Minol Haram Tidak Perlu Ada Raperda, Sistem Kapitalis Bukti Kemanfaatan sebagai Standar Bukan Ketakwaan


author photo

4 Nov 2025 - 16.44 WIB



Ratna Munjiah (Pemerhati Sosial Masyarakat)

Digodoknya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol dianggap dapat memberi nilai ekonomis bagi daerah. Hal tersebut dikarenakan, belum adanya payung hukum mengikat perihal Miras yang marak peredarannya di tengah masyarakat dan dijual secara ilegal.

Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Paser, menyampaikan bahwa digodoknya Raperda tersebut berpotensi memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Paser berpotensi menjadi mitra strategis IKN, kalau regulasi jelas, maka investor yang ingin membuka tempat hiburan bisa berkontribusi positif terhadap daerah. (https://kaltim.tribunnews.com/tribun-etam/1124589/dprd-paser-godok-raperda-pengendalian-dan-pengawasan-minuman-beralkohol)

Dengan diaturnya minuman beralkohol semakin memperlihatkan bahwa negara tidak melihat minuman ini sebagai sesuatu yang berbahaya. Padahal faktanya banyak dampak serius yang ditimbulkan dari efek minuman beralkohol ini. Bukannya diberantas, karena dengan alasan bisa menambah PAD justru dilegalkan. 

Inilah gambaran kerusakan sistem kapitalis yang menjadikan materi adalah asas kehidupan, sehingga menghalalkan apapun. Minol yang hukum asalnya adalah haram namun di bawah pengaturan sistem kapitalis akhirnya diperbolehkan diproduksi karena ada materi yang bisa didapatkan bahkan dijadikan sebagai sumber pemasukan negara.

Kerusakan demi kerusakan telah nampak di sekitar kita, belum lagi pernyataan arus investasi dan peluang usaha di sektor hiburan malam akan meningkat seiring dengan perkembangan IKN, maka daerah mengatur mekanisme penyebarannya. Sungguh miris, apalagi kalo kita berbicara terkait dengan agama maka minuman alkohol tidak boleh ada dan beredar. Ditambah Paser mayoritas muslim semakin terlihat jelas bahwa kita menganut sistem kapitalis sekuler, standarnya bukan lagi halal haram tapi manfaat. Ini semakin menegas jauhnya umat akan aturan Islam.  

Dalam aturan Islam jelas terkait minol atau miras adalah haram dan dilarang mulai dari produksi hingga peredarannya. Larangan minuman keras (khamr) berasal dari Al-Qur'an, tertuang dalam Surat Al-Maidah ayat 90 ;

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."

Q.S. Al-Maidah ayat 91:
Ayat ini lebih lanjut menjelaskan bahwa khamr dan judi dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian, serta melalaikan dari mengingat Allah dan salat.
 
Dalil di atas di lengkapi juga dengan dalil lainnya yang memberikan larangan luas bagi yang terlibat:

"Allah melaknat khamar, peminumnya, penuangnya, penjualnya, pembelinya, pembawanya, yang dibawakan untuknya, pembuatnya, dan pemesannya." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Khamr adalah induk dari keburukan:

"Khamr (minuman keras) adalah induk berbagai macam keburukan/kerusakan." (HR. Ath-Thabrani). 

Dengan merujuk dalil-dalil di atas maka sudah sangat jelas seharusnya Minol tidak layak untuk dikonsumsi apalagi ditetapkan atasnya Raperda.

Dalam Islam pengguna minol akan diberikan Sanksi tegas karena Sanksi Islam bersifat jawabir dan jawazir.
Sanksi dunia terhadap penggunaan minuman keras (khamar) adalah hukuman cambuk, dengan jumlah yang berbeda pendapat di antara para ulama (sekitar 40 hingga 80 kali). 

Sanksi spiritual 
Tidak diterima shalat: Shalatnya dianggap tidak diterima selama 40 hari bagi peminum khamar.
Seseorang yang mabuk juga bisa kehilangan haknya untuk diterima kesaksiannya.
Sanksi lain: Sanksi lain seperti pengusiran dari Madinah pernah dilakukan oleh Umar bin Khattab kepada seorang peminum khamar, dan hukuman menggunduli kepala juga pernah dilakukan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab.

Larangan ini juga berlaku bagi pihak-pihak lain yang terlibat dalam peredaran khamar, termasuk penjualnya, pembelinya, pembawanya, penuangnya, pembuatnya, dan pemesannya.

Pentingnya aturan Islam diterapkan sehingga sesuatu yang jelas haram tidak perlu dikompromikan. 
Islam memiliki tiga pilar dalam pelaksanaan sistemnya.
Pertama, rasa ketakwaan yang tertanam dan terbina pada setiap individu masyarakat. Seorang mukmin mengetahui secara pasti bahwa Allah selalu mengawasinya. Juga menyadari tentang hari berhenti dan penghisaban. Semua keyakinan tanpa keraguan sedikit pun.

Dengan ketakwaan ini, setiap individu mampu konsisten dalam menjalankan syariat Islam. Kapanpun, dimanapun dan dalam keadaan apapun. Bahkan jika Anda salah dalam maksiat, maka dia sendiri yang akan meminta penegakan hukum atas kesalahannya.

Rasulullah SAW bersabda:
“Dia (wanita itu) telah bertaubat dengan sesungguhnya, yang bila ditimbang (taubatnya itu) dengan seluruh penduduk bumi, pasti mengalahkannya.” (HR.Abu Dawud dan Tirmidzi)

Kedua, masyarakat yang saling mengontrol pelaksanaan hukum Islam. Juga memperhatikan serta mengukur penguasaan. Masyarakat Islam terbentuk dari individu-individu yang dipengaruhi perasaan, pemikiran dan peraturan Islam. Memiliki ciri khas dalam membentuk perasaan takwa. Amar ma'ruf nahi munkar menjadi bagian penting yang paling esensial. Dengan asas ini, semakin kokohlah bangunan masyarakat Islam.

Allah SWT berfirman:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaknya di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran : 104)

Ketiga, keberadaan negara sebagai pelaksana hukum syariat. Dalam Islam, negara adalah pemelihara masyarakat. Pemimpin yang mengatur dan mengutamakan urusan rakyat. Yang terpenting, menegakkan hukum syariat dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Kedaulatan di tangan syariat, sedangkan kekuasaan adalah milik umat.

Negara yang berwenang penuh menerapkan hukum syariat secara adil dan menyeluruh. Kepala negara beserta aparatnya hanya menjalankan amanah untuk menerapkan syariat Islam. Mereka bertanggung jawab mulai dari hal yang kecil hingga besar. Dengan demikian, negara merupakan asas tegak dan kokohnya masyarakat Islam.

Sabda Rasulullah SAW:
“Seorang pemimpin adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab terhadap hewan peliharaannya.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar)

Inilah gambaran pelaksanaan sistem Islam. Dengan tiga pilar: negara, masyarakat dan individu. Maka akan terbentuk masyarakat Islam yang kokoh bangunannya, serta peraturannya yang sempurna dan konsisten. Dengan diterapkannya tiga pilar tersebut maka tentu Minol tidak akan pernah dikompromikan atau dijadikan sebagai pemasukan negara. Wallahua'lam
Bagikan:
KOMENTAR