Hari Pendidikan Nasional: Mampukah Merdeka Belajar Mewujudkan Generasi Berkualitas?


author photo

2 Mei 2024 - 07.30 WIB


 
 
Kemendikbudristek berencana untuk mengesahkan Kurikulum Merdeka sebagai Kurikulum Nasional (Kurnas) dalam waktu dekat. Namun, rencana tersebut tidak sepenuhnya didukung oleh semua pihak, seperti yang disuarakan oleh organisasi nirlaba Barisan Pengkaji Pendidikan (Bajik). Menurut Direktur Eksekutif Bajik, Dhita Puti Sarasvati, mereka merasa bahwa Kurikulum Merdeka masih memiliki kelemahan yang signifikan yang perlu diperbaiki sebelum dijadikan sebagai standar nasional.
 
Salah satu kritik utama Bajik terhadap Kurikulum Merdeka adalah ketidakjelasan dalam menyediakan Tujuan Pembelajaran Instruksional. Mereka mengamati bahwa kurikulum di negara lain, seperti Ontario, Australia, Singapura, dan Hongkong, memiliki definisi yang jelas terkait tujuan instruksional. Meskipun tidak dianggap sebagai aturan yang harus diikuti secara ketat oleh guru, Bajik menekankan bahwa kejelasan tujuan tersebut penting sebagai panduan bagi guru dalam merancang asesmen dan kegiatan pembelajaran. Puti menegaskan bahwa pada dasarnya, guru profesional memiliki kewenangan untuk menginterpretasi kurikulum, termasuk yang telah menyediakan tujuan pembelajaran instruksional, sebagai landasan untuk praktik pengajaran mereka.
 
Kurikulum Merdeka, yang diusulkan menjadi kurikulum nasional pada tahun 2024, masih dipandang sebagai kurikulum yang kurang memberikan kejelasan. Kritik terbesar mengarah pada kecenderungan kurikulum ini untuk menekankan kompetensi dan daya saing materiil tanpa memberikan perhatian yang memadai terhadap pembinaan agama dan aspek mental peserta didik. Ironisnya, hal ini terjadi di tengah potret buram pendidikan saat ini, yang semakin sering menampilkan pelanggaran moral dan hukum oleh baik guru maupun siswa. Potret buram pendidikan saat ini menunjukkan adanya masalah yang tersebar di semua aspek, baik dari segi perilaku guru maupun siswa. Semakin banyaknya kasus kemaksiatan, kejahatan, dan pelanggaran hukum di kalangan mereka menimbulkan keprihatinan mendalam. Hal ini menyoroti perlunya perbaikan sistem pendidikan secara menyeluruh untuk mengatasi tantangan-tantangan moral dan etika yang dihadapi oleh generasi saat ini.
 
Dalam konteks ini, Kurikulum Merdeka dianggap sebagai langkah yang tidak cukup dalam menanggapi masalah tersebut. Kritik terhadap kurikulum ini mengemuka karena kekhawatiran bahwa fokusnya yang terlalu kuat pada aspek materi akan menguatkan tren sekulerisme dan kapitalisme dalam kehidupan masyarakat. Kurangnya penekanan pada pembinaan nilai-nilai moral dan spiritual dalam kurikulum ini dapat berpotensi melahirkan generasi yang kurang memiliki integritas dan kepribadian yang kuat. Lebih jauh lagi, ada kekhawatiran bahwa Kurikulum Merdeka akan menyebabkan generasi muda terjajah oleh budaya Barat yang dianggap merusak. Dengan minimnya penekanan pada nilai-nilai agama, terdapat risiko bahwa generasi mendatang akan kehilangan identitas mereka sendiri dan lebih menerima budaya Barat sebagai pilar kehidupan mereka.
 
