Aceh Tamiang — Di tengah berbagai keterbatasan yang masih membelenggu desa-desa di Aceh Tamiang, anggaran fantastis Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) tahun 2024 justru mencerminkan gaya hidup birokrasi yang dinilai berlebihan dan jauh dari realitas rakyat, Sabtu (31 Mei 2025).
Data yang beredar menyebutkan bahwa pos honorarium menyentuh angka mencengangkan: Rp3.118.802.500. Miliaran rupiah hanya untuk honor! Publik pun terbelalak—siapa yang mendapatkannya dan atas dasar apa? Saat masyarakat berjuang demi kebutuhan pokok, segelintir pihak diduga menikmati dana rakyat dengan dalih administratif.
Tak berhenti di situ, anggaran biaya internet sebesar Rp945.000.000 pun menjadi sorotan. Hampir satu miliar rupiah hanya untuk jaringan internet—apakah DPMG membangun server satelit sendiri? Atau sekadar menikmati fasilitas premium tanpa ukuran manfaat yang jelas?
Kemewahan ala institusi elite juga tampak dari pengadaan kursi senilai Rp133.320.000 dan AC split siap pasang sebesar Rp153.000.000. Barang mewah di tengah kantor, sementara sebagian gampong masih tak punya kursi layak di balai desa. Miris!
Anggaran perjalanan dinas Rp673.441.751, makan minum Rp325.217.700, dan alat tulis Rp61.122.000 menambah daftar panjang belanja yang dipertanyakan. Ada pula dana cetak dokumen Rp117.237.400, iklan Rp50.000.000, bahan bakar Rp12.750.000, hingga jasa Rp88.020.000—semuanya tampak lebih mencerminkan kenyamanan birokrasi ketimbang pelayanan masyarakat.
Ditambah dengan pos belanja bahan-bahan lainnya sebesar Rp76.695.000, publik semakin bertanya-tanya: ke mana arah pembangunan, jika anggaran habis untuk hal-hal “meja kerja”?
Di sisi lain, kenyataan pahit masih dirasakan warga. Jalan rusak, air bersih sulit, dan fasilitas dasar tak memadai adalah gambaran nyata di banyak gampong. Ketimpangan ini kian menyulut kemarahan publik yang merasa ditinggalkan.
Sampai berita ini diturunkan, tidak ada klarifikasi resmi dari pihak DPMG Aceh Tamiang. Keterbukaan informasi dan transparansi penggunaan anggaran justru seolah dihindari.
Aktivis antikorupsi dan pemerhati kebijakan angkat suara, menyerukan audit menyeluruh. Uang rakyat harus dipertanggungjawabkan. Jangan sampai rakyat hanya jadi penonton, sementara segelintir elit bermain dalam pesta anggaran.
Saat rakyat menjerit, birokrasi tak seharusnya bersenang-senang.
Terkait hal diatas wartawan media ini mencoba melakukan konfirmasi dengan pihak DPMG Aceh Tamiang namun sampai berita ini dilayangkan belum ada tanggapan apa pun dari pihak terkait.(Ak)