Pajak, Kebijakan Negara Sengsarakan Rakyat


author photo

14 Apr 2024 - 21.01 WIB



Penulis : Eka Anjarwaty (Muslimah Peduli Generasi, Balikpapan)

Potongan pajak tunjangan hari raya (THR) karyawan pada 2024 disebut-sebut lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini lantaran adanya dampak penerapan penghitungan pajak dengan metode tarif efektif rata-rata (TER). Metode TER sendiri mulai digunakan sejak 1 Januari 2024. Hal tersebut cukup ramai dibicarakan di media sosial X sejak Selasa (26/3/2024).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan, Dwi Astuti, membantah tudingan bahwa potongan pajak THR menjadi lebih besar setelah penerapan sistem TER. Menurutnya, tidak ada perubahan beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak.

"Penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak. Hal ini karena tarif TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh Pasal 21 masa pajak Januari s.d. November," sebut Dwi dalam keterangannya kepada Tirto, Rabu (27/3/2024).

Pada faktanya Banyak orang terkejut dan protes melihat besarnya potongan pajak atas penghasilan dan tunjangan hari raya (THR) mereka di bulan Maret. Biang keroknya adalah skema baru penghitungan dan pemungutan pajak penghasilan (PPh) yang diterapkan sejak Januari, yang disebut hanya menambah pekerjaan praktisi pajak dan memaksa banyak orang mengatur ulang rencana keuangannya.

Berdasarkan buku cermat pemotongan PPh Pasal 21/26 DJP, Kemenkeu RI mengatur mengenai penghasilan yang dipotong PPh adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, yang bersifat teratur dan tidak teratur.

Bahkan skema pajak yang baru makin memberatkan rakyat karena bonus,THR dan tambahan penghasilan lain terkena pajak. Penghasilan tersebut berupa, seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan penghasilan sejenisnya. Termasuk bonus, tunjangan hari raya, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi, dan penghasilan lain yang bersifat tidak teratur.

Ini adalah hal yang memang pasti terjadi dalam sebuah negara yang menerapkan aturan system kapitalisme, dimana  apa saja bisa ditetapkan pajaknya seperti usaha kecil, segala macam penghasilan masyarakat sesuai dengan keinginan para pembuat kebijakan. Hal ini dikarenakan  pajak adalah   sebagai salah satu sumber pemasukan negara yang harus terus di terapkan.

Oleh sebab itu pajak adalah kewajiban bagi setiap individu yang memiliki penghasilan atau yang berupa kekayaan yang harus di bayarkan kepada negara. Entah itu rakyat miskin ataupun orang yang kaya. Bahkan pajak secara tidak langsung telah memberikan efek buruk terhadap ekonomi masyarakat karena ketika pajak naik , maka kebutuhan hidup yang lain juga akan ikut naik.  Dan ini merupakan  dampak dari kenaikan pajak yang di tetapkan oleh negara. Beginilah hidup dalam sistem kapitalisme di mana negara bukannya memberikan pelayanan dan fasilitas yang terbaik untuk rakyatnya malah menjadi pemalak atau memanfaatkan kondisi masyarakat dengan meminta pajak. seolah-olah rakyat hidup dalam keadaan menumpang karena segala bentuk pendapatan apa-apa yang dimiliki harus wajib membayar pajak.

Dan inilah sistem kapitalis ,  negara berlepas tangan terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat yang harusnya menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya malah memanfaatkan rakyat untuk diambil keuntungannya melalui pajak sedangkan hasil kekayaan Alam yang berlimpah yang harusnya di kembalikan lagi untuk masyarakat di serahkan kepada asing untuk di kelola dan di kuasai para oligarki yang rentan menjadi sarana korupsi. 

