Ponpes Ambruk, Cermin Fasilitas Pendidikan Yang Buruk


author photo

12 Okt 2025 - 11.42 WIB



Rizka Andriani, S.S (Penggiat Sejarah Islam)

Senin, 29/9 sore saat para santri sedang melaksanakan shalat Ashar gedung lantai tiga Ponpes Al Khoziny ambruk. Disinyalir bahwa gedung yang digunakan untuk melaksanakan shalat itu masih dalam tahap pembangunan. Data yang sudah teridentifikasi dari korban dalam peristiwa tersebut mencapai 67 orang yang tewas termasuk ditemukanya delapan bagian tubuh. Jumlah korban yang berhasil dievakuasi mencari 171 orang, yang terdiri dari 104 orang yang selamat, 34 orang korban yang meninggal berhasil diidentifikasi dari jumlah 67 orang korban yang meninggal. Basarnas telah mengakhiri proses evakuasi pada 10 oktober 2025 lalu.

Meskipun tidak diketahui penyebab ambruknya gedung ponpes tersebut. Namun, kuat dugaan bahwa ambruknya gedung tersebut disebabkan adanya faktor kelalaian dalam proses konstruksinya. Selain itu, pembangunan gedung tersebut tidak memiliki Izin Mendirikan Bagunan (IMB) mushala. Dan penyebab selanjutny adalah tidak kuatnya fondasi banguan untuk menahan beban. Berbagai respon muncul dari wali santri terhadap peristiwa tersebut. Salah satu wali santri mengatakan bahwa peristiwa ambruknya pesantren itu merupakan takdir, namun dalam konteks hukum peristiwa itu harus diproses dalam ranah hukum, karena faktor kelalaian manusia harus diselesaikan secara hukum.

Menteri Agama Nasaruddin Umar menanggapi peristiwa ini agar tidak terjadi lagi di daerah lain. Menteri Agama menyatakan bahwa semua ponpes dan rumah ibadah harus benar-benar memenuhi standar dan ditentukan oleh pemerintah. Pembangunan ponpes dan rumah ibadah wajib memenuhi persyaratan teknis. Kemenag akan melakukan evaluasi terhadap pembangunan ponpes hingga madrasah. Dan setiap lembaga tersebut harus mengindahkan standar dan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Kementerian Koordinator Pemberdayaan masyarakat bersama Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan mengatakan bahwa Pesantren tidak boleh membangun tanpa standar teknik. Seluruh pesantren harus melibatkan tenaga teknik untuk menjamin gedung aman untuk digunakan oleh seluruh civitasnya.

Penyebab tidak kokohnya dan memenuhi standar pembangunan gedung ponpes adalah dibangun berdasarkan dana swadaya masyarakat, unit usaha mandiri pesantren dan beberapa pesantren mengandalkan dana wakaf dari perwalian serta dana khusus untuk perbaikan atau pembangunan. Hal ini tentu saja akan membuat pesantren tertentu melakukan penghematan dengan dana pembangunan tersebut. Jadi menjadi wajar jika pondok pesantren yang ada di Indonesia tidak memenuhi standar pembangun yang kokoh.  
 
Jika dilihat dari keberadaannya maka aspek pendidikan dan pemerintahan sangat berkaitan erat. Karena pada dasarnya pemerintah memiliki tanggung jawab dalam menyediakan akses pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal. Hal ini merupakan amanat konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah memiliki peran mulai dalam penyusunan kebijakan, pengemabangan kurikulum, penyediaan sarana prasarana serta pengelolaan guru dan tenaga kependidikan. Tujuan yang ingin dicapai adalah penyetaraan pendidikan di setiap wilayah sehingga tercipta sumber daya manusia yang mumpumi bagi kehidupan bangasa.

Dalam hal sarana prasarana termasuk keberadaan gedung, pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk mendirikan dan mengawasi proses pembangunan gedung untuk lembaga pendidikan agar sesuai standar yang ada dan memiliki daya tampung yang sesuai sehingga proses pendidikan bisa berjalan dengan lancar, aman dan nyaman. Dengan kondisi demikian peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan.  

Dalam fikih Islam, penyelenggaraan pendidikan diwajibkan kepada negara. Negara harus memberikan fasilitas yang terbaik. Baik dalam hal kebijakan. Kebijakan pendidikan dalam Islam meliputi kemudahan bagi seluruh warga negara untuk mendapatkan pendidikan dengan mudah. Kurikulum yang dikembangkan juga berdasarkan kepada akidah Islam sehingga tak hanya menciptakan peserta didik yang cerdas, juga memiliki adab yang sesuai dengan ketentuan hukum syara’. Guru yang disediakan oleh negara adalah guru yang memiliki kualifikasi tak hanya dalam bidang sains semata, akan tetapi juga memiliki kepribadian Islam yang mumpuni. Guru bukan beban bagi negara, namun merupakan partner yang akan menggugurkan kewajiban pemerintah dalam mencerdaskan warga negaranya, sehingga mereka berhak mendapatkan gaji atau bayaran yang layak dari pekerjaan yang mereka geluti. Dan yang tak kalah penting adalah, negara Islam juga memberikan fasilitas gedung yang memiliki standar yang tinggi dengan kualitas yang terbaik, sehingga keamanan dan kenyamanan seluruh civitas yang berada dalam lembaga pendidikan tersebut merasa aman dan nyaman.

Seluruh fasilitas pendidikan diatur dalam sistem keuangan yang diambil dari lembaga keuangan Islam yang disebut dengan baitul mal. Baitul memiliki pemasukan tetap dari berbagai harta milik umum dan pemerintahan, seperti dana dari pertambangan, kewajiban kharaj bagi tanah kharaj yang dimiliki oleh pemerintah, jizyah yang merupakan kewajiban kafir dzimmi (kaum kafir yang hidup dan dilindungi oleh negara) dan dana-dana yang lain yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, negara memiliki tanggung jawab penuh terhadap pendidikan dan fasilitas yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pendidikan. Negara juga memiliki tanggung jawab penuh untuk memberikan perhatian untuk setiap lembaga pendidikan yang ada dalam negara tanpa membedakan antara lembaga pendidikan negeri dan lembaga pendidikan swasta, karena pada dasarnya dua jenis pendidikan tersebut merupakan partner negara dalam mencerdaskan warga negara yang berkepribadian Islam.
Wallahu’alam
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT