Oleh : Sitti Kamariah
(Pemerhati Masalah Sosial)
Momentum Hardiknas menjadi refleksi bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar) untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan dari hulu, tengah dan pesisir dengan merata. Sekretaris Daerah (Sekda) Kukar Sunggono menyampaikan hal ini usai Apel Hardiknas di Halaman Kantor Bupati Kukar, Jumat (2/5). Refleksi terhadap sektor pendidikan di Kukar, Sunggono menyebut masih banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang masih perlu dipenuhi. (www.prokal.co, 02/05/2025)
Pernyataan Sekda Kukar tersebut mungkin dilatarbelakangi oleh fakta dunia pendidikan saat ini yang sangat memprihatinkan. Kian hari semakin santer kita temukan kasus-kasus memprihatinkan dari dunia pendidikan, baik dari staff, guru maupun murid. Bahkan bertepatan pada Hardiknas tahun ini, viral dalam jagat sosial media dan media berita, terjadi bullying dan pengeroyokan antar pelajar putri. Diduga pelaku masih duduk di bangku SMP dan korban masih di bangku SD.
Perundungan pelajar tersebut terjadi di Folder Perumahan Haji Saleh Loa Janan. Dalam rekaman video, terlihat korban menerima pukulan dari beberapa terduga pelaku pengeroyokan hingga tersungkur ke tanah, kemudian kembali menerima bogem dan tendangan dari sejumlah terduga pelaku. Diketahui kemudian aksi bullying yang viral itu berujung di kantor polisi.
Fenomena bullying bisa kita lihat semakin sering terjadi. Kasus bullying atau perundungan meningkat tajam secara nasional. Berdasarkan data dari KPAI dan FSGI pada tahun 2023, ada 1,478 kasus bullying dilaporkan, sementara pada tahun sebelumnya yaitu di 2022, hanya terdapat 266 kasus.
Bullying atau perundungan bukanlah kejahatan yang sepele. Kasus bullying telah merenggut banyak korban jiwa. Mirisnya, perundungan saat ini banyak terjadi masih dalam lingkungan sekolah dan bahkan para pelakunya masih berusia belia. Rasanya tidak pernah terpikirkan sebelumnya namun saat ini begitulah adanya. Inilah generasi hasil asuhan pendidikan masa kini yang sekuler.
Sekulerisme memandang agama tidak boleh ikut campur dalam mengatur kehidupan. Asas ini melahirkan paham liberalisme yang mengagung-agungkan kebebasan dalam segala hal sehingga aturan-aturan agama pun makin dipinggirkan dan hasilnya kerusakan yang terjadi semakin parah. Semakin sekuler manusia maka semakin besar kerusakannya.
Asas sekulerisme menjadi akar masalah banyaknya anak-anak yang menjadi pelaku kejahatan bullying maupun kejahatan lainnya. Keluarga dan lingkungan sekuler tempat anak tumbuh memberikan pengaruh besar dalam mencetak karakter anak tersebut. Anak yang tidak dipahamkan dengan aqidah dan syariat Islam sejak dini akan mudah terpengaruh hal-hal buruk. Selain itu membiarkan anak mengakses internet secara bebas tanpa pengawasan menjadi salah satu faktor anak menerima pemikiran yang buruk.
Sekolah sebagai institusi pendidikan, alih-alih mampu mencetak anak-anak yang berkualitas yang memiliki kepribadian yang kuat, tetapi justru mencetak generasi bermasalah, krisis akhlak dan menjadi pelaku kejahatan. Kurikulum yang diterapkan pun tidak mampu mengarahkan para pelajar untuk bersikap baik atau beradab. Pendidikan saat ini tidak menjadikan aqidah sebagai pondasi kurikulum, justru peran agama untuk penanaman aqidah dan syariat semakin dijauhkan.
Orang tua juga berperan penting untuk menghindarkan anak-anak menjadi korban perundungan maupun sebagai pelakunya . Meski demikian, jika kita cermati lebih dalam, sesungguhnya maraknya kasus bully pada anak tidak hanya karena kurangnya perhatian orang tua terhadap anak-anaknya, tetapi juga akibat kegagalan negara melindungi rakyat, negara gagal mengayomi dan menjamin keamanan mereka.
