Aceh Utara | Minggu, 20 Juli 2025 – Pemerintah Kabupaten Aceh Utara kembali jadi sorotan tajam. Kali ini, kasus hilangnya legalitas Gampong Alue Tingkeum, Kecamatan Lhoksukon, menyeret nama-nama pejabat daerah dalam dugaan praktik maladministrasi yang dianggap telah merampas hak-hak dasar rakyat.
Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Rakyat Aceh Membangun (GRAM) mengecam keras sikap Pemerintah Kabupaten Aceh Utara yang dinilai lalai bahkan terkesan melakukan pembiaran terhadap penderitaan panjang warga Alue Tingkeum. Ketua GRAM, Muhammad Azhar, menyebut tindakan ini bukan sekadar kelalaian administratif tetapi bentuk kezaliman terang-terangan terhadap rakyat.
“Ini bukan sekadar kelalaian, ini pengkhianatan terhadap amanah konstitusi dan nilai-nilai keadilan. Pemerintah telah mencabut kedaulatan warga Alue Tingkeum tanpa alasan yang sah,” tegas Azhar.
Menurut GRAM, status hukum desa yang telah eksis dan dihuni oleh ratusan jiwa, tiba-tiba dihapus begitu saja tanpa dasar dan komunikasi yang jelas. Ironisnya, hingga kini Pemerintah Aceh Utara memilih diam dan bungkam, meski telah berkali-kali dimintai klarifikasi oleh berbagai pihak.
“Ketika rakyat terus membayar kewajiban sebagai warga negara, pemerintah malah mencabut hak-hak mereka. Ini pelanggaran serius terhadap sila ke-5 Pancasila dan nilai-nilai kemanusiaan,” tambah Azhar.
GRAM juga mempertanyakan logika penghapusan yang kabur: jika Alue Tingkeum dianggap harus tunduk kepada “desa induk”, maka desa induk yang dimaksud pun tak jelas. Data menunjukkan Alue Tingkeum telah lama berdiri secara administratif. Bahkan GRAM menduga, ada upaya sistematis dari pemerintah untuk mengurangi jumlah desa melalui penggabungan paksa demi efisiensi semu.
“Jangan bodohi rakyat dengan akrobat birokrasi. Ini jelas penghilangan identitas sebuah desa. Dugaan adanya program penggabungan desa tanpa persetujuan warga makin menguatkan indikasi kesengajaan,” kecamnya.
Muhammad Azhar menilai penderitaan warga Alue Tingkeum bukanlah perkara baru, namun telah berlangsung bertahun-tahun tanpa penyelesaian. Kini, GRAM berdiri bersama warga menuntut keadilan, menuntut dikembalikannya status desa yang dirampas oleh kebijakan keliru dan pejabat yang tidak bertanggung jawab.
“Ini soal martabat, bukan sekadar nama administratif. Jika pemerintah tak segera mengembalikan status Alue Tingkeum, maka jelas bahwa mereka telah menukar tanggung jawabnya dengan kepentingan tertentu,” tutup Azhar.
Kisruh Alue Tingkeum adalah cermin buram wajah birokrasi Aceh Utara. Pemerintah daerah ditantang untuk berhenti bungkam dan mulai bertindak sebelum rakyat sepenuhnya kehilangan kepercayaannya.(**)