Oleh : Purwanti, S.Pd
GURU BK SMP
Pendidikan merupakan salah satu pondasi yang penting bagi kehidupan manusia. Dengan pendidikan akan menentukan bagaimana arah dan tujuan individu di masa depan. Sama halnya dengan sebuah negara, untuk mencapai sumber daya yang berkualitas, maka dibutuhkan sistem pendidikan yang berkualitas pula.
Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak mendapat Pendidikan”, hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan merupakan hak setiap individu atau warga negara. Kualitas pendidikan ini nantinya juga akan menentukan kemajuan suatu negara.
Secara umum pendidikan Indonesia masih jauh dari harapan bangsa. Persoalan yang sama setiap tahunnya terus saja berulang. Mulai dari kurang meratanya atas ketersediaan sarana pendidikan, tenaga pendidiknya, kurikulum yang masih bersifat teoritis, serta berbagai dinamika persoalan lainnya menjadi tantangan tersendiri dalam dunia pendidikan.
Demikian pula kondisi pendidikan di Kalimantan Timur. Berbagai ketimpangan masih terjadi, baik dari sisi kualitas pendidikan dan mutu sekolah, distribusi guru yang tidak merata, hingga persoalan kesejahteraan guru masih menjadi PR besar dalam dunia pendidikan.
Sebagaimana Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menyoroti kondisi dunia pendidikan di Kota Tepian yang masih menghadapi berbagai masalah serius, mulai dari sarana dan prasarana hingga ketersediaan sumber daya manusia (SDM). Ia mengungkapkan bahwa banyak sekolah di Samarinda yang masih kekurangan guru, serta terdapat beberapa kecamatan yang tidak memiliki sekolah, baik di tingkat SMP maupun SMA. Menurutnya, penyelenggaraan pendidikan tidak akan optimal tanpa adanya sinkronisasi antara anggaran dan ketersediaan guru, baik yang berstatus honor, PNS, maupun PPPK. Kekurangan ini, menjadi penghambat utama dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Samarinda. (beritakaltim.co/2024/08/23)
Kondisi pendidikan ini juga merupakan cerminan pendidikan secara umum. Dan hampir semua di wilayah yang ada di Indonesia pada dasarnya memiliki persoalan yang sama. Hal ini menunjukkan wajah dunia pendidikan secara keseluruhan sekalipun terus berbenah namun tetap saja menjadi PR tiada akhir yang selalu muncul ke permukaan.
Akar masalah Problematika Sistem Pendidikan di Indonesia
Jika ingin dirincikan ada beberapa persoalan sistemik dalam dunia pendidikan yang sedang dihadapi. Akan tetapi, selama sistem kapitalis/sekuler masih menjadi pijakan utama dalam dunia pendidikan. Tentu persoalan yang sama akan selalu berulang, seperti:
Pertama, problematika kualitas pendidikan Indonesia dan jika dibandingkan dengan negara lainnya Indonesia masih pada peringkat terkahir dari 40 negara dunia. Untuk mewujudkan sistem pendidikan yang optimal tentu harus dibarengi dengan fasilitas sarana prasarana yang mendukung, namun dalam realisasinya pemerintah masih cenderung berfokus pada daerah perkotaan saja sehingga akses pendidikan di daerah pelosok atau desa masih kurang memadai sehingga dapat membatasi siswa untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas
Kedua, problematika pemetaan pendidikan Indonesia. Masih banyak anak bangsa tak mampu menikmati pendidikan wajib 9 tahun karena persoalan ekonomi. Padahal pemerintah telah mengalokasikan 20% dari APBN. Anggaran pendidikan sebesar Rp. 487,9 Triliun, namun belum mampu memberikan kontribusi yang besar dan signifikan dalam dunia pendidikan.
Ketiga, problematika praktik pendidikan Indonesia yang selalu menggonta-ganti kurikulum bahkan sejak 1947 sampai dengan hari ini. Nyatanya, kualitas pendidikan juga tak memberikan perubahan yang signifikan. Setiap pergantian menteri pendidikan diikuti dengan perubahan kurikulum. Hal ini menjadikan sistem pendidikan di Indonesia kurang berjalan secara optimal, karena tidak ada pedoman yang pasti dalam kegiatan belajar mengajar.
Keempat, problematika guru Indonesia. Mulai dari aspek kualitas yang masih rendah dan kesejahteraan yang selalu memprihatinkan. Pada kenyataannya, banyak juga di daerah-daerah pelosok di Indonesia yang masih kekurangan tenaga pendidik yang mampu dan memiliki standar kompetensi dalam bidangnya, kurangnya pemerataan tenaga pendidik ini tentunya harus menjadi perhatian serius terutama di daerah pelosok supaya tidak terjadi ketimpangan yang mencolok antara daerah pelosok dan kota.
