Lhokseumawe – Di balik megahnya kantor pemerintahan, ratusan tenaga honorer di Sekretariat Daerah Kota (Setdako) Lhokseumawe tengah menjerit dalam diam. Sudah tiga bulan gaji mereka tak kunjung dibayarkan. Ironis, mereka yang menjadi roda penggerak administrasi pemerintahan justru dibiarkan bertahan tanpa kepastian dan kejelasan, Selasa (24 Jun 2025).
Kesabaran para honorer yang selama ini setia bekerja mulai terkikis. Dalam kondisi ekonomi yang semakin menekan, mereka dipaksa untuk bertahan hidup tanpa hak yang semestinya menjadi prioritas pemerintah.
Saat dikonfirmasi, Sekretaris Daerah Kota Lhokseumawe, A. Haris, S.Sos., M.Si., hanya memberikan jawaban normatif melalui pesan WhatsApp: “Akan dibayar setelah terpenuhi mekanisme anggaran GU khusus Setdako. Untuk OPD lain sudah terbayarkan semua.” Pernyataan yang justru memperjelas bahwa Setdako menjadi satu-satunya unit kerja yang "tertinggal" dalam pencairan, tanpa alasan yang transparan.
Lebih mengecewakan lagi, pejabat terkait lainnya memilih bungkam. Tak ada konferensi pers, tak ada penjelasan resmi, hanya sunyi yang menyesakkan. Pemerintah Kota Lhokseumawe seolah menutup mata dan telinga terhadap jeritan para pekerja honorer.
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini bentuk kelalaian akut, atau ada agenda tersembunyi di balik keterlambatan pembayaran ini? Apakah keuangan Pemkot benar-benar sedang kolaps, atau hanya para honorer yang tak dianggap penting?
Kondisi ini mencerminkan wajah buruk birokrasi yang lebih sibuk menjaga citra daripada menegakkan keadilan. Para honorer yang bekerja tanpa pamrih kini justru menjadi korban dari sistem yang tidak berpihak pada mereka.
Sudah saatnya Pemerintah Kota Lhokseumawe berhenti berdalih dan mulai bersikap. Krisis kepercayaan di tengah masyarakat bisa semakin dalam jika hak-hak dasar seperti gaji tenaga honorer saja tidak mampu dipenuhi.
Rakyat menunggu, dan para honorer menagih janji. Jangan biarkan mereka terus bekerja dalam bayang-bayang ketidakpastian, sementara para pejabat duduk nyaman di atas tumpukan anggaran yang tidak merata.(A1)