Pelecehan Seksual Terhadap Siswa, Potret Buram Pendidikan Saat Ini


author photo

22 Jun 2025 - 16.02 WIB


 

Oleh: Risya Ziani Mudiya 

Kasus dugaan pelecehan seksual oleh seorang oknum Guru berinisial J (36) terhadap siswi berinisial F (14) di SMP Negeri 10 Samarinda menuai keprihatinan publik. Meski mencuat sejak beberapa waktu lalu, upaya hukum terhadap pelaku masih jalan di tempat.

Pasalnya, orang tua korban disebut enggan melaporkan kasus ini secara resmi ke aparat penegak hukum. Namun, menurut Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA), alasan tersebut tidak bisa menghentikan proses hukum.

“Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah memberikan ruang yang sangat jelas,” tegasnya.

“Siapa pun yang mengetahui atau mendengar informasi dugaan kekerasan seksual dapat melaporkannya, termasuk aparat penegak hukum yang menerima informasi tersebut,” sambung Sudirman, Kepala Biro Hukum TRC PPA saat ditemui awak media pada Rabu (04/06) malam.

Sudirman menyebut pihaknya telah menerima sejumlah tangkapan layar percakapan yang berisi dugaan pelecehan secara verbal dan digital antara terduga pelaku dan korban. Bahkan, ada indikasi bahwa pelecehan tidak hanya terjadi secara verbal, tetapi juga fisik.

Kasus pelecehan seksual oleh seorang guru adalah gambaran nyata dari kegagalan sistem pendidikan saat ini yang memisahkan ilmu dari moralitas Islam. Guru yang semestinya menjadi pengayom dan teladan dalam berperilaku malah berbuat asusila kepada anak didik. Kasus seperti ini bukan saja bentuk kriminal atau kejahatan, tetapi telah mencederai profesi guru yang notabene memiliki tugas mulia mendidik generasi.

Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk meminimalisasi dan mencegah tindak asusila ataupun kekerasan seksual terhadap anak. Namun, sejumlah regulasi rupanya belum cukup menangkal hal ini. Itu artinya, terdapat kesalahan dalam merumuskan akar permasalahan sehingga regulasi yang ada gagal mensolusi pelecehan seksual pada anak yang makin gawat darurat.

Dan ternyata akar permasalahannya adalah karena menerapkan sistem rusak demokrasi yang berasaskan sekularisme. Dimana asas sekularisme ini memisahkan agama dari kehidupan. Akibat dari asas sekularisme, pendidikan agama dan moral sering kali tidak mendapat penekanan di lembaga pendidikan. Hal ini dapat mengurangi pemahaman dan penghargaan terhadap nilai-nilai etika yang melindungi kehormatan dan martabat individu, serta perlakuan yang adil dan penghormatan terhadap hak orang lain.

Dalam sistem sekuler saat ini, pendidikan tidak diarahkan untuk membentuk kepribadian Islam. Moralitas bersifat relatif, bukan mutlak berdasarkan wahyu. Pelanggaran etika sering kali ditangani dengan pendekatan administratif, bukan dengan pendekatan syar’i dan pembinaan karakter yang mendalam. Kasus pelecehan seksual akan terus berulang selama sistem pendidikan dan hukum tidak diubah secara fundamental. Karena akar persoalannya bukan hanya pada individu, tetapi pada sistem yang cacat secara ideologis.

Dalam Islam, pendidikan bukan sekadar aktivitas intelektual yang bertujuan mencetak generasi pintar secara akademis, melainkan proses pembentukan manusia seutuhnya, jasad, akal, dan ruh. Islam tidak mengenal dikotomi antara ilmu dunia dan akhirat. Semua ilmu diarahkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.. Islam memandang bahwa pendidikan harus menanamkan pemahaman yang benar tentang kehidupan, menghubungkan seluruh proses belajar-mengajar dengan iman dan syariat, serta melahirkan pribadi yang berilmu dan bertakwa secara bersamaan.

Dalam sistem Islam, keilmuan tanpa takwa adalah bahaya besar yang bisa menghancurkan masyarakat. Dalam Islam pendidikan tidak bisa dipisahkan dari sistem lainnya, yaitu sistem pemerintahan, sistem pergaulan dan sosial, ekonomi, sistem sanksi, serta media. Semua subsistem ini bekerja bersama untuk mendukung pembentukan pribadi muslim yang bertakwa dan beradab.

Dengan adanya negara Islam (Khilafah), ilmu akan diajarkan dalam kerangka iman dan syariat. Pribadi berilmu akan dibentuk dengan kesadaran penuh sebagai hamba Allah dan pemimpin di bumi. Pemerintahan Islam akan memastikan kurikulum pendidikan berbasis aqidah Islam, menanamkan tsaqafah Islam sejak dini, dan memfilter seluruh ilmu pengetahuan agar tidak bertentangan dengan syariat. 

Konsep pendidikan Islam menandaskan bahwa ilmu tidak boleh terlepas dari takwa. Satu-satunya jalan untuk memperbaiki sistem pendidikan dan mencegah penyimpangan moral adalah dengan menerapkan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk pendidikan.

Serta sistem hukum Islam akan menindak tegas setiap bentuk pelanggaran akhlak dan kekerasan seksual tanpa pandang bulu. Pemimpin akan memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku kekerasan seksual sesuai dengan syariat Islam. Terdapat dua fungsi hukum Islam, yakni sebagai zawajir (memberikan efek jera) dan jawabir (penebus dosa) bagi pelaku tindak kejahatan. Ketika hukum Allah berjalan, tidak ada istilah tawar-menawar bagi manusia untuk menangguhkan hukuman tersebut. Hukum Islam sangat adil memberi ganjaran dan balasan pada pelaku maksiat.

Selain itu, korban kekerasan seksual mendapatkan perlindungan penuh dari negara, termasuk dukungan psikologis. Dengan menerapkan solusi-solusi tersebut dalam kerangka Daulah Khilafah Islamiah, diharapkan kasus kekerasan seksual dapat diminimalisir, dan masyarakat dapat hidup dalam lingkungan yang aman, bermoral, dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Wallahu’alam
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT