THR di Pajak Disaat Kebutuhan Meningkat


author photo

15 Apr 2024 - 13.09 WIB


Oleh : Milda, S.Pd
(Aktivis Muslimah)

Ada saja yang membuat Arijal resah. Belum juga terima Tunjangan Hari Raya (THR) dari perusahaannya, kabar pemotongan lewat pajak THR yang konon lebih tinggi membuat pikirannya berkecamuk. Terlebih perhitungan pajak tunjangan yang datangnya setahun sekali itu akan dilakukan penyesuaian lewat mekanisme baru.

"Sudah gaji seadanya, dipotong pajak seenaknya," keluh karyawan swasta yang bekerja di wilayah Tendean, Jakarta Selatan, kepada Tirto Rabu (27/3/2024).

Dalam buku Cermat Pemotongan PPh Pasal 21/26 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) disebutkan, penghitungan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 pada bulan diterimanya THR dihitung berdasarkan skema tarif efektif rata-rata (TER). TER terbagi atas Tarif Efektif Bulanan dan Tarif Efektif Harian.

Tarif Efektif Bulanan dikategorikan berdasarkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai status perkawinan dan jumlah tanggungan wajib pajak pada awal tahun pajak. TER Efektif Bulanan terbagi menjadi kategori Kategori A, Kategori B, dan Kategori C. Sedangkan Tarif Efektif Harian ditetapkan khusus untuk pegawai tidak tetap. https://tirto.id/polemik-skema-baru-pajak-thr-yang-membuat-para-pekerja-resah-gXlf

Rakyat dihadapi dengan berbagai dilema kehidupan disaat kebutuhan meningkat apalagi menjelang lebaran rakyat dihadapkan dengan tingginya pajak saat menerima THR. Tentu hal ini merupakan beban bagi rakyat mengingat THR dianggap dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari khususnya menjelang lebaran terlebih yang ingin mudik lebaran.

Penetapan pajak THR merupakan fakta rusaknya penerapan sistem kapitalis yang diadopsi negeri ini. Sistem ekonomi kapitalisme yang mengedepankan asas manfaat membuat negara  yang mestinya menjadi pelayan namun berbalik arah menjadikan uang rakyat sebagai penghasilan negara.

Dalam negara kapitalis, pajak merupakan salah satu sumber pemasukan negara. Bahkan apa saja bisa ditetapkan pajaknya. Miris tentu menghadapi kondisi saat ini, rakyat yang begitu berharap dengan adanya bonus THR menjelang lebaran tetapi harus menerima kenyataan dengan besarnya potongan pajak di tengah kebutuhan yang mendesak. 

Seolah yang mendanai negara adalah rakyat dengan segala kebutuhan rakyat. Menjadi sebuah pertanyaan apa yang melatarbelakangi sebagian besar sarana publik dipajaki? Rakyat harus berkaca dengan kondisi yang dialami  di tengah keberlimpahan SDA yang harusnya tidak dibebankan dengan pajak, sebab hasil SDA yang ada seharusnya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

Faktanya pajak yang dibebankan kepada rakyat digunakan sebagai sarana pembangunan dan roda perekonomian dengan pelayanan yang semua itu belum tentu bisa dinikmati rakyat.  Pajak yang ada justru semakin membuat kesenjangan antara si kaya dan si miskin.

Permasalahan yang dihadapi rakyat memang sangat mengiris hati sehingga perlu adanya sistem yang benar yakni sistem pemerintahan Islam yang telah terbukti berabad-abad lamanya menguasai dunia serta mampu mengeluarkan umat dari kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok tanpa harus membayar pajak. 

Dalam Islam berbagai pemasukan negara mampu membiayai seluruh kebutuhan rakyat melalui pendapatan fai, kharaj dan berbagai pendapatan 
lainnya yang semua itu mampu terpenuhi butuhan pokok sehari-hari. 

Jikapun harus ada pajak namun pajak adalah pilihan terakhir yang dilakukan negara untuk mengumpulkan dana, dan itupun hanya pada kondisi khusus atau tertentu dan hanya dibebankan kepada rakyat yang kaya saja.

Dengan sistem Islam umat akan sejahtera. Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan rakyatnya melalui berbagai mekanisme kebijakan yang sarat dengan pemenuhan kebutuhan rakyat bukan melalui pajak THR. Melihat berbagai kebijakan zalim yang dihasilkan dari penerapan sistem kapitalisme yang rusak ini maka sudah seharusnya sistem rusak ini dihilangkan dan diganti dengan sistem Islam yang penuh dengan kebaikan. Yang mana dalam Islam Allah telah menjamin terpenuhinya kebutuhan umat. Sebagaimana dalam firman-Nya

“Dialah (Allah) yang telah menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. Al-Baqarah: 29).

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (Q.S. Fussilat: 53). Wallahu Alam Bishowab.
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT