Gonjang-Ganjing PT PEMA: Korupsi, Pungli, dan Konflik Internal Mawardi Nur Hanya Diam?


author photo

6 Jul 2025 - 18.55 WIB



Banda Aceh | Minggu, 6 Juli 2025 — PT Pembangunan Ekonomi Masyarakat Aceh (PT PEMA), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang digadang-gadang sebagai motor penggerak ekonomi Aceh, kini berada di ujung tanduk. Tiga persoalan krusial menggerogoti tubuh perusahaan dugaan korupsi, praktik pungutan liar, dan konflik internal yang membusuk. Namun, Direktur Utama PT PEMA, Mawardi Nur, justru dinilai pasif dan tak menunjukkan kepemimpinan tegas.

Kondisi ini diungkap secara keras oleh Ikatan Mahasiswa dan Pemuda (IMP) Seramoe Mekkah, melalui juru bicaranya Fauzul Kabir Ash Shiddiq, dalam pernyataan resmi mereka kepada media, Senin pagi.

1. Proyek Rp 72 Miliar Diduga Sarat Korupsi

Sorotan tajam pertama tertuju pada proyek revitalisasi tangki senilai Rp 72 miliar yang berjalan sejak 2022 hingga 2024. IMP menilai proyek tersebut sarat dugaan penyimpangan, mulai dari pengadaan tanpa transparansi, potensi markup, hingga indikasi pengeluaran fiktif.

“Proyek strategis justru berubah jadi lubang kebocoran anggaran. Ini bentuk pengkhianatan terhadap misi pendirian PT PEMA,” kecam Fauzul.


IMP menilai proyek ini bukan hanya merugikan perusahaan, tapi juga membuka indikasi korupsi sistemik yang sudah mendarah daging dalam tubuh manajemen.

2. Pungutan Liar di Internal Perusahaan

Laporan lain yang diterima IMP mengungkap adanya praktik pungli oleh oknum di lingkungan PT PEMA. Dugaan ini melibatkan manajemen hingga staf, yang disebut memanfaatkan jabatan demi keuntungan pribadi.

“Pungli ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi bukti buruknya sistem pengawasan dan rapuhnya kepemimpinan di internal PEMA,” lanjut Fauzul.

Praktik ini menciptakan keresahan dan demoralisasi di kalangan karyawan dan mitra usaha, yang akhirnya berimbas pada produktivitas perusahaan.

3. Krisis Kepemimpinan dan Konflik Internal

Tak hanya persoalan keuangan, PT PEMA juga dilanda kisruh internal yang melibatkan petinggi hingga staf teknis. Benturan visi, perbedaan kebijakan, dan gaya kepemimpinan otoriter disebut sebagai biang kerok.

Konflik ini berdampak langsung pada terhambatnya proyek-proyek vital dan runtuhnya semangat kerja di lingkungan perusahaan.

“Bagaimana perusahaan bisa berkembang jika internalnya terus dilanda tarik menarik kepentingan? Ini krisis kepemimpinan nyata! Mawardi Nur harusnya jadi pemimpin, bukan penonton,” tegas Fauzul.

IMP Serukan Evaluasi Total

IMP Seramoe Mekkah menilai PT PEMA sebagai aset rakyat Aceh yang tak boleh terus-menerus dikelola secara serampangan oleh segelintir elite yang hanya mengejar kepentingan pribadi.

“Kami akan terus mengawal isu ini sampai tuntas. PT PEMA harus diselamatkan, bukan dikorbankan oleh manajemen yang gagal,” tutup Fauzul.(**)

Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT