Mahasiswi S1 Prodi Komunikasi dan penyiaran Islam UIN AR-Raniry dan Peminat Penulisan Pendapat
(icutt204@gmail.com)
Terhitung sejak awal tahun 2000-an Korean wave atau gelombang Korea merupakan istilah yang merujuk pada fenomena budaya Korea yang dengan cepat menyebar secara global termasuk Indonesia yang terkena dampak ini atau lebih sering disebut demam Korea. Demam Korea ini mulai merambah di Indonesia melalui drama-drama yang ditayangkan oleh televisi swasta, melalui musik seperti adanya boy group dan girl group Korea, Melalui acara-acara Variety show seperti Acara yang paling terkenal adalah Running Man.
Melalui hal ini banyak anak muda dan berbagai kalangan begitu menyukai hal-hal yang berbau Korea salah satunya dalam hal fashion. Tidak dapat dipungkiri ide fashion yang dimiliki Korea sangatlah modis dan memiliki selera berpakaian yang disukai oleh anak muda. Kini hal ini menjadi trend dimana anak muda berlomba-lomba menggunakan Korean style sebagai acuan berpakaian sehari-hari.
Akhir-akhir ini Indonesia juga di hebohkan dengan adanya Trend kebaya Korea yang kini mulai digandrungi oleh anak muda. Kebaya Korea ini memadukan kain renda seperti kebaya dengan baju tradisional Korea yaitu Hanbook.
Hadirnya trend ini bermula dari media sosial seperti Tik Tok dan Instagram. Para penjual di platform media sosial ini menjual kebaya korea ini dengan memberi label kata kebaya Korean style untuk menarik minat pembeli dimana saat ini anak muda sangat tertarik dengan budaya Korea.
Hal ini memunculkan Pro dan Kontra di khalayak. Ada yang berpendapat bahwa hal ini adalah hal yang terlalu berlebihan dan merusak nilai religius dan sakral yang dimiliki kebaya. Di satu sisi ada yang beranggapan bahwa hal ini adalah hal yang baik karena melalui trend ini budaya Indonesia dapat lebih mendunia dan diketahui oleh banyak kalangan.
Dalam wawancara bersama Deknong Kemalawati atau akrab disapa dengan D. Kemalawati. Merupakan salah satu penyair hebat modern Indonesia, juga mantan pengurus dewan kesenian Banda Aceh, sekaligus pemenang hadiah sastra pemerintah Aceh mengatakan bahwa hal ini merupakan bagian dari sebuah fashion dan selama unsur budayanya tetap ada maka hal itu bukanlah masalah. Beliau juga menegaskan bahwa kita jangan terlalu stagnan yaitu kita tetap perlu mengikuti perkembangan zaman dan memerlukan adanya kekreatifan juga pasti kita akan kembali lagi ke akar budaya yang asli ketika masa trend tersebut telah habis.
“Terkait hal itu memang lagi fashionnya ya, kayaknya hal itu kita pasti akan kembali ke akar budayanya tapi, tidak selamanya kita mau stagnan juga, mengikuti perkembangan zaman juga. Tapi kalau itu unsur-unsur kebayanya ada ya oke. Biasanya kita tuh tetap nanti kembali lagi ke akar budaya tetap akan kembali” Ungkap tokoh sastrawan dan budayawan itu ketika melakukan wawancara dengan saya mengenai isu trend budaya Korea ini pada Senin, 27 Mei 2024.
Trend-trend seperti ini adalah hal yang tidak bisa dihindari karena dalam berbudaya pasti akan mengalami naik dan turunnya minat budaya seseorang. Saat ini kita memang asyik dengan budaya asing bukan hanya korea tapi pengaruh negara lain juga. Sehingga selama unsur dari budaya asli masih ada itu bukanlah masalah. Namun, satu sisi perlunya ada pengawasan langsung oleh budayawan terutama tokoh-tokoh dalam dunia mode yang harus memantau dan mengajak kembali agar budaya lokal tidak tercampur. Karena pada dasarnya semuanya akan tetap digali lagi dan dicari ke asliannya.
Sebagai contoh baju adat Aceh yang digunakan dalam pesta pernikahan telah banyak yang memodifikasinya menjadi lebih modern. Tak jarang kita temui baju adat Aceh yang dikenakan pengantin yang aslinya menggunakan celana dirombak menjadi seperti gaun ataupun perpaduan adat Aceh dan India yang juga sempat menjadi trend. Namun tak jarang juga kita melihat banyak juga yang masih menggunakan baju adat Aceh sesuai dengan budaya aslinya. Disini menunjukkan bahwa dengan berbagai versi pakaian dan trend yang muncul tetapi masyarakat akan tetap kembali lagi menggunakan adat aslinya.
Beliau juga memberi contoh bahwa dahulu trend kebaya seperti ini juga pernah ada. Bedanya bila saat ini dipadukan dengan baju tradisional Korea maka, dahulu dipadukan antara kebaya dengan celana jeans dan saat itu dianggap keren dan bagus. Tetapi setelah itu kembali lagi dimana orang tetap menggali budaya sendiri dan memakai yang asli lagi.
Saat ini jika kita melihat acara wisuda dan bridesmaid di acara pernikahan yang digelar banyak yang menggunakan baju kebaya modern sebagai dress outfit mereka dan ini merupakan hal yang sangat baik. Disini menunjukkan bahwa tingkat ketertarikan masyarakat menggunakan baju kebaya telah meningkat. Walaupun belum sampai dititik baju kebaya digunakan dalam kegiatan sehari-hari namun bila ada acara seperti pernikahan, wisuda, atau menyambut hari peringatan Kartini tercatat bahwa adanya peningkatan penjualan yang terjadi di pasar dimana bila sudah mendekati digelarnya sebuah acara masyarkat beramai-ramai membeli baju kebaya.
Para pengrajin menyadari adanya peningkatan dalam minat masyarakat menggunakan kebaya. Mereka menjadi lebih bersemangat untuk memberikan ide kreatif dan menarik pada baju kebaya agar menarik pembeli. Tentunya hal ini berdampak baik bagi ekonomi terutama bagi pengusaha UMKM yang ada.
D. Kemalawati juga menghimbau kepada budayawan agar banyak event seperti, pekan kebudayaan Aceh yang digelar setiap 4 tahun sekali dengan masukan dalam penggelaran event budaya tidak hanya mengutamakan produk-produk saja tetapi juga harus digali lebih dalam. Beliau juga berharap agar anak muda terus berkreatifitas dan berkarya dalam berbagai sektor budaya dan cakap dalam melakukan branding produk ataupun karya yang dimiliki.