Menanjaki Alterasi Kehidupan


author photo

21 Apr 2021 - 01.25 WIB




OLEH TASYA TRIANANDA, Mahasiswa Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala.

Realitas kehidupan kita saat ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Begitu pula persaingan yang akan dihadapi anak cucu kita akan berbeda dengan persaingan yang kita hadapi saat ini. Esensinya adalah perubahan sosial.
Kita tahu bahwa kita harus berubah. 

Pertanyaannya adalah, bagaimana kita memulai perubahan? Perubahan harus selalu dimulai dari diri sendiri. Untuk itu, kita harus berani meninjau kembali keyakinan dasar kita, apakah masih relevan dengan zaman kita sekarang atau sudah ketinggalan zaman. pergantian khusus harus didasarkan pada perubahan cara berpikir dalam diri. 

Kita harus meninggalkan cara berpikir lama yang tidak lagi penting dan menggantinya dengan cara berpikir yang baru. Kita harus berani melepaskan kebiasaan lama, bahkan kondisi kehidupan yang sudah nyaman sekalipun. Kita harus keluar dari zona nyaman kita dan memasuki zona tidak nyaman, tetapi tetap kreatif, inovatif, dan energik. Kita harus berani menantang status quo terus menerus untuk dihilangkan, apakah sesuai atau harus diperbaiki. Kita perlu mengubah, menambah, mengurangi atau bahkan sepenuhnya membuang segala sesuatu tentang cara hidup kita, cara berpikir, dan kepercayaan kita.

Sejauh hidup kita tidak bisa jadi cuma menapaki jalur yang lembut serta datar saja. Sesekali kita wajib berbelok, menanjak, serta menyusut agar sampai di tujuan. Kadangkala bisa jadi kita telah ketahui arah tujuan sehingga tidak lagi butuh menebak- nebak apa yang hendak ditemui dalam ekspedisi. 

Terkadang, walaupun kita ketahui arah tujuan kita wajib membiasakan diri dalam ekspedisi sebab suatu yang tidak dapat diprediksi terjalin. Apalagi sering kita dihadapkan oleh banyak opsi dalam ekspedisi tersebut.

Hidup saya sama saja. Bagi saya, seringkali ada beragam opsi yang dapat mengubah arah tujuan saya sebelumnya. Salah satunya adalah masalah profesional semenjak saya masuk pesantren dari SMP. Saya meragukan kemampuan saya untuk mempelajari tentang agama lebih jauh lagi, apalagi sebelum masuk pesantren itu perilaku saya tidak menggambarkan seorang perempuan yang femini melainkan seperti laki-laki. 

Bisa dilihat dari saya yang suka main bola, suka memanjat, dan apapun permainan yang pada umumnya anak laki-laki main kan. Dan di kalangan keluarga saya kebetulan tidak ada anak laki-laki, terkadang ayah saya menganggap saya adalah satu-satu nya anak laki-lakinya. Hal tersebut dikarenakan saya dirumah sering membantu ayah saya seperti mengangkat yang berat-berat. 

Nah, Semenjak saya mendengar usulan orang tua saya untuk melanjutkan Pendidikan di pesantren yang harus berteman hanya dengan perempuan saja dan banyak batasan jika berteman dengan laki-laki. Saat itu awalnya saya ragu dengan hal tersebut tetapi saya yakin hidup ini tidak akan berubah jika saya sendiri tidak memulai hal baru. Saya ingin merasakan hal baru seperti apa, lebih tertantang bagi saya untuk mencoba hal tersebut.

Beradaptasi dengan lingkungan baru memang menjadi salah satu aspek penting dalam mengatasi perubahan. Tetapi menurut saya lebih penting mau mencoba belajar dan mengamati dari segi positif. Untungnya lagi, saya tidak takut dengan perubahan dan tantangan. Saya percaya bahwa selama ada kemauan dan kerja keras, semuanya bisa dilakukan. Saya yakin bila terdapat keinginan serta usaha seluruh perihal tentu dapat dicoba. 

Saya percaya jika ada kemauan dan usaha semua hal pasti bisa dilakukan.
Tantangan mungkin menjadi motivasi bagi kita untuk menjadi lebih baik. Saya pikir selama kita memiliki restu dari Tuhan, kita masih bisa mengatasi tantangan eksternal. Namun tantangan yang lebih sulit adalah dari dalam. Di antara berbagai tantangan dalam hidup, tantangan terbesar yang saya hadapi adalah bergaul dengan diri saya sendiri. bahkan sekarang, saya masih belajar untuk melanjutkan proses menemukannya. Namun, dalam prosesnya, saya merasa banyak perubahan telah terjadi di dalam diri saya. Sekarang, saya bisa lebih sabar dan pengertian, mencoba memahami situasi orang lain daripada memiliki penilaian. Dari bermacam- macam tantangan yang muncul dalam hidup, tantangan terbanyak yang saya temui merupakan berdamai dengan diri sendiri. 

Dan jika dilihat selama pandemi, saya banyak melakukan refleksi diri. Menurut saya, pandemi ini mengajarkan kita untuk bersyukur dan tidak menyombongkan diri, karena tidak ada yang pasti dalam hidup. Pandemi membuat saya semakin frustrasi, karena sebagai manusia, kita hanyalah debu di dunia ini. Tidak peduli betapa hebatnya manusia, kita tidak memiliki apa-apa di alam semesta. Oleh karena itu, selama saya masih hidup, saya ingin memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Jalani hidup yang memuaskan tanpa penyesalan. Saya ingin membuat orang yang saya cintai bahagia dan hidup damai terutama orang tua, saudara laki-laki, saudara perempuan dan teman-teman karib saya. Ambisi beajar dan hal lainnya pasti masih ada. Namun nilai utama hidup saya tetaplah kekeluargaan.
Jadi kita tidak perlu takut untuk menghadapi zaman di sekarang ini karena kita masing-masing mempunyai kemampuan diri sendiri dan semua orang masih bisa melewati walaupun di setiap zaman tantangan hidupnya berbeda-beda. 

Selain dari diri sendiri perubahan itu bisa di dapatkan dukungan dari keluarga dan lingkungan kita sehingga kita tidak akan merasa sendiri. Kita tidak akan tahu kemampuan kita masing-masing jika kita tidak mencoba sesuatu hal. Jadi jangan pernah takut memulai dan meranjak dari posisi sekarang karena kita tidak akan menjadi apa apa kalau kita tidak berusaha bergerak melakukan perubahan.
Bagikan:
KOMENTAR