Oleh: Rahmawati S.S
Saat ini, dengan hanya bermodalkan telepon pintar (smartphone), masyarakat bisa mudah mengakses berbagai aplikasi. Ini pula yang disalahgunakan oleh sebagian masyarakat, termasuk anak-anak. Lewat aplikasi, mereka mudah mengunduh aplikasi judi online. Persoalan judol sebenarnya bukan hal baru di negeri ini. Hanya saja, memang kasusnya makin merebak ke semua kalangan, termasuk anak-anak dan memunculkan berbagai persoalan di tengah-tengah masyarakat. Masih segar dalam ingatan kita, seorang istri yang membakar suaminya hingga tewas karena sang suami kecanduan judol. Selain itu tidak sedikit kasus perceraian dan depresi karena judol ini.
Ratusan Warga di Bojonegoro Jawa Timur, mengalami perkara kasus perceraian meningkat gara-gara kecanduan judi online (judol). Data Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro menyebutkan, mulai Januari hingga pertengahan Mei 2024, sudah tembus 215 kasus perceraian yang disebabkan judol. Ketua Panitera PA Bojonegoro Sholikin Jamik menyatakan bahwa kasus perceraian jumlahnya signifikan tembus sampai 1.121 perkara yang diajukan. Mayoritas mereka yang bercerai dampak judol berusia antara 20—30 tahun dan telah menikah selama 7—8 tahun. Sebagian besar baru memiliki satu anak dan belum memiliki rumah. (Viva, 20-5-2024).
Kemudian, Lebih dari 1.000 orang di DPR RI hingga DPRD terlibat permainan judi online. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkap data ini dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (26-6-2024). Jumlah transaksi mencapai 63.000 dengan nilai transaksi mencapai Rp25 miliar.
Judi online terus merebak di Indonesia. Mirisnya, tidak hanya orang dewasa yang melakoni praktik ilegal itu, melainkan sudah merambah ke kalangan pelajar. Menurut Ketua DPD Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Kabupaten Demak Ng. Noor Salim, berdasarkan temuan PGSI, total jumlah siswa SD – SMA di Demak ada sekitar 40.000-an siswa. “Sebanyak 30 persennya terdampak game online berafiliasi judi online, sedangkan yang mengakses judi online antara 5%,” ungkapnya. Berdasarkan perhitungan tersebut, diperkirakan sebanyak 12.000 siswa bermain game online yang disponsori oleh judi online. Sementara itu, sekitar 2.000 siswa langsung mengakses judi online tersebut. (Kompas, 23-10-2023).
Indonesia merupakan negara dengan peringkat Pertama dengan pemain judol terbanyak di dunia. Hal ini diungkapkan oleh Menkominfo Budi Arie. Ia juga mengatakan korban judol didominasi kaum muda berusia 17—20 tahun. (Viva, 30-4-2024).
Putaran uang judol di Indonesia telah menyentuh angka Rp327 triliun selama 2023. Sementara itu, pada triwulan pertama 2024, perputaran dana mencapai Rp100 triliun. Berdasarkan data yang ada di PPATK 2023, sebanyak 3,2 juta warga bermain judol. Sekitar 80% bermain di bawah nilai Rp100 ribu, sebanyak 2,1 juta orang miskin merupakan pemain judol dengan taruhan seratus ribu ke bawah. (Kompas, 13-10-2023).
Fenomena Judol di Kabupaten Berau juga telah menjangkiti banyak warga. Wakil Ketua I DPRD Berau, Syarifatul Syadiah, menyuarakan keprihatinannya terhadap situasi ini dan menghimbau masyarakat yang sudah terlanjur kecanduan untuk berhenti. Ia juga meminta OPD terkait, seperti Diskominfo dan kepolisian, untuk memberikan sosialisasi mengenai dampak buruk dari aplikasi judi online yang marak dimainkan oleh masyarakat. "Kadang karena kecanduan dan setelahnya rugi, kemudian berhutang membuat seseorang nekat melakukan apa saja, baik kejahatan apapun," kata Syarifatul.
Kerusakan Generasi Kian Merebak
Ahli kesehatan mengatakan bahwa orang-orang yang tenggelam dalam perjudian tidak dapat menghentikan diri mereka sendiri walaupun ada konsekuensi negatif. Di antara konsekuensi negatif tersebut, yakni Pertama, kecanduan. Kedua, tingkat ekonomi menurun. Ketiga, kesehatan mental terganggu karena membuat pemainnya menjadi lebih emosional dan stres akibat kecanduan dan kalah dalam permainan. Keempat, meningkatnya tingkat kriminalitas. Seseorang yang kalah ketika bermain, akan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan uang agar bisa bermain lagi. Kelima, pencurian data. Data yang digunakan untuk mendaftar dipakai untuk kepentingan yang tidak semestinya. Dampak judi online pada anak, yakni merusak konsentrasi belajar. Ketika anak masih dalam bangku sekolah gagal fokus pada pelajaran, hasil belajar menjadi menurun. Kesehatan mental pada anak juga terganggu. Kecanduan judi menyebabkan depresi dan perasaan tertekan. Bisa dibayangkan, jika generasi mengalami kerusakan karena judi online, generasi emas yang didambakan bangsa adalah omong kosong belaka. Selain sokongan sistem sekuler kapitalisme serta lemahnya keimanan umat, ada beberapa hal yang memarakkan judol. Pertama, judi masih dianggap menjadi harapan sebagian orang untuk mendapatkan uang yang berlimpah. Faktanya, tidak ada satu pun orang yang bisa kaya raya karena judol. Kedua, penyokong judol diduga dari sejumlah kekuatan di tubuh orang berkuasa yang bisa melindungi.
