Dengan Miras Akankah Tetap Waras?


author photo

6 Mar 2021 - 08.17 WIB




"Mirasantika???...No Way!!".
Ungkapan tersebut terdengar tidak asing bukan?
Benar sekali, ungkapan itu terdapat dalam lirik lagu yang dinyanyikan olah seorang pedangdut kondang asal tanah air, Rhoma Irama.

Mirasantika sendiri ialah singkatan dari Minuman Keras dan Narkotika. Dalam lagu tersebut, bung Rhoma mengingatkan untuk menjauhi barang haram tersebut. Karena efek yang ditimbulkan dapat merusak akal manusia.

Namun disini, penulis tidak akan membahas tentang lagu dangdut tersebut, melainkan tentang Peraturan Presiden (Perpres) tentang industri minuman keras (miras) yang hampir saja dilegalkan. Perpres tersebut menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan masyarakat, mulai dari Partai Politik hingga para ulama.

Dikutip dari Sindonews.com Presiden Jokowi telah memutuskan mencabut lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Di dalamnya, Jokowi menetapkan industri minuman keras (miras) ke dalam Daftar Positif Investasi (DPI) mulai 2 Februari 2021.

"Bersama ini, saya sampaikan, saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," ujar Jokowi dalam jumpa pers, Selasa (2/3/2021).

Sebelumnya dilansir dari Viva.co.id Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat M Cholil Nafis menolak kebijakan legalisasi minuman keras atau miras oleh pemerintah. Ia menegaskan kearifan lokal tidak bisa dijadikan sebagai dalih untuk melegalkan minuman keras (miras).

Hal itu dia sampaikan merespon kebijakan pemerintah membuka aliran investasi untuk industri minuman keras beralkohol di beberapa provinsi.

"Tidak bisa atas nama kearifan lokal atau sudah lama ada, maka dipertahankan," kata Cholil kepada wartawan di Jakarta, Senin, 1 Maret 2021.

"Saya secara pribadi menolak terhadap investasi miras meskipun dilokalisir menjadi empat provinsi saja," imbuhnya.

Cholil berpendapat pembukaan industri miras akan memberikan keuntungan kepada segelintir orang namun akan menimbulkan kerugian besar bagi masa depan rakyat.

Minuman keras sendiri merupakan cairan beralkohol yang bisa memabukkan bagi siapapun yang meminumnya. Seorang yang dalam kondisi mabuk akan kehilangan akal sehatnya yang bisa memicu suatu kejahatan yang lain. Sebagai contoh, orang yang mabuk akan mampu membunuh, memperkosa dan hal-hal buruk lainnya.

Rasulullah SAW pernah bersabda "Khamar adalah induk berbagai macam kerusakan. Siapa yang meminumnya, shalatnya selama 40 hari tidaklah diterima. Jika ia mati dalam keadaan khamar masih di perutnya, berarti ia mati seperti matinya orang Jahiliyyah." (HR. Ath-Thabrani. Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 1854 menyatakan bahwa hadits ini hasan)

Hadits tersebut menerangkan betapa bahayanya meminum khamar. Islam sendiri telah mengatur hukum suatu benda yang apabila ia haram, maka tak bisa diukur berdasarkan sedikit banyaknya. Meski hanya meminum setetes, secuil ataupun segelas, akan sama hukumnya yakni haram. Seperti itulah tegasnya hukum dalam Islam yang tak mampu kita rubah secara kondisional.

Berbanding terbalik dengan hukum buatan manusia yang sejatinya selalu tajam kebawah namun tumpul keatas. Setiap hukuman yang divoniskan, seringkali menatap dan bertumpu pada siapa dan bagaimana kondisinya. Jika ia dari kalangan jutawan, maka hukumannya bisa diringankan. Sebaliknya, jika ia rakyat jelata maka hukumannya akan ditegakkan setegak-tegaknya.

Dari kebijakan mengenai miras ini, penulis mengambil kesimpulan bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah saat ini hanyalah untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Tentu saja keuntungan yang hanya berupa material dan pundi-pundi rupiah. Sedangkan efek buruk dari bertebarannya miras dimana-mana tak menjadi persoalan besar bagi mereka. 

Dalam negara Islam, halal dan haram merupakan standar dalam melakukan suatu hal maupun menggunakan suatu benda. Bahkan usaha apapun yang didalamnya terkait dengan hal-hal yang haram akan dilarang oleh negara. Jangankan untuk memproduksi barang tersebut, mengangkutnya saja pun sudah dilarang. Segala bentuk aktivitas yang berhubungan dengan barang haram tersebut tidak akan diberikan ruang sedikitpun.

Hal itu pun tertuang dalam sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud: "Khamr itu telah dilaknat zatnya, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang membelinya, orang yang memerasnya/., orang yang meminta untuk diperaskan, orang yang membawanya, orang yang meminta untuk dibawakan dan orang yang memakan harganya." (Diriwayatkan Ahmad (2/25,71), Ath-Thayalisi (1134), Al-Hakim At-Tirmidzi dalam Al-Manhiyaat (hal: 44,58), Abu Dawud (3674)).
 
Sungguh Islam adalah solusi tuntas mengatasi segala permasalahan. Entah itu dalam bidang perekonomian, pendidikan, pergaulan dan lain sebagainya. Ia tak akan menyengsarakan rakyatnya atau bahkan menjerumuskan mereka ke dalam lembah kemaksiatan. Kepemimpinan Islam akan senantiasa menjaga dan melindungi rakyatnya layaknya seorang ibu yang mengasuh anaknya.
Bagikan:
KOMENTAR