Pajak Daerah Naik kian Berimbas Pada Pelayanan Rumah Sakit


author photo

12 Feb 2024 - 10.21 WIB


Penulis : Tasya Putri Ramadhani

Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2023 tentang pajak dan retribusi daerah telah disahkan. Hal itu berimbas kepada kenaikan tarif berobat di RSUD dr Abdul Rivai. Direktur RSUD dr Abdul Rivai, Jusram mengungkapkan bahwa kenaikan tarif berobat terjadi di poli, baik itu untuk rawat jalan maupun rawat inap. “Untuk poli rawat jalan, tarifnya dulu Rp 22 ribu menjadi Rp 35 ribu per sekali periksa,” ujar Jusram. (mediakaltim.com) 
Namun Rapot merah ternyata telah tersematkan kepada manajemen RSUD tersebut melalui aplikasi petunjuk arah alias Google Maps atau Gmaps. Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Abdul Rivai memperoleh nilai merah melalui ulasan dan rating pada aplikasi tersebut, Menurut penelusuran berauterkini.co.id, dalam pencarian alamat Rumah Sakit dr Abdul Rivai, didapati sebanyak 133 ulasan dikuti dengan bintang 2,1 dari nilai bintang tertinggi sebnayak 5. Dari total ulasan itu, sebanyak 44 ulasan meberikan komentar keluhan terhadap pelayanan. dilanjutkan dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan ruangan sebanyak 5 ulasan. Kemudian mengenai tempatparkir sebanyak 4 ulasan. Sementara dari kualitas tenaga medis dan pelayanan medis, sebanyak 3 ulasan. (berauterkini.co.id) 
Cerita miring pelayanan pasien yang mengandalkan program pemerintah jaring pengaman sosial, yakni BPJS menjadi catatan dan terekam dalam setiap komentar maupun cerita di lingkungan sosial publik “Bumi Batiwakkal”. Dimana, setiap kali hendak mengajukan pendaftaran pasien yang disertakan dengan identitas BPJS, para keluarga pasien sering mendapatkan respon ketus oleh para petugas di rumah sakit plat merah itu. (berauterkini.co.id)
Pupusnya Tanggung Jawab
Pelayanan Rumah Sakit yang mendapat keluhan tidak hanya terjadi di RSUD Abdul Rivai tetapi hampir semua di RSUD lainnya terutama bagi  pasien BPJS. Asas pelayanan Rumah Sakit saat ini  amat menggambarkan kebobrokan penerapan system kapitalis, yang hanya berasaskan materi semata, orang miskin pun dilarang sakit. Adanya penampakan raport merah tersebut menandakan buruknya pelayanan Rumah Sakit yang artinya negara lalai dalam meriayah masyarakat dalam hal  kesehatan. 
Siapa pun mengakui, kesehatan saat ini mahal. Ketika sakit, butuh biaya besar untuk berobat, mulai dari layanan dokter, kebutuhan alat-alat kesehatan yang mahal, hingga obat-obatan. Sedangkan yang namanya sakit, kita tidak dapat mengatur sesuai keinginan.
Di sisi lain pun, kondisi keuangan negara dianggap tidak memungkinkan untuk memenuhi pembiayaan kesehatan semua rakyatnya. Apalagi negara hanya mengandalkan pajak sebagai pendapatan utama. Itulah sebabnya pemerintah melakukan segala cara demi meyakinkan bahwa pajak bukanlah suatu kezaliman, melainkan sebuah keniscayaan, bahkan kewajiban yang perlu didukung oleh rakyat Kalaupun terdapat sumber lain, besarnya tidak seberapa. Meskipun kekayaan Sumber Daya Alam negeri ini  melimpah.
Hal ini bisa dipahami mengingat sektor pajak merupakan andalan utama yang men-support lebih dari 80% pos penerimaan negara. Data BPS 2023 menunjukkan, dari Rp2.443,187 triliun penerimaan negara, penerimaan dari pajak mencapai Rp2.016,923 triliun. Sisanya berasal dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Tampak pemerintah nyaris tidak punya alternatif cara untuk mengisi kantong kas negara selain dengan mengintensifkan penerimaan pajak. Berbagai celah yang memungkinkan untuk menarik uang rakyat pun terus dibongkar. Sampai-sampai, pemanfaatan sektor jasa layanan publik, serta kegiatan usaha kecil pun tidak luput dari pajak.
Ujungnya, hal tersebut menjadikan  negara menggunakan BPJS sebagai jalan untuk membiayai kesehatan masyarakat. Negara berdalih bahwa melalui BPJS masyarakat bisa saling bergotong royong membantu yang tidak mampu, padahal ini justru memupus harapan akan tanggung jawab negara.
Kedudukan Pajak dalam Islam
Posisi pajak sebagai sumber APBN sejatinya pangkal kezaliman penguasa terhadap rakyatnya. Terlebih, pengelolaan pemerintah terhadap urusan publik pun cenderung abai dan ala kadarnya. Buktinya, tidak sedikit sektor publik yang ditenderkan kepada swasta dan oligarki, yang tentunya rawan privatisasi.
Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun berjalan atas kacamata bisnis. Relasi pemerintah dengan rakyat pun ibarat pedagang dan pembeli. Belum lagi angka korupsi yang meninggi, makin menegaskan bahwa pemerintah mengalami krisis amanah dalam mengatur urusan masyarakat. Ini semua masih belum termasuk krisis sosial dan generasi di berbagai sisi.
Sungguh, Islam sebagai sistem kehidupan dan tata aturan dari Allah Taala memiliki pandangan yang jauh berbeda dengan sistem kapitalisme perihal pajak. Negara dengan penerapan syariat Islam memiliki banyak sumber pendapatan lain bagi APBN tanpa harus mengandalkan pajak. Sumber-sumber tersebut di antaranya berupa zakat, ganimah, fai, kharaj, usyr, jizyah, khumus, rikaz, serta tambang.
Dalam Islam, bukannya tidak ada pajak (dharibah). Hanya saja, sumber-sumber pendapatan yang telah ditetapkan syariat untuk Baitul maal tadi sudah cukup untuk mengatur urusan rakyat dan melayani kepentingan mereka. Sehingga, sejatinya tidak perlu mewajibkan pajak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Allah Taala berfirman, “… supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS Al-Hasyr [59]: 7).
Islam mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi di semua anggota masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang. Jika masyarakat mengalami kesenjangan ekonomi, maka negara wajib memberikan harta dari baitulmal kepada mereka, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Dengan demikian jelas bahwa dalam Islam, pemberlakuan pajak bukanlah rutinitas wajib dan bukan kepada tiap individu rakyat. 

Layanan Kesehatan Islam

Islam memandang bahwasannya kesehatan sangatlah penting. Rasulullah saw. bersabda,
 “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari sehat badannya, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari).
Hadis ini bermakna bahwa kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Alhasil, negara wajib memberi fasilitas kepada  rakyat dan memberikan layanan terbaiknya kepada seluruh rakyat tanpa membedakan antara yang satu dan yang lain, baik miskin maupun kaya, tua maupun muda. 
Islam juga memerintahkan penguasa untuk mengurusi kebutuhan rakyat karena setiap amanahnya akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR Bukhari).
Wallahualam bissawab
Bagikan:
KOMENTAR