Marak Beras Oplosan, Tanda Regulasi Ompong


author photo

16 Jul 2025 - 09.35 WIB




Oleh : Firda Rampean, S.Ag (Aktivis Dakwah)

Fenomena pengoplosan beras kembali menyeruak. Berdasarkan hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan menunjukkan bahwa 212 merek beras terbukti tidak memenuhi standar mutu, mulai dari berat kemasan, komposisi, hingga label mutu. (Kompas.com)

Temuan itu berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap sampel beras yang dilakukan oleh 13 laboratorium milik Badan Urusan Logistik (Bulog). Pengujian mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31/Permentan/PP.130/8/2017 tentang Kelas Mutu Beras dan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023.

Sejumlah pelanggaran yang diperoleh di antaranya, terdapat 85,56 persen beras premium tidak sesuai standar mutu, 59,78 persen dijual di atas HET, dan 21,66 persen tidak sesuai berat kemasan. Untuk beras medium, 88,24 persen tidak memenuhi mutu, 95,12 persen melebihi HET, dan 9,38 persen memiliki berat kurang dari klaim kemasan. (metrotvnews.com)

Mirisnya yang menjadi pelaku adalah sejumlah perusahaan-perusahaan besar yang tersebar pada 10 provinsi sehingga menimbulkan kerugian konsumen lebih dari Rp99 triliun.

Sejumlah aparat telah mengambil sikap atas kejadian ini. Kepala Satgas Pangan, Brigjen Pol. Helfi Assegaf, memberikan waktu dua minggu kepada seluruh pelaku usaha beras untuk melakukan klarifikasi dan penyesuaian atas produk mereka.

Sedangkan Sekretaris Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Sesjampidsus), Andi Herman, mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap harga di atas HET ataupun kualitas yang diperdagangkan tidak sesuai harus dilakukan penegakan hukum guna memberikan efek jera dan tata kelola. 

Namun ini adalah solusi pragmatis yang diambil pemerintah. Langkah ini tidak akan benar-benar memberikan kemaslahatan terutama bagi rakyat sebagai konsumen. Terlebih, kebijakan ini juga tidak menyentuh akar persoalan pengoplosan beras yang kian berulang ini.

Praktik kecurangan dan penipuan ini tumbuh subur di negeri kita tersebab regulasi yang ada ternyata cukup ompong untuk menekan berbagai macam aksi para korporasi yang merugikan rakyat. Sebuah tatanan kehidupan yang jauh dari aturan agama menjadikan keuntungan sebagai dewa, bahkan jika harus ditempuh dengan jalan haram dan menabrak rambu-rambu yang ada. Kebijakan yang seharusnya menjaga kepentingan rakyat justru bertindak sebaliknya. 

Ini adalah hal yang lumrah terjadi dalam negara kapitalisme dengan pemerintahan yang abai mengurusi rakyat karena perannya hanya sebatas regulator dan fasilitator. Ketidakhadiran negara sebagai garda terdepan dalam mengurusi pangan, menjadikan pengelolaannya diambil alih oleh korporasi. Alih-alih memikirkan rakyat, justru berbuat sewenang-wenang demi memperkaya diri dan kelompoknya. 

Dalam Islam, negara wajib menjamin kebutuhan pokok rakyat, termasuk beras dan komoditas pangan lainnya. Negara harus mengelola produksi, distribusi, dan cadangan pangan secara langsung, tanpa menjadikannya komoditas dagang. Negara berperan langsung dalam memastikan beras yang akan dikonsumsi rakyat terjamin kualitasnya,. Tidak ada pembeda antara beras untuk orang kaya dan miskin.

Negara juga akan mengoptimalkan fungsi lembaga pengawasan serta penegakan hukum yang tegas. Lembaga yang dimaksud ialah kadi hisbah. Tugasnya adalah melakukan pengawasan dan berwenang memberikan putusan dalam berbagai penyimpangan secara langsung begitu ia mengetahuinya, di tempat mana pun tanpa memerlukan adanya sidang pengadilan.
Negara akan memastikan agar rakyat dapat memenuhi kebutuhan pangannya, distribusi adil dan merata, serta teknis administratif yang mudah dan tidak memberatkan. Semua itu dapat terwujud dengan menjadikan Islam sebagai landasan dalam mengelola pangan, baik dari rantai produksi, distribusi, maupun konsumsi. 

Islam hadir dengan seperangkat sistem yang komplit dalam mengelola pangan. Islam pun akan menutup celah kezaliman, penipuan, manipulasi, permainan harga, dan apa saja yang dilarang guna menyejahterakan rakyat dan petani. Negara hadir secara utuh untuk mengurusi pangan mulai dari proses produksi-distribusi-konsumsi. Bukan hanya memastikan pasokan tersedia, namun juga mengurusi rantai tata niaga sehingga tidak terjadi kecurangan seperti ini serta memastikan pangan benar-benar sampai kepada seluruh individu rakyat dengan layak.

Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Saw. yang memastikan kondisi pangan yang sampai ke tangan konsumen. Beliau menegur pedagang yang tidak jujur bahkan mengancam seorang penipu tidak termasuk golongannya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Saw. melewati seonggok tepung gandum yang dijual.

Rasulullah Saw. masukkan tangannya ke dalam onggokan tersebut dan ternyata bagian dalamnya basah. Beliau bertanya, "Apa ini hai penjual tepung?"
Penjual tepung gandum menjawab, "Terkena hujan wahai Rasulullah."
Lalu, Rasulullah Saw. bersabda, "Mengapa engkau tidak meletakkannya di bagian atas sehingga orang dapat melihatnya. Sesungguhnya orang yang menipu tidak termasuk golonganku". (HR Imam Muslim).

Demikianlah seharusnya negara didalam Islam menjaga kepentingan rakyat, menjamin terpenuhinya seluruh hajat sesuai aturan Islam yang paripurna.

Wallahu a’lam bishowab.
Bagikan:
KOMENTAR