Islam memiliki sumber pemasukan negara yang bermacam-macam

Hal yang berbeda dalam system Islam, ada beberapa pos pemasukan negara dari beberapa sektor, yaitu Fai, ghonimah, khumus, kharaz, jizyah, usyr, harta yang merupakan kepemilikan umum (seperti sumber daya alam), harta rikaz serta harta warisan yang tidak ada ahli warisnya 
Sistem pemerintahan dalam Islam atau Khilafah ada yang namanya  Baitul Mal.Dan ini  menjadi tempat untuk penyimpanan harta milik negara baik dari pemasukan negara dari hasil bumi dan kekayaan alama ataupun harta yang masuk dalam kas negara dari zakat, yang di pergunakan untuk memenuhi kebutuhan dan pengeluaran negara.

Adapun beberapa hal pengeluaran yang harus dipenuhi oleh negara adalah biaya jihad, biaya industri perang, Pengeluaran untuk fakir, miskin dan ibn sabil. Ini termasuk ashnaf zakat, tetapi jika di Baitul Mal, Begitu juga dengan Pengeluaran untuk gaji tentara, pegawai negara, hakim, guru, dan semua pihak yang memberikan khidmat kepada negara untuk mengurus kemaslahatan kaum Muslim. Di ambil dana dari pos zakat jika tidak ada, maka kewajiban tersebut wajib dipikul oleh kaum Muslim, melalui instrumen pajak dan bersifat ketika hanya di perlukan saja. 

Biaya pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum, seperti jalan raya, sekolah, kampus, rumah sakit, masjid, saluran air, dan sebagainya, jika semuanya ini merupakan sarana dan prasarana utama, begitu juga dengan biaya penanggulangan bencana alam, kecelakaan dan sejenisnya. Jika di Baitul Mal tidak ada dana, dan kaum Muslim tidak bahu membahu menanggulanginya, maka akan menyebabkan terjadinya dharar. Maka, pajak atau dharibah  bisa digunakan untuk membiayai penanggulangan bencana alam, kecelakaan, dan sebagainya.
Meski beban tersebut menjadi kewajiban kaum Muslim, tetapi tidak semua kaum Muslim menjadi wajib pajak, apalagi non-Muslim. Pajak juga hanya diambil dari kaum Muslim yang mampu. Dari kelebihan, setelah dikurangi kebutuhan pokok dan sekundernya yang proporsional (ma’ruf), sesuai dengan standar hidup mereka di wilayah tersebut. Karena itu, jika ada kaum Muslim yang mempunyai kelebihan, setelah dikurangi kebutuhan pokok dan sekundernya, maka dia menjadi wajib pajak. Pajak juga wajib diambil darinya. Tetapi, jika tidak mempunyai kelebihan, maka dia tidak menjadi wajib pajak, dan pajak tidak akan diambil darinya.

Karena itu, pajak atau dharibah  di dalam Islam bukan untuk  menambah pendapatan negara, kecuali diambil semata untuk membiayai kebutuhan yang ditetapkan oleh syara’. Negara khilafah juga tidak akan menetapkan pajak tidak langsung, pajak barang mewah, pajak hiburan, pajak jual-beli, dan pajak macam-macam yang lain.

Dalam negara khilafah biaya kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Semuanya diberikan dengan gratis, dan terbaik. Begitu juga negara tidak akan memungut biaya-biaya administrasi, termasuk denda layanan publik, seperti PLN, PDAM dan sebagainya. Termasuk, tidak memungut biaya pembuatan SIM, KTP, KK, surat-menyurat dan sebagainya. Karena semuanya itu sudah menjadi kewajiban negara kepada rakyatnya.

Maka sudah menjadi keharusan bagi kita sebagai kaum muslim untuk mempelajari Islam dengan menyeluruh dan sempurna agar mendapat gambaran yang utuh bagaimana Islam memberikan solusi yang tuntas bagi semua problematika kehidupan dan ini pernah diterapkan selama lebih kurang 1400 tahun lamanya dengan menjadikan Islam sebagai dasar dalam bernegara.
Bagikan:
KOMENTAR