Cara Berantas Judi Online Dalam Islam
Sejatinya memberantas judi online mudah saja dilakukan oleh penguasa, asalkan penguasa memiliki komitmen kuat terhadap syariat. Hal ini karena satu-satunya aturan yang konsisten mengharamkan judi adalah syariat Islam. Sedangkan aturan dalam demokrasi bisa ditarik ulur sesuai kepentingan penguasa.Dengan demikian, negara akan menerapkan syariat Islam kafah yang mengharamkan judi dengan model apa pun, baik online maupun offline. Judi cara tradisional maupun modern, semuanya haram sehingga terlarang.
Terhadap judi offline, negara harus mencari dan mengejar pelaku di tempat-tempat mereka berjudi. Sedangkan melacak pelaku judi online lebih mudah karena aktivitas judi mereka meninggalkan jejak digital yang mudah untuk ditelusuri. Dengan demikian, negara akan menutup rapat semua saluran judi online, bukan hanya situs judinya. Jika platform media sosial tertentu menjadi saluran judi online, negara akan memblokir medsos tersebut.
Pada aspek preventif, negara akan menguatkan akidah rakyat dan ketaatan mereka pada syariat melalui jalur pendidikan, dakwah, dan media massa sehingga terbentuk benteng internal sebagai pertahanan dari godaan judi online. Pada aspek kuratif, negara akan menindak tegas semua orang yang terlibat judi online, baik sebagai pelaku maupun bandar. Mereka akan mendapatkan sanksi takzir yang menjerakan. Bisa berupa hukuman cambuk, penjara, maupun yang lainnya.
Islam Solusinya
Haramnya judi telah jelas dalam banyak dalil. Keharamannya bukan sekadar karena mendatangkan dampak buruk bagi para pelakunya. Allah Swt. bahkan menyejajarkan judi dan miras dengan penyembahan berhala, lalu menggolongkannya sebagai perbuatan setan. Sebagaimana Firman Allah SWT QS. Al Maidah ayat 90: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.
Pendidikan di sekolah yang jauh dari penanaman akidah dan syariat malah memudahkan pelajar tergelincir pada perbuatan yang Allah benci. Kebijakan media yang sangat tidak edukatif bagi pelajar pun makin mudah menyeret pelajar dalam arus kerusakan akhlak. Oleh karenanya, mengatasi maraknya judi online di kalangan pelajar tidak cukup dengan nasihat dan ceramah kepada mereka. Perlu ada solusi mendasar dan komprehensif;
Harus ada peran orang tua dalam mendidik putra-putrinya agar menjadi anak saleh-salihah, juga agar tidak mudah terjerumus ke dalam aktivitas buruk, apalagi melanggar hukum. Keharmonisan dan kesejahteraan dalam keluarga menjadi kunci terbentuknya putra-putri yang taat pada Allah.
Penerapan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam akan membentuk pola pikir dan pola sikap pelajar sesuai aturan Islam
Peran masyarakat yang mendukung terwujudnya pelajar yang cinta ilmu dan dekat dengan kebaikan. Masyarakat tidak boleh abai terhadap suasana kemaksiatan di sekitarnya, apalagi di lingkungan generasi muda.
Peran negara dalam mewujudkan sistem yang mendukung terbentuknya kesalehan generasi. Mudah bagi Negara sebagai institusi yang memiliki kekuasaan untuk menutup akses judi online bagi segenap masyarakat, termasuk pelajar. Begitu juga konten-konten media yang nonedukatif lainnya. Negara berperan dalam menjamin kesejahteraan kepada rakyat sehingga para orang tua tidak abai terhadap tanggung jawabnya kepada anak karena alasan mencari penghidupan.
Tentu saja, semua itu akan sulit diwujudkan selama sistem kehidupan yang menaungi kita masih sistem sekuler kapitalisme. Harus terbentuk kesadaran dan keinginan bersama untuk berjuang agar penerapan Islam Kaffah diterapkan di seluruh dunia, karena hanya dengan sistem Islam kaffah yang akan menjadi solusi jitu dan membawa keberkahan bagi semesta alam.
Wallahualam bissawab.