Menanti Sistem Anti Miras, Demi Masa Depan Generasi


author photo

25 Apr 2024 - 21.31 WIB



Oleh Intan Marfuah
Aktivis Muslimah 


Peredaran Minuman Keras (miras) di Berau masih menjamur. Pihak keamanan diketahui sempat menertibkan beberapa warung yang diketahui menjual miras tersebut.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi I DPRD Berau, Falentinus Keo Meo menjelaskan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pelarangan Pengedaran dan Penjualan Minuman Beralkohol belum dapat diterapkan secara maksimal. Karena itu perlu direvisi.

“Memang sangat susah bagi pemerintah untuk melakukan penertiban sampai memusnahkan peredaran miras di Kabupaten Berau. Apalagi perda ini belum jelas juga,” tegasnya.

Kendati terhambat perda, Falen mengapresiasi petugas yang selama ini sudah menjalankan mandatnya menertibkan peredaran miras tersebut. Kendati demikian, Falen berharap agar penertiban miras ini tidak hanya dilaksanakan secara temporal.

“Kita ingin peredaran miras ini ditertibkan sepanjang waktu dan jangan hanya sekali saja. Karena kalau dilakukan hanya sekali dan tunggu laporan masuk, pasti penertiban tidak akan berjalan efektif,” imbuhnya.

Terkait penertiban miras yang berdampak pada situasi masyarakat kecil yang menjadikannya sebagai satu-satunya sumber penghasilan, Falen menegaskan bahwa revisi Perda miras pun sebenarnya hendak melihat hal itu.

“Meskipun tidak banyak yang menjadikan itu satu-satunya sumber penghasilan, mereka tetap masyarakat kita. Jangan diabaikan. Mereka butuh makan dan minum. Asalkan diatur atau dibatasi aksesnya,” jelasnya.

Karena itu, revisi Perda miras itu penting untuk mengakomodasi aktivitas dan keseharian segmen masyarakat yang berada dalam lingkaran itu. “Perda yang sifatnya umum ini nanti akan diperkuat secara detail dan teknisnya melalui turunannya dalam peraturan bupati. Tapi sekali lagi ini bersifat usulan,” tutupnya
(Mediakaltim.com,20-April-2024)

Memang cukup aneh langkah yang diambil penguasa di negeri ini meski mayoritas berpenduduk muslim,namun legalisasi terkait miras begitu mudah diketok palu. Seperti Permedag RI No. 20 tahun 2021 tentang kebijakan pengaturan dan impor miras yang kini dikritisi oleh MUI.

Menurut Ketua MUI Cholil Nafis dalam keterangan nya,Permedag RI No 20 tahun 2021 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor ini memang memiliki kepentingan wisatawan asing agar datang ke Indonesia, tetapi merugikan anak bangsa.

Tentu saja kegelisahan ini harus terus menerus disuarakan dalam rangka mengawal kebijakan penguasa. Bukan tidak aneh kebijakan saat ini senantiasa cenderung pada pihak asing termasuk pada wisatawan mancanegara. Kebijakan ini bukan lahir begitu saja melainkan ada sebuah paradigma yang mendasari kebijakan tersebut.

Paradigma ini adalah sekulerisme kapitalis, sebuah paham transnasional Barat yang mengajarkan pada manusia untuk memisahkan agama dari kehidupan. Manusia dapat membuat aturan sendiri,tidak perduli halal haram dan bebas berbuat apapun demi memuaskan hasratnya untuk meraih materi keuntungan materi sebanyak-banyaknya terutama keuntungan ekonomi. Sehingga fakta yang dihadapi adalah miras tetap di izinkan beredar meski dengan embel-embel dibatasi dan diawasi.

Karena itu selama sistem tetap diadopsi dan diterapkan sementara syariat Islam di campakkan masyarakat akan  terancam dengan miras dan segala mudaratnya. Sehingga penolakan yang dilakukan yak boleh cukup pada pelonggaran kuantitas miras, tapi harus menolak secara menyeluruh masuknya miras berapapun jumlahnya dan juga harus menentang produksi- distribusi miras dengan apapun karena bertentangan dengan syariat. 

