Bukan Nikah Mudanya yang Salah, Sistem Hidupnya yang Rusak


author photo

12 Okt 2025 - 18.44 WIB



Oleh : Lili Agustiani, S. Pd (Pemerhati Masalah Sosial)

Fenomena pernikahan anak di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, kembali menjadi sorotan publik. Sepanjang Januari hingga Agustus 2025, DPPKBP3A Paser mencatat 68 kasus konseling pernikahan anak. Angka ini menunjukkan peningkatan dibanding total 55 kasus konseling pernikahan anak sepanjang 2024. Kepala DPPKBP3A Paser, Amir Faisol, menyatakan bahwa data konseling ini mencerminkan tren yang mengkhawatirkan. Pernikahan anak ini tetap terjadi meski undang-undang menyebut batas minimal usia menikah adalah 19 tahun. Masyarakat banyak mengajukan dispensasi nikah melalui jalur pengadilan setelah konseling.

Dari total 68 kasus yang dikonseling, 46 kasus melibatkan anak yang telah putus sekolah. Selanjutnya, 12 kasus melibatkan remaja lulusan SMA yang usianya belum mencapai 19 tahun. Sisanya, yaitu 10 kasus, terjadi akibat kehamilan di luar nikah atau fenomena “married by accident”. Faktor kehamilan luar nikah ini sering dikaitkan dengan rendahnya akses pendidikan dan informasi. Upaya konseling ini menjadi salah satu mekanisme negara untuk mencegah praktik pernikahan anak.

Kasus pernikahan anak di Paser bukan fenomena baru dan masih terus menantang. Pada tahun 2024, total kasus pernikahan anak di bawah usia 19 tahun tercatat lebih tinggi di beberapa laporan, seperti 109 kasus sepanjang 2024. Tren menunjukkan bahwa meskipun ada penurunan dari tahun sebelumnya, praktik ini masih tinggi di Kaltim. DPPKBP3A Paser menjalin koordinasi dengan Pengadilan Agama dan sekolah untuk memperkuat upaya pencegahan. Selain itu, pihak lembaga menyebut bahwa “married by accident” menjadi pemicu meningkatnya dispensasi nikah. Dengan empat bulan tersisa hingga akhir 2025, pemerintah daerah memperkirakan konseling pernikahan anak dapat terus bertambah.

*Akar Masalah Pernikahan Anak di Balik Sekulerisme dan Kapitalisme*
Fenomena meningkatnya pernikahan anak di Kabupaten Paser hanyalah satu potret kecil dari kerusakan sosial yang menjalar di seluruh negeri. Maraknya pornografi dan pornoaksi di berbagai media menjadikan rangsangan seksual mudah diakses bahkan oleh anak-anak. Tayangan, iklan, dan media sosial yang bebas tanpa filter mempercepat rusaknya moral generasi muda. Akibatnya, banyak remaja terjerumus dalam pergaulan bebas hingga berujung pada kehamilan di luar nikah. Lalu, pernikahan anak menjadi “jalan keluar” instan dari dosa yang sudah terjadi.

Kekhawatiran pemerintah terhadap pernikahan anak sejatinya berangkat dari pandangan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Mereka hanya melihat dari sisi materi dan psikologis, bukan dari akar spiritual dan moral. Maka lahirlah undang-undang pembatasan usia nikah dengan dalih kesiapan fisik dan mental. Padahal, Islam justru memperbolehkan pernikahan dini jika telah mampu secara agama dan tanggung jawab. Ironisnya, kebijakan ini justru menyerang ajaran Islam yang memuliakan pernikahan sebagai penjaga kehormatan.

Mayoritas penyebab pernikahan anak di Paser adalah kehamilan di luar nikah. Fakta ini menunjukkan hancurnya sistem pergaulan yang dibangun di atas sekulerisme liberal. Anak-anak kehilangan kontrol karena lingkungan sosial tidak menuntun mereka pada ketakwaan, melainkan pada kebebasan tanpa batas. Pendidikan pun gagal menanamkan rasa malu dan tanggung jawab moral, karena nilai-nilai agama diabaikan dalam sistem pendidikan nasional. Akibatnya, seks bebas menjadi fenomena biasa di tengah masyarakat yang permisif.

Sayangnya, pemerintah tidak melihat akar persoalan secara utuh. Solusi yang diambil sebatas konseling dan dispensasi nikah, bukan pembenahan sistemik terhadap penyebab utamanya. Padahal, liberalisasi informasi dan gaya hidup adalah buah dari sistem kapitalisme sekuler yang menjadikan kebebasan individu sebagai nilai tertinggi. Negara hanya menjadi regulator yang mengatur dampak, bukan mencegah sebab. Inilah mengapa masalah moral remaja tidak kunjung selesai, justru makin parah dari waktu ke waktu.

Akar dari semua kerusakan ini adalah penerapan sistem kapitalisme sekuler yang menyingkirkan agama dari kehidupan. Islam sejatinya memiliki solusi paripurna dengan menutup semua pintu menuju zina, menjaga pandangan, dan menegakkan aturan sosial yang berpihak pada kesucian generasi. Hanya dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh, pendidikan, media, dan masyarakat bisa kembali diarahkan untuk membentuk generasi bertakwa, bukan generasi bebas yang terseret arus nafsu dan hedonisme dunia.

*Solusi Islam Mengatasi Pernikahan Anak dan Krisis Moral Remaja*
Islam tidak menyalahkan pernikahan dini dan tidak membatasi usia nikah, sebab yang harus diperhatikan adalah akar masalahnya. Islam menuntun agar anak yang telah balig disiapkan untuk menanggung taklif hukum. Karena itu, kurikulum pendidikan harus diarahkan untuk menanamkan pemahaman agama sejak dini. Sekolah dan keluarga perlu bersinergi membina akidah, adab, serta tanggung jawab moral anak. Dengan demikian, ketika usia balig tiba, mereka siap menjalankan kewajiban hidup, termasuk dalam urusan pernikahan.

Media dalam pandangan Islam semestinya berfungsi sebagai sarana edukasi dan pembentuk ketakwaan masyarakat. Tayangan, konten, maupun iklan harus bernilai mendidik dan tidak menstimulasi syahwat. Allah SWT berfirman, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman agar mereka menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya” (QS. An-Nur [24]: 30). Negara wajib melarang segala bentuk pornografi, pornoaksi, serta hal-hal yang mendekatkan pada zina. Bagi pelaku dan penyebarnya, Islam menetapkan sanksi yang tegas agar menjadi efek jera dan penjaga kehormatan masyarakat.

Dalam sistem sosial Islam, interaksi antara laki-laki dan perempuan diatur dengan jelas. Islam mewajibkan menutup aurat, melarang khalwat (berduaan tanpa mahram), melarang pacaran, dan membatasi komunikasi yang tidak memiliki kebutuhan syar’i. (Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham Ijtima’i fil Islam). Pemerintah sebagai pengemban amanah wajib menegakkan hukum Allah dalam seluruh aspek kehidupan. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk” (QS. Al-Isra [17]: 32). Dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh, generasi akan terjaga dari pergaulan bebas, dan pernikahan kembali menjadi ibadah yang memuliakan manusia. Wallahua’lam bishowab
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT