Oleh: Ns. Erismawati, S.Kep
Penulis saat ini sedang menempuh pendidikan Magister Keperawatan Universitas Syiah Kuala
Saya akan berbagi pengalaman saya tentang berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu di tempat saya bekerja yaitu RSUD Sultan Iskandar Muda Kabupaten Nagan Raya sejak tahun 2005 hingga saat ini. Saya bersyukur menjadi bagian dari keluarga besar RSUD SIM Nagan Raya selama perjalanan karir saya sudah merasakan bagaimana mendalami peran menjadi bawahan dan ketika saya mendapat amanah menjadi bagian dari struktural manajemen RSUD SIM Nagan Raya. Yang dengan kapasitas tersebut dibutuhkan kerjasama dengan lintas profesi kesehatan yang berada di naungan RSUD SIM Nagan Raya seperti profesi Dokter spesialis, Dokter umum, dokter gigi, Ners, Bidan, Perawat Vokasi, Nutrisionis, radiografer, perekam medis, kesling, analis laboratorium, Apoteker, perawat gigi, perawat mata, Fisioterapis, dan Profesi Ahli Teknologi elektro Medik.
Ketika saya melanjutkan studi saya di Magister Keperawatan Pada kampus tertua di aceh yaitu Universitas Syiah Kuala tahun 2024, saya mendapatkan ilmu terkait kolaborasi antar profesi yang disebut dengan IPC (interprofesional Collaboration), disini saya mengetahui begitu bermakna nya ketika IPC ini bisa di aktualisasi di setiap Rumah Sakit yang ada di aceh untuk meningkatkan Mutu Layanan Kesehatan. Berikut ini saya akan memuat beberapa hal terkait Interprofesional Collaboration dari beberapa jurnal penelitian dan organisasi kesehatan dunia (WHO).
Interprofessional Collaboration (IPC) adalah pendekatan di mana berbagai tenaga kesehatan dari disiplin ilmu yang berbeda bekerja bersama secara sinergis untuk memberikan pelayanan yang holistik dan berpusat pada pasien. Kolaborasi ini melibatkan dokter, perawat, apoteker, fisioterapis, pekerja sosial, dan profesional kesehatan lainnya yang saling berbagi pengetahuan, keterampilan, dan perspektif guna mencapai hasil perawatan yang optimal. IPC tidak hanya meningkatkan kualitas layanan kesehatan tetapi juga mengurangi kesalahan medis, meningkatkan efisiensi, dan memastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan yang komprehensif (World Health Organization [WHO], 2010; Reeves et al., 2017).
Interprofesional collaboration (IPC) adalah proses di mana para profesional dari berbagai disiplin ilmu bertemu untuk memecahkan masalah dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan bersama, sehingga memberikan perawatan yang komprehensif, aman dan berkualitas kepada pasien dan keluarganya di semua bidang,(Alzate-Moreno et al., 2024).
Salah satu kunci keberhasilan IPC adalah komunikasi efektif antarprofesional. Dengan menghilangkan hierarki tradisional dan membangun rasa saling percaya, tim kesehatan dapat berkoordinasi dengan lebih baik dalam membuat keputusan klinis. Selain itu, IPC mendorong pembelajaran lintas disiplin, di mana setiap anggota tim dapat memahami peran dan kontribusi masing-masing. Contoh nyata IPC dapat dilihat dalam penanganan pasien kronis, seperti diabetes atau penyakit jantung, yang membutuhkan pendekatan multidisiplin untuk manajemen pengobatan, edukasi, dan dukungan psikososial.
Dalam IPC, terdapat beberapa faktor yang saling bertemu yang menentukan keberhasilan atau kegagalannya, seperti hierarki profesional; nilai dan sikap; peran profesional; komunikasi; rasa hormat; waktu dan ruang di mana para profesional melakukan aktivitasnya; penggunaan teknologi, dan pendelegasian fungsi, (Alzate-Moreno et al., 2024).
Kerja sama melibatkan serangkaian elemen yang memungkinkan perawatan yang efisien dan berkualitas, menetapkan tujuan bersama yang jelas, bersama dengan peran dan tanggung jawab tim yang ditetapkan dengan baik. Identitas kelompok, rasa memiliki dan pemberdayaan dikembangkan dan pendekatan demokratis dan kepemimpinan ditunjukkan, menciptakan ruang untuk komunikasi, elemen penting dalam perawatan yang memfasilitasi pengembangan praktik kerja bersama, (Alzate-Moreno et al., 2024).
Implementasi IPC membutuhkan dukungan kebijakan, pelatihan interprofesional, dan budaya kolaboratif di institusi kesehatan. Tantangan seperti perbedaan latar belakang pendidikan, ego sektoral, dan kurangnya waktu sering menghambat kolaborasi. Namun, dengan pendekatan berbasis tim, penggunaan teknologi (seperti rekam medis terintegrasi), dan komitmen bersama, IPC dapat menjadi solusi untuk menghadapi kompleksitas sistem kesehatan modern.
Interprofessional Collaboration (IPC) merupakan fondasi penting dalam sistem kesehatan modern untuk mewujudkan pelayanan yang terintegrasi, efisien, dan berfokus pada pasien. Kolaborasi lintas profesi ini tidak hanya memperbaiki komunikasi antar-tenaga kesehatan tetapi juga meminimalkan fragmentasi layanan, sehingga pasien—terutama dengan kondisi kompleks—mendapatkan pendekatan holistik. Namun, di Indonesia, implementasi IPC masih menghadapi tantangan signifikan, terutama di rumah sakit daerah. Keterbatasan sumber daya manusia, seperti kurangnya tenaga kesehatan multidisiplin di daerah terpencil, menjadi kendala utama. Selain itu, budaya hierarkis yang kaku dalam tim medis sering menghambat komunikasi terbuka, sementara ketiadaan pelatihan IPC formal membuat banyak praktisi tidak terbiasa dengan prinsip kolaborasi. Infrastruktur yang tidak memadai, seperti sistem rekam medis tidak terintegrasi, juga memperparah masalah ini. Di tingkat kebijakan, meski Kementerian Kesehatan mendorong IPC melalui program seperti Pelayanan Terpadu (Puskesmas dan RS), penerapannya belum merata karena variasi kapasitas institusi. Tantangan ini membutuhkan solusi sistematis, termasuk pelatihan interprofesional, pemanfaatan teknologi, dan penguatan kebijakan pendukung untuk memastikan IPC bisa berjalan efektif di seluruh lapisan sistem kesehatan Indonesia.
Dengan memahami seputar Interprofesional Collaboration di tingkat perguaruan tinggi yang dituangkan dalam kurikulum pendidikan, ketika bekerja di unit-unit layanan kesehatan secara bersama-sama bisa di aplikasikan untuk mempertahankan mutu layanan kesehatan yang optimal kepada masyakat di propinsi paling ujung pulau sumatra khususnya masyarakat Nagan Raya.