Kasus perundungan terutama dilingkungan anak-anak bukan hal sepele, tetapi menyangkut masa depan generasi bangsa. Oleh karena itu, permasalahan ini tidak semestinya hanya diserahkan pada keluarga untuk menyelesaikannya. Namun, tentu saja masyarakat dan lebih lagi negara berperan besar melindungi rakyatnya, khususnya anak-anak. Negara berperan dalam mengelola informasi - informasi dalam media dan internet untuk layak dikonsumsi rakyatnya, sistem pendidikan yang mampu mencetak generasi gemilang beradab, serta memberikan sanksi yang tegas para pelaku kejahatan.
Telah nyata, sistem sekuler kapitalisme adalah sistem yang rusak dan merusak, menggiring manusia pada keburukan dan kejahatan. Orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak pun menjadi korbannya. Sudah seharusnya kita membuang sistem rusak seperti ini dan menggantinya dengan sistem kehidupan yang benar, sistem kehidupan yang datang dari Sang Pencipta alam semesta beserta isinya yaitu Allah Subhanahu wa ta'ala , yang tidak lain adalah sistem Islam.
Sistem Islam menjadikan akidah Islam sebagai asas serta memiliki aturan yang sangat rinci dan sempurna. Islam telah menetapkan bahwa selamatnya anak dari segala bentuk kejahatan ataupun terlibatnya mereka dalam berbagai kejahatan bukan tanggung jawab keluarganya dan lingkungan masyarakat semata. Akan tetapi, negara memiliki andil dan peran yang sangat besar untuk mewujudkan anak-anak berkualitas yang memiliki kepribadian Islam yang tangguh.
Oleh karenanya, upaya pencegahan kejahatan anak hanya akan terwujud dengan tiga pilar. Pertama, ketakwaan individu dan keluarga, yang akan mendorongnya senantiasa terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan. Demikian pula keluarga, dituntut untuk menerapkan aturan di dalam keluarga. Aturan inilah yang akan membentengi individu umat dari melakukan kemakshiatan dan dengan bekal ketakwaan yang dimiliki.
Pilar kedua, kontrol masyarakat. Ia akan menguatkan apa yang telah dilakukan oleh individu dan keluarga, sangat diperlukan untuk mencegah menjamurnya berbagai bentuk kejahatan yang dilakukan anak-anak. Budaya beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat menentukan sehat tidaknya sebuah masyarakat sehingga semua tindakan kriminalitas anak dapat diminimalisir.
Pilar ketiga, yaitu negara. Negara Islam wajib menjamin kehidupan yang bersih rakyatnya dari berbagai kemungkinan berbuat dosa, yaitu dengan menegakan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara wajib menyelenggarakan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang memiliki kepribadian Islam yang handal sehingga terhindar dari berbagai perilaku maksiat. Sekaligus negara pun menjamin terpenuhi pendidikan yang memadai bagi rakyatnya dengan pendidikan berkualitas dan cuma-cuma.
Selain itu, negara akan menjaga agama dan moral serta menghilangkan setiap hal yang dapat merusak dan melemahkan akidah dan kepribadian kaum muslimin, seperti akan menyaring atau mencegah adanya tayangan atau konten yang merusak pemikiran baik dari media sosial dan juga internet. Andaipun tetap terjadi pelanggaran syariat berupa kejahatan, maka negara akan menindak tegas pelaku kejahatan tersebut, dimana sanksi dalam Islam ini bersifat jawabir (penebus dosa) dan jawazir (pencegah).
Hanya dengan Khilafah peran negara untuk mengurusi rakyatnya akan dijalankan. Negara Khilafah Islamiyyah akan mengatur seluruh tata kelola negaranya sesuai dengan syariat dari Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Maka hanya Khilafahlah satu-satunya institusi yang dapat melindungi anak dan yang mampu mengatasi persoalan kejahatan anak ini secara sempurna.
Demikianlah, telah sangat jelas bahwa tindakan kejahatan yang dilakukan anak-anak akan terus terjadi, bahkan makin sadis jika sistem kehidupan yang ditegakkan adalah sistem aturan buatan manusia. Sudah seharusnya negara ini dan masyarakat belajar, terus berulangnya kasus serupa membuktikan bahwa sistem yang saat ini diterapkan, yakni sekuler kapitalisme telah gagal membentuk generasi berkepribadian mulia. Sudah saatnya sistem ini dicampakkan, diganti dengan sistem yang telah terbukti menghasilkan generasi berkualitas, yakni sistem Islam. Penerapan syariat islam secara menyeluruh akan mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh alam.
Wallahu a'lam bishowab.