Ironi di Aceh Utara: Dinas Pengentasan Kemiskinan Justru Jadi Dinas “Pelancongan Pejabat”!


author photo

9 Nov 2025 - 15.31 WIB


Aceh Utara – Di tengah ekonomi rakyat yang makin sulit dan angka pengangguran tinggi, Dinas Penanaman Modal, Transmigrasi dan Tenaga Kerja (DPMT2K) Aceh Utara justru mencatat lonjakan anggaran fantastis pada tahun 2025. Ironisnya, sebagian besar dana bukan untuk pemberdayaan masyarakat, melainkan untuk kebutuhan birokrasi perjalanan dinas, bahan bakar, dan pemeliharaan kendaraan. Minggu (9 November 2025).

Berdasarkan dokumen APBK 2025, pos belanja DPMT2K naik signifikan. Namun, dana untuk pelatihan tenaga kerja program yang seharusnya menjadi prioritas utama justru anjlok tajam. Tahun ini, anggaran pelatihan hanya Rp177,4 juta, turun dari Rp504,9 juta tahun sebelumnya. Parahnya lagi, dana itu dipecah ke tiga pos berbeda: Rp149,4 juta, Rp10,5 juta, dan Rp17,5 juta.

Pola pemecahan tersebut menimbulkan dugaan adanya pengaburan struktur anggaran, sehingga sulit menilai efektivitas kegiatan sebenarnya. Beberapa kalangan menilai, pembagian pos seperti ini sering kali membuka celah ketidaktransparanan.

Ratusan Juta untuk Jalan-Jalan Dinas dan BBM

Di sisi lain, anggaran perjalanan dinas justru melonjak hingga lebih dari Rp387 juta, tersebar dalam tujuh kegiatan berbeda—mulai dari perjalanan dinas biasa hingga kategori “PMK” dan “Naker”.

Beberapa pos bahkan tampak tumpang tindih, seperti perjalanan dinas biasa (PMK) Rp214 juta dan perjalanan dinas biasa (Naker) Rp19 juta.

Tak hanya itu, bahan bakar kendaraan menyedot Rp273,8 juta, ditambah Rp70 juta untuk pemeliharaan. Padahal, laporan lapangan menyebut sebagian kendaraan dinas jarang beroperasi di lapangan. Publik pun mempertanyakan jumlah kendaraan dan efektivitas penggunaannya.

Proyek Fisik Nyaris Rp1 Miliar, Dampaknya Belum Jelas

Dua proyek fisik DPMT2K juga menyedot perhatian karena menelan hampir Rp1 miliar dana publik.

Perkerasan Jalan Usaha I Dusun Rahayu, Geureudong Pase: Rp551,6 juta.

Lanjutan Perkerasan Jalan Antar Desa UPT I SP II - SP I, Simpang Kramat: Rp487,5 juta.

Namun hingga kini, belum ada bukti nyata bahwa proyek tersebut memberikan dampak ekonomi bagi warga sekitar. Seorang warga mengeluh, “Kalau jalannya bagus tapi kami tetap menganggur, untuk apa?”

Audit Dinyatakan Bersih, Publik Masih Ragu

Kepala DPMT2K Aceh Utara, Saiful Bahri, saat dikonfirmasi, menegaskan bahwa seluruh penggunaan anggaran telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).

“Sudah diaudit setiap tahun, dan sejauh ini belum ada temuan apa pun,” ujarnya singkat melalui pesan WhatsApp.

Meski begitu, publik menilai audit formal tak cukup. Yang dibutuhkan adalah audit moral dan sosial apakah uang rakyat benar-benar kembali ke rakyat, atau hanya berputar di meja birokrasi.

Fenomena ini kembali menunjukkan wajah lama birokrasi daerah: anggaran besar, dampak kecil. Selama prioritas masih condong ke kenyamanan pejabat, bukan kesejahteraan rakyat, maka APBK hanya akan menjadi cermin kemewahan birokrasi di tengah kemiskinan yang terus berulang.(Ak)
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT