Rencana Revisi UU IKN "Memuluskan" Kepentingan Investor?


author photo

2 Des 2022 - 22.21 WIB



Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd Alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin

Belum setahun Undang-undang IKN (Ibu kota Negara) disahkan kini pemerintah mengajukan revisi. Waktu itu pembahasan undang-undang IKN dilakukan dalam waktu 42 hari. Publik pun menilai prosesnya tersebut tidak matang. 

Baru-baru ini pemerintah kembali mengusulkan perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN untuk dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas pada 2023. Perubahan UU IKN ditujukan untuk percepatan proses pemindahan IKN dan penyelenggaraan daerah khusus IKN. 

Materi perubahan UU IKN untuk penguatan Otorita IKN secara optimal melalui pengaturan khusus terkait pendanaan dan pengelolaan barang milik negara. Pengaturan khusus itu juga terkait pengolahan kekayaan IKN yang dipisahkan pembiayaan, kemudahan, dan fasilitas penanaman modal, ketentuan hak atas tanah yang progresif, dan adanya jaminan untuk kelangsungan pembangunan IKN. 

Badan Legislasi (Baleg) DPR pun menyetujui rencana revisi tersebut. Anggota Baleg DPR Desy Ratnasari mengatakan, revisi UU IKN dibutuhkan untuk terwujudnya optimalisasi, efisiensi, dan efektivitas kerja pemerintah dalam pembangunan IKN. (Kaltimpost.co, 24/11/2022)

 *Revisi Undang-undang IKN Memuluskan Investor* 

Demikian perkembangan terbaru terkait IKN. Dapat dikatakan undang-undang IKN kejar tayang. Sebelumnya, kalau dikilas balik dari awal prosesnya sangat instan, minim konsultasi publik, sehingga sangat dimaklumi kalau kemudian undang-undang IKN banyak kekurangan di sana-sini.

Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan memberikan beberapa catatan terkait usulan revisi UU IKN. Pertama, menjadi alat bagi rezim untuk menyempurnakan undang-undang IKN yang sudah ada saat ini. Kedua, di balik usulan revisi UU IKN ini ada desakan-desakan dari para oligarki. Fajar menilai, usulan revisi UU IKN bahaya di antaranya karena dimasukkan pula rencana suatu pasal yang mengikat siapa pun presiden berikutnya untuk terikat menjalankan undang-undang IKN itu. (Mediaumat.co, 30/11/2022)

Demikian analisa Fajar tentang diajukannya revisi undang-undang IKN. Memang sebelum diajukannya revisi undang-undang IKN, berlangsung G20 di Bali, di mana ada komitmen presiden untuk menarik dan memuluskan para calon investor yang terlibat dalam pembangunan IKN Nusantara. Calon investor dapat menyebutkan kemudahan apa yang dibutuhkan untuk bisa merealisasikan investasinya, juga dapat dengan leluasa memilih wilayah atau kawasan yang menarik bagi investasinya. Inilah jawaban mengapa undang-undang tersebut direvisi.

Sungguh pemerintah Indonesia betul-betul "mengobral" pembangunan IKN kepada investor. Tidak peduli bangsa bahwa “obral murah” merendahkan posisi tawar Indonesia di mata dunia. Justru dianggap kebanggaan karena mampu memikat investor meski beresiko kedaulatan tergadai. Oleh karena itu, revisi UU IKN merupakan bentuk keseriusan pemerintah membangun IKN baru untuk memudahkan kepentingan swasta/asing berinvestasi. Hal ini semakin mengonfirmasi undang-undang dalam sistem demokrasi yang merupakan buatan manusia memang pesanan dan sarat kepentingan para pemodal. 

 *Undang-undang dalam Islam* 

Sang Pembuat hukum atau Pemilik kedaulatan atau Penentu benar dan salah hanyalah Allah SWT Yang Maha Pencipta dan Maha Pembuat Aturan. Allah SWT berfirman: “Hukum (Keputusan) itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Yusuf [12]: 40)

Ayat ini bermakna semua aturan dalam kehidupan manusia hingga bernegara sejatinya adalah menggunakan aturan dari Penciptanya, bukan buatan manusia.

Dalam aturan bernegara, dikenal istilah Qaanuun (undang-undang) yaitu istilah asing yang digunakan untuk menyebut segala hal yang ditetapkan oleh penguasa agar dijalankan oleh masyarakat. Qaanuun muncul dari Dustur/ Konstitusi (umum).

Ketika suatu negara melegalkan suatu undang-undang, maka pengesahannya harus didasarkan pada pertimbangan dalil-dalil syar'i yang kuat disertai dengan pemahaman akurat tentang peristiwa yang sedang berlangsung sehingga dipastikan undang-undang tersebut ditetapkan berdasarkan syariat Islam 

Oleh karena itu, tindakan pertama yang diambil oleh negara harus mempelajari peristiwa yang dihadapi. Sebab, memahami dengan benar setiap peristiwa itu sangat penting dan perlu. Kemudian mengkaitkannya dengan dalil-dalil hukum syariat. Baru setelah itu, negara mengesahkan undang-undang berdasarkan kekuatan dalil. 

Perlu dicatat di sini bahwa yudifikasi hukum syariat Islam dapat diambil dari pendapat salah seorang mujtahid, setelah mengetahui dalil dan merasa puas dengan kekuatan dalil. Bisa juga diambil (langsung) dari Kitab, Sunnah, Ijma' atau Qiyas.

Qaanuun (undang-undang) sebagai istilah asing boleh digunakan oleh kaum muslim dalam aturan hukum yang diyudifikasi negara berdasarkan hukum syariat. Yang berhak mentabani (mengadopsi) undang-undang ini hanyalah khalifah (kepala negara). 

Namun, negara tidak akan menetapkan banyak undang-undang untuk semua aturan dalam kehidupan karena akan membatasi kreatifitas ijtihad. Oleh karena itu, pada masa-masa sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in,  khalifah (kepala negara) selalu menghindari pengambilan hukum secara menyeluruh bahkan membatasi hanya pada hukum tertentu saja. 

Penting pula diperhatikan, hanya undang-undang syariat saja yang boleh diterapkan negara bagi rakyatnya. Oleh karena itu dalam penetapan undang-undang, negara dilarang melegalkan keharaman, semisal membolehkan perbankan ribawi, zina, minuman berakohol, kekayaan tambang milik umum dikuasai swasta/asing, termasuk investasi asing (utang luar negeri) dalam pembangunan negara termasuk infrastruktur IKN yang membahayakan kedaulatan negara.

Adapun dalil tentang keharaman investasi asing (utang luar negeri) ini berdasarkan firman Allah SWT: “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS. Al-Nisâ’ [4]: 141).

Maksudnya sungguh Allah Swt. telah melarang memberikan jalan apapun bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman. Ayat ini relevan untuk dijadikan dalil keharaman memberikan jalan kepada pihak asing (kaum kafir) dalam menyelesaikan urusan kaum mukmin. Diantaranya penguasaan asing melalui investasi dalam IKN yang dilegalkan masuknya melalui undang-undang.

Inilah gambaran bagaimana seharusnya penguasa menetapkan undang-undang yang harus sesuai dengan dalil syar'i. Semoga kita bisa menerapkannya. Wallahu a'lam.[]
Bagikan:
KOMENTAR