Lhokseumawe Boros Perjalanan Dinas PAUD: Miliaran Digelontorkan, Anak-Anak Dapat Apa?


author photo

14 Jul 2025 - 20.54 WIB


Lhokseumawe — Di atas kertas, Pemerintah Kota Lhokseumawe terlihat begitu peduli terhadap pendidikan anak usia dini (PAUD). Tapi ketika ditelisik lebih dalam, realisasi anggaran miliaran rupiah justru lebih banyak ‘terbakar’ di meja rapat, perjalanan dinas, dan honorarium pejabat ketimbang masuk ke ruang kelas dan kebutuhan anak-anak, Senin (13 Juli 2025).

Dana Miliaran, Tapi untuk Siapa?

Dalam dokumen anggaran resmi, dua pos besar dialokasikan untuk sektor PAUD:

Pengelolaan Dana BOP PAUD: Rp 2.755.500.000

Penyediaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan: Rp 217.200.000

Namun, harapan bahwa dana itu akan langsung memperkuat kualitas layanan dan pembelajaran seolah jadi ilusi. Data justru menunjukkan dominasi anggaran pada kegiatan-kegiatan tak langsung yang berbau seremonial:

Perjalanan dinas dalam kota dengan nominal berulang: Rp 22 juta, Rp 9,1 juta, Rp 15,6 juta, Rp 15,3 juta, hingga Rp 8 juta

Honorarium narasumber, moderator, dan panitia: dari Rp 2 juta hingga Rp 14,4 juta

Jasa penyelenggaraan acara: Rp 1,2 juta (berulang)

Honor penanggung jawab keuangan: Rp 500 ribu dan Rp 700 ribu

Jika perjalanan dinas dan honor justru menyedot energi utama anggaran, lalu apa yang benar-benar sampai ke anak-anak?

Perizinan PAUD: Administrasi atau Alat Serap Anggaran?

Program penerbitan izin PAUD dan satuan pendidikan nonformal juga tak luput dari sorotan. Anggaran sebesar Rp 15 juta untuk pengendalian dan pengawasan, serta Rp 15 juta untuk penilaian kelayakan izin dialokasikan—total Rp 30 juta untuk proses administratif tahunan.

Apakah ini efisiensi birokrasi atau justru ladang sunyi pengeluaran rutin yang tak pernah diaudit dampaknya?

Copy-Paste Anggaran?

Yang lebih menggelitik: terdapat dua entri berbeda dalam dokumen resmi dengan nama program serupa Pengelolaan PAUD namun masing-masing menyedot anggaran dengan struktur dan item yang sangat mirip, bahkan terkesan duplikasi.

Perjalanan dinas berulang, honor yang muncul dua hingga tiga kali, dan pengadaan jasa kegiatan yang tak jelas diferensiasinya. Ini menimbulkan tanda tanya besar: efisiensi atau pengaburan?

Mainan Mahal, Nilai Edukasi Minim?

Sembilan TK di Lhokseumawe masing-masing mendapatkan Rp 52.009.000 dari Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Alat Permainan Edukatif (APE) total lebih dari Rp 468 juta.

TK Al-Amin

TK Al-Jannah

TK Al-Muntahar

TK Al-Musdar Meuraksa

TKIT Diana As-Saffa Islamic

TK Karakter Miftahul Jannah

TK Keumala Bhayangkari

TK Raudhatul Adnin

TK Srikandi


Menariknya, seluruh TK menerima nilai anggaran yang identik hingga ke satuan rupiah. Apakah sembilan sekolah ini memiliki kebutuhan yang persis sama? Atau ini hanyalah hasil "copy-paste" anggaran yang disusun di belakang meja tanpa survei lapangan?

Retorika Pembangunan atau Realita Pengulangan?

Yang tampak bukan pembangunan PAUD yang dinamis dan progresif, melainkan pola lama yang berulang: perjalanan dinas, honor, pengadaan, dan seremonial. Sementara ruang kelas tetap sama, fasilitas seadanya, dan anak-anak tetap belajar dalam keterbatasan.

“Itu data lembaga, sudah ditetapkan oleh pusat melalui dapodik,” ujar Kabid PAUD dan TK, Dahniar, saat dikonfirmasi singkat melalui WhatsApp.

Pernyataan itu justru memperkuat kegelisahan publik: jika semuanya bergantung pada data pusat, lalu apa fungsi evaluasi daerah? Apa gunanya anggaran besar jika dampaknya tetap minim?

Pendidikan Anak, Bukan Proyek Anggaran

Sudah saatnya masyarakat bertanya keras: untuk siapa sebenarnya program PAUD ini dijalankan? Apakah demi masa depan anak, atau demi kelancaran administrasi dan pelunasan honor rutin tahunan?

Pendidikan anak usia dini adalah pondasi masa depan, bukan ajang pembenaran laporan SPJ. Dan pondasi tak bisa dibangun dengan angka-angka yang hanya menguntungkan meja rapat dan lembar honor.(A1)
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT