Oleh : Sitti Kamariah
(Pemerhati Masalah Sosial)
Orangtua di Samarinda kembali menggelar aksi demo mempertanyakan biaya pendidikan yang mahal, Kamis (1/8/2024). Kali ini, demo digelar di depan Kantor Wali Kota Samarinda menyuarakan dugaan pungutan liar (pungli) di sejumlah SD dan SMP Negeri di Samarinda. Demo orangtua murid di Samarinda yang didominasi emak-emak, Kamis (1/8/2024) ini adalah yang kedua kalinya, sebelumnya aksi pertama dilaksanakan 24 Juli 2024 kemarin. Untuk diketahui, demo orangtua murid di Samarinda ini mengeluhkan mahalnya seragam, biaya pembangunan, dan harga sejumlah buku yang wajib dibeli anak-anak mereka. (www.kaltim.tribunnews.com, 02/08/2024)
Fakta yang dapat kita cermati bersama, seiring berjalannya waktu biaya pendidikan semakin mahal. Bahkan sekolah negeri yang notabene dibiayai oleh pemerintah pun tetap memerlukan biaya yang cukup besar agar tetap dapat bersekolah. Pada akhirnya pendidikan menjadi barang mahal yang sulit digapai oleh masyarakat dengan ekonomi rendah. Pemerintah menetapkan peraturan wajib belajar 12 tahun, namun faktanya banyak yang tidak sampai selesai pada jenjang sekolah dasar, atau bahkan tak pernah merasakan bangku sekolah sama sekali. Maka tak heran banyaknya angka anak putus sekolah. Menurut data BPS 2023, angka putus sekolah sebesar 31.246 orang (SD), 105.659 orang (SMP), dan 73.388 orang (SMA).
Program sekolah gratis dari pemerintah pun ternyata tidak dapat mewadahi pendidikan seluruh elemen masyarakat. Sekolah negeri ternyata tidak benar-benar gratis, sebab faktanya tetap ada biaya tambahan yang wajib dibayarkan oleh siswa. Adanya tambahan biaya tersebut kemungkinan akibat anggaran dari pemerintah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sekolah sehingga sekolah harus mandiri mencari tambahan pemasukan. Gaji-gaji para tenaga pendidik pun sangat minim sehingga terpaksa ikut mengkomersialkan pendidikan. Ataupun adanya oknum nakal dengan pemikiran kapitalisnya untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dari pihak manapun.
Inilah buah hasil dari sistem kapitalisme yang diterapkan negara. Ideologi sekuler kapitalisme terus digaungkan dari generasi ke generasi sehingga mencengkeram kuat pada pemikiran kebanyakan masyarakat. Sistem kapitalisme ini membentuk manusia yang materialistik, dimana menjadikan materi dan keuntungan sebagai tolak ukur sebuah kesuksesan maupun kebahagiaan. Pada akhirnya manusia berlomba-lomba dalam mengejar materi dunia walaupun dengan jalan dzolim.
Sistem kapitalisme terus membuat kesenjangan ekonomi si kaya dan si miskin semakin besar. Masyarakat terus di peras oleh para penguasa dan para oligarki. Pendidikan yang merupakan salah satu hak rakyat pun dikapitalisasi. Biaya pendidikan semakin mahal namun ekonomi rakyat semakin terhimpit. Maka tak heran demo-demo terus terjadi akibat ekonomi masyarakat yang tidak stabil, kebijakan-kebijakan dzolim yang memeras rakyat, dan oknum-oknum dengan ideologi kapitalismenya yang memanfaatkan apapun demi cuan.
Sumber daya alam yang melimpah ruah di negeri ini harusnya cukup untuk menggratiskan seluruh biaya pendidikan dengan sarana dan prasarana terbaik. Namun, dalam sistem kapitalisme sumber daya alam tersebut diprivatisasi, rakyat tak mendapatkan sedikitpun hasilnya selain hanya kerusakan dari pengelolaan 'bar-bar' para oligarki pada sumber daya alam. Negara dalam sistem kapitalisme telah abai dalam mengurusi rakyat dan memberikan hak-hak rakyat salah satunya pendidikan. Para penguasa bekerja sama dengan para kapitalis dalam mengeksploitasi rakyat. Negara turut serta dalam mengkomersialkan pendidikan. Maka, pendidikan gratis dalam sistem kapitalisme hanyalah angan yang tidak mungkin dapat terwujud.
Ironi dalam dunia pendidikan tak akan terjadi takkala sistem Islam secara kaffah diterapkan. Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan mendasar dan wajib bagi masyarakat. Dalam hadits disebutkan bahwa, "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Baihaqi).
Dengan kewajiban tersebut, maka negara wajib menyelenggarakan pendidikan secara gratis serta memberikan fasilitas, sarana dan prasarana terbaik mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga tinggi. Negara akan memastikan seluruh rakyat mendapatkan pelayanan tersebut, baik miskin atau kaya, pintar atau tidak, muslim atau non-muslim. Semuanya dilayani dan diberi kemudahan akses. Sebab, pendidikan adalah salah satu di antara banyak perkara yang wajib diurus oleh negara. Rasulullah saw. bersabda:
الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Pemberian jaminan pendidikan gratis dan berkualitas tentu membutuhkan dana sangat besar. Pembiayaannya bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum seperti hasil hutan, berbagai macam tambang, minyak, gas, dan sebagainya. Juga dari sumber-sumber lain seperti kharaj, jizyah, ghanîmah, fa’i, ‘usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu lebih dari cukup untuk bisa memberikan jaminan pendidikan secara memadai, berkualitas dan gratis untuk seluruh rakyat.
Hal ini terbukti dalam sejarah pada masa peradaban Islam yang menerapkan syariat Islam dalam aturan negara dan kehidupan. Contohnya pada masa Kekhilafahan Abbasiyah, ( 750 M – 1258 M/ 132H – 656 M) berkembang pesat lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun informal. Tumbuh suburnya lembaga-lembaga pendidikan ini mempengaruhi pola hidup dan budaya masyarakat Islam. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan budaya Islam mampu mempengaruhi peradaban dunia. Daerah kekuasaan Islam menjadi pusat-pusat pendidikan yang diminati bukan hanya muslim tetapi juga kalangan non-muslim.
Demikian pula pada era Khilafah Utsmaniyah, Sultan Muhammad Al-Fatih (1481 M) juga menyediakan pendidikan secara gratis. Bahkan Sultan memberikan beasiswa bulanan untuk tiap siswa. Di Konstantinopel (Istanbul) Sultan membangun delapan sekolah. Di sekolah-sekolah ini dibangun asrama siswa. Setiap asrama dilengkapi dengan ruang makan dan ruang tidur. Dibangun pula sebuah perpustakaan khusus yang dikelola oleh pustakawan yang ahli di bidangnya.
Sejarah Islam pun telah mencatat kebijakan para khalifah yang menyediakan pendidikan gratis bagi rakyatnya bahkan sampai perguruan tinggi. Sejak abad ke-4 Hijriyah para khalifah membangun berbagai perguruan tinggi lengkap dengan berbagai sarana dan prasarananya seperti perpustakaan. Setiap perguruan tinggi itu dilengkapi dengan auditorium dan asrama mahasiswa. Perumahan dosen dan ulama pun tersedia. Selain itu, perguruan tinggi tersebut juga dilengkapi taman untuk rekreasi, dapur, ruang makan, dan kamar mandi.
Begitulah gambaran nyata negara dengan penerapan syariat secara menyeluruh dimana benar-benar akan bertanggungjawab atas pendidikan rakyatnya. Berbagai fasilitas disediakan dan gratis demi menunjang kualitas pendidikan generasi. Hingga Islam bisa menorehkan tinta emas peradaban dunia. Hal ini semestinya diteladani bagaimana generasi muslim terdahulu menguatkan akidah siswa terlebih dulu sebelum ilmu pengetahuan, menyediakan sarana dan prasarana, hingga menggratiskan biaya pendidikan. Dengan sistem Islam sekolah gratis yang berkualitas adalah kepastian.
Wallahu a'lam bishshowab