Disisi lain, pendidikan memiliki peran strategis yang sangat penting dalam menentukan masa depan sebuah generasi. Dalam konteks Islam, pendidikan diarahkan untuk menciptakan generasi yang tidak hanya memiliki kualitas akademis yang tinggi, tetapi juga berkarakter kuat, beriman, dan bertakwa. Tujuan utama Islam dalam pendidikan adalah untuk membentuk individu yang mampu menjadi pemimpin, baik dalam konteks spiritual maupun dunia nyata, serta mampu menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
 
Dalam visi Islam, pendidikan bukan hanya tentang peningkatan kapasitas intelektual, tetapi juga pembentukan karakter dan kepemimpinan yang kokoh. Generasi yang dididik dengan nilai-nilai Islam diharapkan mampu menghadapi berbagai tantangan dengan sikap yang kuat dan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, pendidikan yang berbasis Islam tidak hanya menargetkan keunggulan akademis, tetapi juga mengajarkan keterampilan sosial, kebijaksanaan, dan keberanian untuk menjadi solusi atas berbagai masalah yang dihadapi oleh umat manusia.
 
Sistem pendidikan berbasis akidah Islam telah terbukti menjadi salah satu yang terbaik dalam mencetak generasi berkualitas, yang mampu menjadi agen perubahan dan membangun peradaban yang mulia. Dengan dasar yang kuat dalam ajaran Islam, pendidikan ini tidak hanya menekankan aspek akademis, tetapi juga memperkuat iman, karakter, dan moralitas siswa. Melalui pendidikan yang berorientasi pada nilai-nilai Islam, generasi yang terlahir mampu memahami peran mereka dalam masyarakat dan mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan berintegritas.
 
Negara memiliki tanggung jawab besar dalam mewujudkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam ini. Dengan memberikan dukungan yang memadai, baik dalam hal fasilitas, kurikulum, maupun pelatihan guru, negara dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan generasi masa depan. Melalui kerjasama antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat, negara dapat memastikan bahwa pendidikan berbasis akidah Islam menjadi pondasi yang kokoh dalam membangun peradaban yang maju dan mulia bagi bangsa dan umat Islam secara keseluruhan.
 
Daulah Islam telah lama memberikan perhatian yang besar pada pendidikan, yang tercermin dalam tindakan Nabi Muhammad saw. ketika beliau menjadikan pendidikan sebagai tebusan untuk membebaskan tawanan Quraisy setelah perang Badar. Perhatian terhadap pendidikan semakin meningkat seiring berkembangnya Daulah Islam, mencapai puncaknya pada saat Eropa masih dalam kegelapan. Perguruan tinggi Islam di kota-kota seperti Kairo, Baghdad, dan Andalusia sangat terkenal, bahkan lebih populer daripada institusi di Eropa dan Amerika saat ini. Islam yang mendorong pencarian ilmu dan praktik pendidikan telah menjadi landasan kuat bagi keunggulan pendidikan dalam peradaban Islam.
 
Allah Swt. berfirman,
 
وَنُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ
 
“Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS At-Taubah: 11).
 
وَتِلْكَ الْاَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِۚ وَمَا يَعْقِلُهَآ اِلَّا الْعٰلِمُوْنَ
 
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS Al-Ankabut: 43)
 
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ ۗ اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُولُوا الْاَلْبَابِ
 
“Katakanlah, ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS Az-Zumar: 9).
 
Dari Rasulullah saw. bahwasanya beliau bersabda, “Barang siapa yang menyusuri sebuah jalan demi mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya ke surga.”
 
Inilah sekilas penjelasan tentang politik pendidikan dalam Islam yang harus ada dalam Daulah Islam, dan ini pulalah yang menjadikan Islam menjadi pemimpin pada masa lalu. Kelemahan daulah Islam pada hari-hari keruntuhannya juga telah diteliti, yaitu negara membuka berbagai sekolah, tetapi kondisinya sangat buruk secara umum dan negara dipaksa dalam melakukan kelengahannya itu.
Bagikan:
KOMENTAR