Inilah problem Pendidikan yang diterapkan ala sekuler kapitalis yang gagal memenuhi kebutuhan hak pendidikan generasi secara optimal. Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab negara tetapi diserahkan kepada swasta atau individu. Kualitas pendidikan rendah karena orientasi materi, kurikulum visi dan misi pendidikan pun jauh dari nilai agama. Adapun Revisi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan bukanlah langkah solusi. Mengingat tujuan merevisi Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan hanya untuk mengakomodir beberapa aspek pendidikan yang belum teratur dalam regulasi yang dinilai tidak lagi sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Sangat terlihat persoalan ini senantiasa berulang-ulang dan tak pernah ada cahaya yang cerah sehingga berdampak pada kualitas SDM anak generasi bangsa. Dalam sistem kapitalisme liberal, negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator dengan membuat regulasi berupa undang-undang. Implikasinya negara berlepas tangan dari pengurusan urusan masyarakat, termasuk dalam masalah pendidikan. Hilangnya peran negara dalam pendidikan akan berdampak pada semakin banyaknya kemiskinan yang ada di negeri ini. Hal ini terjadi karena banyak anak yang gagal dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Lantas mau sampai kapan sistem pendidikan yang berbasis kapitalis/sekuler terus dipertahankan? Padahal kehidupan pendidikan di negeri ini selalu begini-begini saja.
Syariat Islam Solusi Dalam mengatur Sistem Pendidikan
Pemerintah semestinya menyadari bahwa pendidikan adalah investasi peradaban masa depan. Pemerintah tidak akan rugi jika menganggarkan dana besar untuk pendidikan. Hal ini demi menghasilkan barisan generasi terdidik, para calon pemimpin, dan SDM unggul pembangun peradaban.
Cara pandang dan pengaturan syariat Islam terhadap penyelenggaraan dan pembiayaan pendidikan berawal dari sabda Rasulullah saw.,
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR Ibnu Majah).
Juga berdasarkan pada firman Allah :
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, ‘Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu,’ maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti dengan apa yang kamu kerjakan.” (TQS Al-Mujadalah [58]: 11).
Serta hadis,
“Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Anggaran pendidikan dalam negara Islam (Khilafah) bersifat mutlak. Khilafah memosisikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan pokok (primer) rakyat yang disediakan oleh negara dan diberikan kepada rakyat dengan biaya murah bahkan gratis karena Khilafah memiliki sumber pemasukan yang beragam dan berjumlah besar. Khilafah juga wajib menyelenggarakan pendidikan sesuai tuntunan dan metode pembelajaran Islam.
Semua individu rakyat mendapatkan kesempatan yang sama untuk bisa menikmati pendidikan pada berbagai jenjang, mulai dari dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi tanpa membedakan latar belakangnya, baik muslim maupun nonmuslim, miskin maupun kaya.
Di dalam Khilafah, sumber pembiayaan pendidikan bisa berasal dari sejumlah pihak, yakni dari individu warga secara mandiri, infak/donasi/wakaf dari umat untuk keperluan pendidikan, serta pembiayaan dari negara. Bagian pembiayaan dari negara inilah yang porsinya terbesar. Bersamaan dengan itu, Islam tidak akan membiarkan adanya celah yang memungkinkan pendanaan pendidikan secara haram. Khilafah menerapkan sistem ekonomi Islam yang memiliki banyak mekanisme sehingga harta yang masuk ke baitulmal adalah harta yang halal dan berkah.
Khilafah juga menetapkan sejumlah pos pemasukan negara di baitulmal untuk memenuhi anggaran pendidikan. Di antaranya dari pendapatan kepemilikan umum seperti tambang minerba dan migas. Juga fai, kharaj, jizyah, dan dharibah (pajak). Khusus untuk pajak, hanya diambil dari rakyat pada saat kas baitul mall kosong dan dikenakan hanya pada orang kaya laki-laki.
Untuk mengelola pembiayaan pendidikan, Khilafah menunjuk para pejabat yang amanah. Hal ini akan menutup celah korupsi karena para pejabat itu sadar bahwa jabatan mereka mengandung pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Selain pembiayaan, Khilafah juga menjamin keberlangsungan sistem pendidikan. Hal ini terwujud dalam bentuk pembangunan infrastruktur pendidikan, sarana dan prasarana, gaji yang layak untuk pegawai dan tenaga pengajar, serta asrama dan pemenuhan kebutuhan hidup para pelajar, termasuk uang saku mereka.
Keberhasilan sistem pendidikan Islam dalam melahirkan generasi atau intelektual yang hebat, beriman, bertakwa dan senatiasa berpikir cemerlang tidak mungkin akan terwujud dengan tetap mempertahankan sistem pendidikan sekuler yang berasal dari ideologi kapitalis, seperti yang diterapkan oleh negara saat ini.
Hanya dengan kembali kepada sistem pendidikan Islam melalui penegakan khilafahlah satu-satunya cara yang telah berhasil mewujudkannya. Sudah waktunya kita berpaling dari sistem kapitalisme sekuler dan kembali pada Islam yang telah Allah jadikan sebagai solusi bagi setiap permasalahan bagi kaum muslimin.
Wallahualam bisshawab.