga aqidah. Karena negara juga berkewajiban untuk membentuk ketaqwaan individu. Negara juga harus menutup keran-keran yang dapat meningkatkan syahwat seperti tayangan televisi yang mengubar aurat dan mempertontonkan adegan mesra, serta iklan-iklan di laman pencarian internet yang mengandung unsur pornografi dan terakhir menutup akses ke segala situs pornografi. Karena naluri untuk menyukai lawan jenis adalah fitrah manusia yang tidak bisa dihilangkan, namun bisa di manajemen sesuai ketentuan syara'.

Maka sudah seharusnya, solusi yang diberikan adalah menyelesaikan masalah dari akarnya yaitu membuang sistem sekuler-liberal. Sehingga permasalahannya bukanlah sekedar membahas tentang hak siswi untuk mendapatkan pendidikan ketika hamil diluar nikah. Namun, bagaimana agar masalah itu tidak terus-menerus berulang dan semakin merusak generasi yang semakin terjun kedalam pergaulan bebas. Jangan sampai alasan hak anak justru menjadi normalisasi bagi kemaksiatan. Karena hak-hak anak akan mereka dapatkan jika menerapkan Islam secara kaffah dalam naungan negara Islam yaitu Khilafah Islamiyyah.
Wallahu a'lam bishawab.
Bagikan:
KOMENTAR