Dan lebih dari itu kaum muslimin harus merobohkan paradigma sekuler kapitalis, yang saat ini dijadikan sistem kehidupan dan asas kebijakan penguasa kemudian menggantikannya dengan paradigma shahih yaitu Islam sebagai asas bernegara, bermasyarakat, maupun individu dalam sistem Khilafah.

Pasalnya hanya dengan Islam beserta institusi negaranya yang disebut Khilafah inilah hukum syariat akan diterapkan secara kaffah, tidak diotak-atik bahkan diabaikan keberadaannya. Dalam Islam, miras atau khamr jelas keharamannya seperti yang telah dijelaskan dalam surah Al- maidah(5):90. Syaikh Ali Ash-Shabuni dalam tafsir ayat al-Ahkam min Al Qur'an mengatakan "Tidak pernah disebutkan  sebab keharaman sesuatu melainkan dengan singkat. Namun, pengharaman khamr atau miras disebut secara terang-terangan dan rinci.

Allah SWT menyebutkan khamr dan judi bisa memunculkan permusuhan dan kebencian diantara orang beriman, memalingkan mukmin dari mengingat Allah dan melalaikan shalat. Allah ta'ala juga menyifati khamr dan judi dengan rijs(un)/kotor, perbuatan setan dan sebagainya. 

Semua ini mengisyaratkan dampak buruk miras. Miras tidak hanya merusak pribadi peminumnya. Miras juga berpotensi menciptakan kerusakan bagi orang lain. Mereka yang sudah tertutup akalnya oleh miras berpotensi melakukan beragam kejahatan, bermusuhan dengan saudaranya, mencuri, merampok, membunuh, memperkosa dan kejahatan lainnya. 

Pantas Nabi  Saw menyebut khamr sebagai Ummul khabaits atau induk dari segala kejahatan. "Khamr adalah biang kejahatan dan dosa yang paling besar. Siapa saja yang meminum khamr bisa berzina dengan ibunya,saudari ibunya,dan saudari ayahnya.
(HR Ath-Thabrani)

Islam juga melarang total semua hal yang terkait miras/khamr mulai dari pabrik dan produsen miras, distributor, penjual hingga konsumen. Rasul SAW bersabda, "Rasullullah telah melaknat terkait khamr sepuluh golongan : pemerasnya, yang minta diperaskan, peminumnya, pengantarnya,yang minta diantarkan khamr, penuangnya, penjualnya,yang menikmati harganya, pembelinya, dan yang minta di belikan." (HR at-Tirmidzi)

Islam menetapkan sanksi hukuman bagi orang yang meminum miras berupa cambukan 40 kali atau 80 kali. Ali bin Abi Thalib ra menuturkan, " Rasulullah Saw mencambuk (peminum khamr) 40 kali, Abu Bakar mencambuk 40 kali,Umar mencambuk 80 kali. Masing-masing adalah sunah. Ini yang lebih aku sukai. (HR Muslim).

Untuk pihak selain peminum khamr maka sanksinya berupa sanksi takzir. Bentuk dan kadar sanksi itu diserahkan kepada Khalifah atau qadi, sesuai ketentuan syariat. Tentu sanksi itu harus memberikan efek jera. Produsen dan pengedar khamr akan dijatuhi sanksi yang lebih keras dari peminum khamr. Pasalnya mereka menimbulkan bahaya lebih besar dan lebih luas bagi masyarakat. 

Inilah ketentuan syariat Islam yang akan diterapkan oleh Khilafah. Khilafah tidak akan mengambil kebijakan menghalalkan sesuatu yang telah jelas-jelas diharamkan oleh Allah sekalipun mendatangkan manfaat materil. Khilafah akan memberi sanksi pada siapapun yang melanggar. Sistem sanksi yang tegas ini berfungsi sebagai zawajir (mencegah orang lain dari berbuat pelanggaran serupa). Sedang jawabir adalah penebus dosa manusia di kehidupan di akhirat kelak.

Namun fungsi ini hanya akan terwujud jika Khilafahlah yang melakukannya. Selain itu Khilafah tidak akan mengemis-ngemis wisatawan mancanegara untuk mendapatkan devisa negara. Khilafah memiliki mekanisme tersendiri dalam sistem ekonomi, yang berbasis Baitul mal sebagai sumber keuangan negara . Inilah sistem yang akan menjaga kaum muslim dari khamr secara total dan yang seharusnya diperjuangkan.
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT