Insiden Merokok di Sekolah, Cermin Rusaknya Moral Generasi


author photo

5 Nov 2025 - 12.48 WIB



Oleh: Ferdina Kurniawati 
Aktivis Dakwah Muslimah 

Polemik kepala SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Dini Fitri, diduga menampar siswa yang merokok di lingkungan sekolah telah diselesaikan secara damai. Orang tua siswa pun mencabut laporan polisi terhadap Dini.
Dirangkum detikcom, Kamis (16/10/2025), insiden penamparan ini bermula ketika siswa bernama Indra ketahuan merokok oleh Dini di belakang sekolah. Dini pun menegur tapi Indra berbohong jika dirinya merokok.
"Jadi awalnya siswa itu merokok di belakang sekolah, ketahuan oleh kepala sekolah. Kepala sekolah kemudian menegur dan mengingatkan," kata Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Provinsi Banten, Lukman, Selasa (14/10).
Kejadian itu memicu 630 siswa SMAN 1 Cimarga melakukan aksi mogok sekolah sebagai bentuk protes siswa terhadap pihak sekolah. Status Dini sebegai kepala sekolah sempat dinonaktifkan. Tak terima anaknya ditampar, orang tua Indra juga melaporkan Dini ke polisi.
Sebuah potret yang mengiris hati dari dunia pendidikan Indonesia kembali menjadi sorotan tajam. 
Foto seorang siswa SMA di Makassar berinisial AS, yang dengan santainya merokok dan mengangkat kaki di samping gurunya, Ambo menyebar cepat di jagat maya. 
Insiden ini bukan sekadar cerita tentang kenakalan remaja, melainkan sebuah dilema besar yang dihadapi para pendidik di era modern.
Di satu sisi, ada guru yang ragu bertindak karena takut dicap melanggar HAM.
Persoalan pendidikan di negeri ini makin rumit dengan maraknya kriminalisasi terhadap guru. Muruah (kehormatan) guru tercabik dengan banyaknya kasus guru yang dilaporkan kepada pihak berwajib lantaran dituduh melakukan kekerasan terhadap anak didiknya. Sejatinya, mereka hanya ingin mendisiplinkan anak didiknya sebagai wujud implementasi dari perannya sebagai guru. Ini semua sungguh miris karena guru adalah pemberi ilmu yang sangat menentukan kualitas pendidikan sebuah bangsa.
Ada banyak faktor yang menyebabkan maraknya kriminalisasi pada guru, di antaranya UU Perlindungan Anak. Tidak bisa kita mungkiri bahwa UU tersebut kerap menjadikan para guru mudah dipidana. Sebabnya, beberapa upaya dalam mendidik siswa sering disalahartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak.
Faktor lain yakni adanya perbedaan terkait dengan definisi dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru, masyarakat, serta negara. Masing-masing pihak memiliki persepsi yang berbeda terhadap pendidikan anak sehingga menimbulkan gesekan di antara mereka, termasuk langkah guru dalam mendidik siswanya.
Demikian halnya dengan pola komunikasi yang kurang baik antara guru dan siswa, juga sekolah dan orang tua. Realitas ini membuat gesekan makin tajam. Orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya dan menyerahkan pendidikan sepenuhnya pada sekolah sering kali menyalahkan sekolah jika anaknya melakukan sesuatu yang buruk. Begitu pula pihak sekolah, tuntutan akademik dan akreditasi menjadikan pola ajar dan mengajar hanya fokus pada penilaian akademik semata dan kurang memprioritaskan aspek moral, apalagi agama. Akibatnya, rasa hormat siswa pada guru dan orang tua makin luntur.
Selain itu pada level negara, UU yang ada nyatanya tidak mampu melindungi guru. Banyak pihak pesimis jika ada UU khusus akan efektif memberikan hak perlindungan hukum bagi para guru. Sebabnya, bukan isapan jempol semata jika negeri ini dikuasai mafia peradilan. Hukum bisa dibeli dengan uang dan kekuasaan. Artinya, seorang guru yang lemah posisi tawarnya tentu akan kesulitan mencari keadilan meski banyak UU yang sudah ditetapkan untuk melindungi guru.

Sistem Sekuler Kapitalisme
Jika kita telisik lebih dalam, sebenarnya semua persoalan di atas lahir dari sistem kehidupan sekuler kapitalisme. Sebabnya, pertama, negara sekuler niscaya melahirkan UU yang lemah. UU produk sekuler hanya menyandarkan pada hasil akal pikiran manusia yang tentu saja lemah dan terbatas. Sebagai contohnya UU Perlindungan Anak dan UU Guru, yang pada akhirnya seolah-olah saling menegasikan. Alih-alih melindungi anak dan guru, UU tersebut malah berpotensi saling menyerang balik.
Negara sekuler juga sangat meniscayakan lahirnya mafia peradilan sebab ketakwaan individu tidak tumbuh pada individu mayoritas pejabat. Inilah di antara hal yang bisa menyebabkan sulitnya memperoleh keadilan. Seorang guru yang posisi tawarnya lemah, akan mudah dipidanakan oleh orang tua siswa yang memiliki harta dan kedudukan, kendati UU-nya sudah dibuat sedemikian rupa untuk melindungi guru.
Kedua, sistem sekuler menjadikan setiap individu jauh dari agama. Tidak sedikit dari para guru, siswa, dan orang tua siswa yang kesehariannya jauh dari agama sehingga tidak ada kontrol diri dalam mengendalikan emosi. Kasus Guru Zahraman misalnya, yang mengalami kebutaan akibat diketapel orang tua murid yang kesal anaknya dihukum. Inilah yang makin menyuburkan gesekan antara guru, siswa, dan orang tua siswa.
Ketiga, sistem kehidupan sekuler kapitalisme melahirkan individu yang materialistis sehingga berdampak pula pada tujuannya untuk mengenyam pendidikan. Banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya dengan tujuan untuk mengubah nasib ekonomi keluarga. Dengan kata lain, pendidikan hanya disandarkan pada capaian materi. Tidak bisa dinafikan bahwa guru-guru hari ini dilahirkan dari sistem pendidikan sekuler kapitalisme yang sama-sama berorientasi pada materi.
Banyak guru yang mengajar sekadar untuk formalitas profesi yang membuatnya bergerak berdasarkan target materi tanpa peduli pada nasib generasi. Ketika pada gilirannya ada guru yang mencurahkan hidupnya untuk mengajar hingga dirinya tidak mempermasalahkan gaji rendah, malah dipandang sebelah mata sehingga mudah dipidanakan begitu saja.
Keempat, pola relasi antarmanusia dalam sistem sekuler hanyalah sebatas asas materi. Hilangnya rasa hormat seorang siswa kepada gurunya juga tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sekuler tersebut. Siswa bisa begitu lancang melaporkan gurunya karena merasa harta dan jabatan orang tuanya lebih tinggi dari gurunya.

Islam Memuliakan Guru
Guru adalah profesi mulia yang seharusnya dijaga muruahnya. Ia adalah sang pemilik ilmu sekaligus yang memberikan ilmu. Banyak dalil yang menggambarkan keutamaan beserta kedudukan guru di sisi Allah dan Rasul-Nya. Siapa saja yang memahami agama, sejatinya akan menjaga adabnya terhadap seorang guru. Ia akan memberikan perlakuan yang baik terhadap guru. Ia pun akan patuh terhadap nasihat gurunya sebab ia yakin semua itu juga merupakan kebaikan bagi dirinya.
Demikian pula dengan orang tua siswa. Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga adab kepada guru. Salah satu adab yang harus dilakukan anak didik beserta orang tuanya kepada guru adalah tidak mencari-cari kesalahan guru tersebut. Allah Swt. berfirman, “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. Al-Hujurat [49]: 12).
Para guru dalam sistem kehidupan Islam akan berlomba-lomba menjadi orang-orang terbaik. Motivasi utama mereka dalam mengajar adalah mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya. Rasulullah saw. bersabda, “Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak yang saleh yang mendoakannya.” (HR Muslim).
Dalam Islam, seseorang akan menjadi guru yang berkualitas dan fokus memberikan pengajaran terbaiknya pada setiap siswanya. Kualitas guru yang demikian itu sulit diraih dalam sistem kehidupan sekuler kapitalisme yang mengaitkan aktivitas pengajarannya pada nilai materi.
Terkait peran negara, memuliakan profesi guru adalah dengan menjamin kesejahteraan guru dengan sistem penggajian yang terbaik sehingga guru dapat menjalankan amanahnya dengan optimal. Negara juga akan memberikan perlindungan hakiki kepada guru dan murid dengan cara menerapkan aturan Islam secara kafah. Sebabnya, penerapan Islam secara kafah dengan sendirinya akan melindungi seluruh individu dari beragam profesi, termasuk guru.
Saat khalifah merumuskan suatu kebijakan, landasannya Al-Quran dan Sunah sehingga produk kebijakan/UU-nya memiliki kekuatan hukum hakiki dan mampu menyolusi persoalan. Kebijakan khalifah akan berfokus pada umat karena pemerintahannya independen tanpa intervensi kepentingan dari pihak luar. Inilah jaminan lahirnya kebijakan yang mampu melindungi semua pihak, termasuk para guru.

Sistem Pendidikan Islam
Perlindungan terhadap guru dan proses belajar mengajar yang optimal tidak bisa dilepaskan dari sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam. Islam mewajibkan negara sebagai pihak yang mengurusi seluruh kebutuhan hidup manusia, tidak terkecuali kebutuhan pendidikan. Negara akan serius mengatur urusan pendidikan rakyatnya agar hak berpendidikan diberikan kepada seluruh rakyatnya secara merata dan berkualitas.
Negara harus memahamkan pada rakyatnya akan tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk kepribadian Islam serta membekali siswa dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan.
Dengan begitu, semua pihak akan bersinergi dalam mencapai tujuan pendidikan menurut Islam. Tujuan ini menjadikan seorang guru optimal dalam mengajar karena ia meyakini bahwa siswa beserta orang tuanya telah mempercayakan amanah mengajar kepada sang guru. Dengan begitu, jangankan mengkriminalisasi guru, para orang tua justru akan mengapresiasi dan mendukung penuh konsep pengajaran guru kepada putra-putri mereka.
Tidak hanya guru, siswa, dan orang tua yang berusaha mewujudkan tujuan pendidikan, negara sebagai penanggung jawab urusan umat akan menjaga agar tujuan pendidikan Islam terwujud dengan baik. Hal ini salah satunya dengan menetapkan kurikulum pendidikan yang berlandaskan akidah Islam. Mata pelajaran dan metodologi penyampaiannya seluruhnya disusun tanpa menyimpang sedikit pun dari asas akidah.
Wallahu'alam bishawab
Bagikan:
KOMENTAR