Kota Minyak Langka Minyak, Kembalikan Minyak dengan Pengelolaan Hak Umat


author photo

20 Mei 2025 - 07.54 WIB



Oleh : Dinnar Fitriani Susanti 

Komisi II DPRD Kota Balikpapan segera menjadwalkan pemanggilan terhadap PT Pertamina Patra Niaga guna memperoleh penjelasan terkait kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang terjadi di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kota tersebut.

“Pemanggilan ini kami maksudkan untuk memperoleh penjelasan langsung dari pihak yang bertanggung jawab atas distribusi BBM, mengingat persoalan ini berdampak luas,” kata anggota Komisi II DPRD Kota Balikpapan, Subari, saat ditemui di Balikpapan, Senin, 19 Mei 2025. 

Ia mengatakan kondisi kelangkaan yang terjadi secara serentak di hampir seluruh SPBU di Kota Balikpapan menimbulkan pertanyaan publik, terlebih ketika BBM bersubsidi seperti Pertalite juga tidak selalu tersedia dalam jumlah cukup.
Ia mengemukakan DPRD Balikpapan sebagai lembaga pengawas memiliki tanggung jawab untuk memastikan ketersediaan dan kelancaran distribusi kebutuhan dasar masyarakat, termasuk bahan bakar minyak.

Dampak Berpola Kapitalisme 

Slogan kaya minyak di kota Minyak realitas hari ini. Selama Kapitalisme menjadi sumber pengatur dalam kebutuhan masyarakat, maka hal ini sesuatu yang lumrah. 

Ramai netizen berkomentar di sosial media, dengan solusi yang juga berasal dari sistem kapitalisme yaitu daripada ini terjadi, lebih baik SPBU swasta lain yang masuk. 

Kejenuhan masyarakat ini adalah sesuatu yang wajar. Karena hal ini adalah kebutuhan dasar setiap masyarakat yang harus di penuhi segera. Mirisnya adalah kebutuhan ini pasti berdampak besar pada masyarakat seluruhnya. 

Di satu sisi, respon pejabat saat ini adalah mengantisipasi spekulasi berkembang liar nya pendapat masyarakat. Sehingga untuk antisipasi hal tersebut adalah pemanggilan terhadap pendistribusi BBM. Hal ini dilakukan karena posisinya sebagai pengawas perwakilan masyarakat. Apakah kondisi ini mampu menjadi solusi tuntas ?

Problematika kebutuhan yang berkaitan dengan masyarakat luas ini, sebenarnya pun berulang. Sebelumnya terjadi oplosan Pertamax. Hal ini pun menuai reaksi masyarakat. 

Masyarakat butuh solusi dan masyarakat butuh peran langsung oleh pemimpinnya. Namun, hal ini perlu diperhatikan selama sistem kapitalisme menjadi sumber pengaturan akan sulit tertuntaskan.

Sistem kapitalisme yang membebaskan kepemilikan terhadap sektor-sektor masyarakat luas, menjadi faktor utamanya. Contoh nya minyak atau BBM saat ini. 

Jumlah masyarakat yang bertambah dan kebutuhan semakin meluas, pasti membutuhkan jumlah yang cukup besar. Sistem Kapitalisme ini melihat di sinilah keuntungan yang besar. 
Masyarakat harus menerima jika sistem kapitalisme saat ini melihatnya adalah peluang bisnis. Para kapitalis melihat kondisi pasar, kapan di distribusikan dan kapan akan di tahan. 

Sehingga sulit bagi pemerintah untuk mengendalikan hal tersebut dan wajar jika.pejabat saat ini hanya sebagai pengawas. Inilah dampak dari penerapan sistem Kapitalisme. Persoalan akan berulang dan tidak tertuntaskan.

Minyak Di kelola Hanya dengan Islam

Dalam pandangan Islam, Minyak dan energi lainnya hakikatnya milik rakyat. Rakyatlah pemilik BBM, juga energi dan segala sumber daya alam yang depositnya melimpah, bukan pemerintah. Pemerintah hanya berwenang mengelola semua milik rakyat tersebut.

Hasilnya, tentu seluruhnya dikembalikan kepada rakyat. Di antaranya dalam bentuk BBM dan energi yang murah harganya. Negara tidak boleh berdagang dengan rakyat dengan mencari untung yang sebesar-besarnya. Apalagi dengan memperdagangkan barang-barang yang sejatinya milik rakyat seperti BBM, listrik, gas, dan lain-lain.

Berdasarkan ketentuan syariat Islam, BBM, energi, dan sumber daya alam lainnya yang menguasai hajat hidup orang banyak hakikatnya adalah milik rakyat. Hal ini didasarkan pada sejumlah hadis. Di antaranya riwayat Ibnu ‘Abbas ra. yang menuturkan bahwa Rasulullah saw., pernah bersabda,

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِى ثَلاَثٍ فِى الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ

“Kaum nuslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara: air, padang rumput dan api. Harganya adalah haram.” (HR Ibn Majah dan Ath-Thabarani).

Berdasarkan hadis ini, ketiga jenis sumber daya alam ini adalah milik umum. Hanya saja, statusnya sebagai milik umum adalah berdasarkan sifatnya, yakni sebagai barang-barang yang dibutuhkan masyarakat secara umum (As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla, hlm. 67).

Dari hadis di atas bisa digali kaidah hukum,

كُلُّ مَا كَانَ مِنْ مَرَافِقِ اْلجَمَاعَةِ كَانَ مِلْكِيَّةً عَامَةً

“Setiap benda/barang (sumber daya alam) yang menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat secara luas adalah milik umum.” (An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, 3/466).

Dengan demikian tak hanya air, api, dan padang rumput. Semua sumber daya alam yang menjadi kebutuhan masyarakat secara luas (min maraafiq al-jamaa’ah) adalah milik umum (An-Nabhani, An-Nizhaam al-Iqtishaadi, hlm. 201).

Alasannya, Rasulullah saw. pernah memberikan penguasaan air di Thaif dan Khaibar kepada seseorang. Air tersebut tidak menjadi tempat bergantung masyarakat. Kenyataan ini menunjukkan bahwa larangan penguasaan ketiga jenis barang dalam hadis di atas mengandung ‘illat. ‘Illat-nya adalah barang tersebut min maraafiq al-jamaa’ah (kebutuhan bersama masyarakat). Dalam kaidah ushul dinyatakan,

اَلْعِلَّةُ تَدُوْرُ مَعَ الْمَعْلُوْلِ وُجُوْداً وَ عَدَماً

“Ada atau tidak adanya hukum bergantung pada ‘illat-nya.”

Berdasarkan kaidah ini, semua yang terkategori barang yang dibutuhkan publik (min maraafiq al-jamaa’ah) adalah milik umum. Tidak hanya air, padang rumput, dan api. Di dalamnya termasuk BBM, energi, dan yang lainnya.

BBM dan energi lainnya (yang depositnya melimpah) sebagai milik umum juga termasuk ke dalam bahasan hadis tentang barang tambang dari riwayat Abyadh bin Hammal ra.,

عَنْ أَبْيَضَ بْنِ حَمَّالٍ أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ فَقَطَعَ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِى مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ. قَالَ فَانْتَزَعَهُ مِنْهُ

Dari Abyad bin Hammal: Ia pernah mendatangi Rasulullah saw. dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepada dia. Beliau pun memberikan tambang itu kepada dirinya. Ketika Abyad bin Hamal ra telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata kepada Rasulullah saw., “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan kepada dia sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd).” Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah saw. menarik kembali pemberian tambang garam itu dari dirinya (Abyadh bin Hammal).” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Hadis ini maqbul dengan banyaknya jalan (katsrah ath-thuruq) karena memenuhi persyaratan minimal sebagai hadis hasan (Tuhfah al-Ahwadzi, 4/9).

Hadis ini adalah dalil bahwa barang tambang yang depositnya melimpah adalah milik umum. Tidak boleh dimiliki oleh individu (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwaal, hlm. 54-56).

Ini berlaku bukan hanya untuk garam saja, seperti dalam hadis di atas, tetapi juga berlaku untuk seluruh barang tambang. Mengapa? Karena larangan tersebut berdasarkan ‘illat yang disebutkan dengan jelas dalam hadis tersebut, yakni “seperti air yang mengalir”. Artinya, semua barang tambang yang jumlahnya “seperti air yang mengalir” (depositnya melimpah) haram dimiliki oleh individu (privatisasi), termasuk swasta apalagi asing.

Hal ini ditegaskan oleh Ibnu al-Qudamah, “Barang tambang yang melimpah seperti garam, minyak bumi, air, apakah boleh orang menampakkan kepemilikannya? Jawabannya ada dua riwayat. Yang lebih kuat adalah tidak boleh memilikinya.” (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 12/131)

-
Peran Negara
-

Imam/Khalifah (penguasa dalam sistem pemerintahan Islam) harus memberikan akses atas milik-milik umum ini kepada semua rakyatnya, baik miskin atau kaya (Muqaddimah ad-Dustuur, hlm 365). Oleh karena itu, klaim pemerintah bahwa subsidi BBM selama ini salah sasaran karena banyak dinikmati oleh orang-orang kaya adalah alasan yang bertentangan dengan ketentuan syariat ini.
Bagikan:
KOMENTAR