Kejahatan Seksual Anak Dalam Asuhan Sekulerisme


author photo

29 Jan 2023 - 11.20 WIB


Oleh : Sitti Kamariah 
(Pemerhati Sosial) 

Kasus kejahatan seksual terhadap anak dan oleh anak kembali terjadi. Bocah Taman Kanak-kanak (TK) di Mojokerto diduga telah menjadi korban perkosaan tiga anak Sekolah Dasar (SD). Korban mendapat perlakuan tak senonoh secara bergiliran dan dugaan kasus ini sudah ditangani aparat kepolisian setempat.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Mojokerto Ajun Komisaris Polisi Gondam Prienggondhani membenarkan bahwa pihaknya menerima laporan kasus tersebut.

Kuasa hukum korban, Krisdiyansari menceritakan, peristiwa perkosaan itu terjadi pada 7 Januari 2023 lalu. terduga pelaku merupakan tetangga korban dan teman sepermainan.
https://www.liputan6.com/surabaya/read/5185008/bocah-tk-diduga-diperkosa-3-anak-sd-di-mojokerto-begini-kronologinya

Terkait masalah kejahatan seksual pada anak,  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan sebanyak 4.683 aduan masuk ke pengaduan sepanjang 2022. Nyaris dari lima ribu pengaduan itu bersumber dari pengaduan langsung, pengaduan tidak langsung (surat dan email), daring dan media massa. 

Pengaduan paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. Kasus tertinggi adalah jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus. Data tersebut mengindikasikan anak Indonesia rentan menjadi korban kejahatan seksual dengan berbagai latar belakang, situasi dan kondisi anak dimana berada," kata Ketua KPAI, AI Maryati Solihah dalam keterangan yang dikutip pada Ahad (22/1/2023). 
https://m.republika.co.id/berita/rovu92409/kpai-terima-hampir-5000-aduan-sepanjang-2022-paling-banyak-terkait-kejahatan-seksual


Miris, kenyataan yang kita hadapi saat ini, berbagai kasus kejahatan yang semakin parah. Para pelaku kejahatan yang merupakan orang terdekat dan bahkan berusia masih belia. Rasanya tidak pernah terpikirkan sebelumnya namun saat ini begitulah adanya. Inilah generasi hasil asuhan sekulerisme. 

Sekulerisme memandang agama tidak boleh ikut campur dalam mengatur kehidupan. Asas ini melahirkan paham liberalisme yang mengagung-agungkan kebebasan dalam segala hal  sehingga aturan-aturan agama pun makin dipinggirkan dan hasilnya kerusakan yang terjadi semakin parah. Semakin sekuler manusia maka semakin besar kerusakannya. 

Asas sekulerisme menjadi akar masalah banyaknya anak-anak yang menjadi pelaku kejahatan seksual maupun kejahatan lainnya. Keluarga dan lingkungan sekuler tempat anak tumbuh memberikan pengaruh besar dalam mencetak karakter anak tersebut. Anak yang tidak dipahamkan dengan aqidah dan syariat islam sejak dini akan mudah terpengaruh hal-hal buruk. Selain itu membiarkan anak mengakses internet secara bebas tanpa pengawasan menjadi salah satu faktor anak menerima pemikiran yang buruk. 

Sekolah sebagai institusi pendidikan, alih-alih mampu mencetak anak-anak yang berkualitas yang memiliki kepribadian yang kuat, tetapi justru mencetak generasi bermasalah, krisis akhlak dan menjadi pelaku kejahatan. Kurikulum yang diterapkan pun tidak mampu mengarahkan para pelajar untuk bersikap baik atau beradab.  Pendidikan saat ini tidak menjadikan aqidah sebagai pondasi kurikulum, justru peran agama untuk penanaman aqidah dan syariat semakin dijauhkan  . 

Orang tua berperan penting untuk menghindarkan anak-anak dari kekerasan seksual maupun sebagai pelakunya . Meski demikian, jika kita cermati lebih dalam, sesungguhnya maraknya kekerasan seksual pada anak tidak hanya karena kurangnya perhatian orang tua terhadap anak-anaknya, tetapi juga akibat kegagalan negara melindungi rakyat, gagal mengayomi dan menjamin keamanan mereka.

Kasus kekerasan seksual dilingkungan anak bukan hal sepele, tetapi menyangkut masa depan generasi bangsa. Oleh karena itu, permasalahan ini tidak semestinya hanya diserahkan pada keluarga untuk menyelesaikannya. Namun, tentu saja, masyarakat dan lebih lagi negara berperan besar melindungi rakyatnya, terlebih anak-anak. Negara berperan dalam mengelola informasi - informasi dalam media dan internet untuk layak dikonsumsi rakyatnya. 

Telah nyata, sistem sekuler kapitalisme adalah sistem yang rusak dan merusak, menggiring manusia pada keburukan. Orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak pun menjadi korbannya. Sudah seharusnya kita membuang sistem rusak seperti ini dan menggantinya dengan sistem kehidupan yang benar, sistem kehidupan yang datang dari Sang Pencipta alam semesta beserta isinya yaitu Allah Subhanahu wa ta'ala , yang tidak lain adalah sistem Islam.

Sistem Islam menjadikan akidah Islam sebagai asas serta memiliki aturan yang sangat rinci dan sempurna. Islam telah menetapkan bahwa selamatnya anak dari segala bentuk kejahatan ataupun terlibatnya mereka dalam berbagai kejahatan bukan tanggung jawab keluarganya dan lingkungan masyarakat semata. Akan tetapi, negara memiliki andil dan peran yang sangat besar untuk mewujudkan anak-anak berkualitas yang memiliki kepribadian Islam yang tangguh. 

Benar bahwa Islam telah memberikan kewajiban pengasuhan anak kepada ibu serta pendidikan anak kepada ayah ibunya, akan tetapi hal ini belum cukup. Pembentukan lingkungan yang kondusif di tengah masyarakat menjadi hal penting bagi keberlangsungan kehidupan anak. Lingkungan masyarakat yang baik menentukan corak anak untuk kehidupan selanjutnya. Selain itu tidak kalah penting adalah adanya peran negara. Negara Islam bertanggung jawab menerapkan aturan Islam secara utuh dalam rangka mengatur seluruh urusan umat sehingga umat mendapatkan jaminan keamanan dan kesejahteraan secara adil dan menyeluruh.

Oleh karenanya, upaya pencegahan kejahatan anak hanya akan terwujud dengan tiga pilar, yaitu pertama, ketakwaan individu dan keluarga, yang akan mendorongnya senantiasa terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan. Demikian pula keluarga, dituntut untuk menerapkan aturan di dalam keluarga. Aturan inilah yang akan membentengi individu umat dari melakukan kemakshiatan dan dengan bekal ketakwaan yang dimiliki.

Pilar kedua, kontrol masyarakat. Ia akan menguatkan apa yang telah dilakukan oleh individu dan keluarga, sangat diperlukan untuk mencegah menjamurnya berbagai bentuk kejahatan yang dilakukan anak-anak. Budaya beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat menentukan sehat tidaknya sebuah masyarakat sehingga semua tindakan kriminalitas anak dapat diminimalisir. 

Pilar ketiga, yaitu negara. Negara Islam wajib menjamin kehidupan yang bersih rakyatnya dari berbagai kemungkinan berbuat dosa, yaitu dengan menegakan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Nur iy iip egara wajib menyelenggarakan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang memiliki kepribadian Islam yang handal sehingga terhindar dari berbagai perilaku maksiat. Sekaligus negara pun menjamin terpenuhi pendidikan yang memadai bagi rakyatnya dengan pendidikan berkualitas dan cuma-cuma.

Selain itu, negara akan menjaga agama dan moral serta menghilangkan setiap hal yang dapat merusak dan melemahkan akidah dan kepribadian kaum muslimin, seperti peredaran minuman keras, narkoba, pornografi, termasuk berbagai tayangan yang merusak, seperti media sosial . Ini karena dalam Islam negaralah satu-satunya institusi yang dapat melindungi anak dan yang mampu mengatasi persoalan kejahatan anak ini secara sempurna.

Demikianlah, telah sangat jelas bahwa tindakan kejahatan yang dilakukan anak-anak akan terus terjadi, bahkan makin sadis jika sistem kehidupan yang ditegakan adalah sistem aturan buatan manusia. Sudah seharusnya negara ini dan masyarakat belajar, terus berulangnya kasus serupa membuktikan bahwa sistem yang saat ini diterapkan, yakni sekuler kapitalisme telah gagal membentuk generasi berkepribadian mulia. Sudah saatnya sistem ini dicampakkan, diganti dengan sistem yang telah terbukti menghasilkan generasi berkualitas, yakni sistem Islam.
Penerapan syariat islam secara menyeluruh akan mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh alam. 

Wallahu a'lam bishowab.
Bagikan:
KOMENTAR