Oleh: Annisa Nurul (Pemerhati Remaja)
Kekerasan pada remaja kembali terjadi. Kali ini pelakunya merupakan pelajar SMP yang menganiaya seorang anak SD di kawasan Samarinda Seberang. Buah dari kejadian tersebut, korban dirawat intensif di RS Hermina Samarinda. Korban mengalami pembengkakan dan diduga mengalami pendarahan, dengan gejala sering kencing darah. Korban yang masih duduk di bangku kelas 6 SD tersebut dijemput dan langsung dikeroyok oleh tujuh pelajar SMP. Aksi kekerasan itu sempat direkam oleh dua terduga pelaku lain dan viral di media sosial. Sehingga total terduga pelaku ada sembilan orang. Dari hasil pemeriksaan awal, polisi menduga motif pengeroyokan berawal dari perselisihan di media sosial serta tuduhan bahwa korban merebut pacar salah satu pelaku. (regional.kompas.com, 2 Mei 2025)
Kabar seputar kekerasan, bullying, bahkan penganiayan yang dilakukan oleh remaja merupakan hal yang sudah tidak asing lagi di telingan kita. Mirisnya, pelaku kekerasan semakin muda. Bahkan anak sekolah dasar pun bisa melakukan aksi yang tidak beradab tersebut. Kejadian ini selalu berulang seperti membentuk suatu pola. Pertanyaannya: apa yang membentuk pola tersebut terus berlangsung hingga saat ini?
*Generasi saat ini tidak memiliki landasan hidup*
Landasan kehidupan merupakan aspek penting yang mengarahkan seseorang berjalan ke tujuannya. Jika seseorang tidak memiliki landasan hidup, maka tentu akan hilang arah dan menyebabkan kerugian pada dirinya juga orang lain. Seperti itulah gambaran generasi hari ini. Remaja sekarang seperti kehilangan identitas, tidak memiliki jati diri, sehingga disibukkan dengan aktivitas-aktivitas haus validasi. Pencarian jati diri ini disambut dengan Sistem Kapitalisme yang memberikan paham Liberalisme atau kebebasan. Sehingga remaja bisa bertindak dan berperilaku sebebas-bebasnya. Tanpa peduli batasan norma, apalagi batasan agama. Jauhnya generasi dari agama disebabkan oleh adanya pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme) yang sengaja dihembuskan oleh barat. Barat tidak ingin anak-anak muslim kenal dengan agamanya. Mereka tidak rela anak-anak muslim cinta dengan agamanya. Sehingga ditawarkanlah berbagai hiburan yang membuat generasi muda terlena dengan dunia.
Kehilangan arah, ditambah sibuk menggapai eksistensi dan haus akan pengakuan, disempurnakan dengan balutan kebebasan dari paham liberalisme. Maka, lengkap sudah kerusakan yang dialami generasi muda hari ini. Penyaluran naluri tersebut juga diarahkan pada cara tidak tepat yang didapatkan dari konten media sosial yang mereka konsumsi. Tontonan menjadi tuntutan. Konten dunia maya dalam segala jenis rupa yang mereka tonton tidak mampu mereka saring, akhirnya tercerminlah dalam perbuatan sehari-hari. Padahal dalam Islam, usia remaja merupakan usia sudah baligh, tentu seharusnya mampu membedakan mana yang baik dan buruk sesuai kacamata agama. Namun sayangnya, pemisahan agama dari kehidupan menjadi biang kerok dari kerusakan moral generasi hari ini. Padahal, Islam mengatur urusan ini. Dalam Islam, terdapat gharizah (naluri) baqo yang salah satu bentuknya adalah ingin menunjukkan eksistensi diri. Bagi sebagian orang, mungkin melakukan kekerasan bisa dibilang "keren", sehingga orang takut dan mengakui kehebatannya. Padahal dalam Islam, ada yang lebih shohih dalam menunjukkan eksistensi diri, yaitu hadir di tengah-tengah umat untuk menyuarakan kebenaran. Kita bisa berprestasi tanpa harus menyakiti, karna itu tidak sesuai dengan tuntunan Ilahi. Kita tetap bisa bersinar dengan Islam, karena Islam menyalurkan potensi sesuai syariat.
Persoalan kekerasan dan penganiayaan ini bukanlah hanya masalah kenakalan pada individu remajanya saja. Masyarakat juga bertanggung jawab atas segala kemungkaran yang terjadi hari ini. Kebanyakan masyarakat kita diam saat melihat kemaksiatan. Bahkan mirisnya, banyak yang merekam kemudian dijadikan bahan bercandaan. Padahal seharusnya, perlu ada kontrol masyarakat untuk memastikan kemaksiatan tidak terjadi di tengah umat. Kondisi tersebut diperparah dengan hilangnya peran negara dalam memberikan pendidikan terbaik untuk generasi. Bisa kita lihat bahwa di daerah manapun dari timur hingga ke barat, di sekolah manapun dari negeri hingga swasta, di jenjang manapun mulai dari sekolah dasar hingga sekolah tinggi, pasti pernah terjadi kasus kekerasan serupa. Berarti ini bukan masalah individu, melainkan masalah sistem yang rusak.
Di tengah kekacauan yang terjadi, kita patut bertanya, "di mana peran negara dalam mengatasi masalah ini?" Negara seolah kehilangan fungsinya dalam mengurusi masalah umat. Negara dengan sistem sekulerismenya tidak bisa menjamin generasi memiliki akhlak yang lurus dan pemahaman yang benar. Hal ini diperparah dengan sistem sanksi yang tidak tegas. Dalam Islam, sanksi harus bersifat jawabir (penebus) dan zawajir (pencegah). Artinya, hukuman yang diberikan harus mampu menebus dosa atas kesalahan pelaku sehingga jera, dan mampu mencegah kejahatan tersebut terulang kembali baik oleh dirinya sendiri maupun orang lain. Dengan sistem sanksi yang tegas, tentu tidak mungkin ada kejahatan yang terus selalu berulang.
*Solusi Hakiki*
Maka, sudah jelas bahwa jika kita ingin kasus kekerasan pada remaja ini berhenti, harus dibenahi dari semua aspek yang ada. Mulai dari harus terbentuknya individu sholih yang bertakwa, sehingga tidak mungkin terbesit sedikitpun untuk melalukan tindakan penganiayaan atau kemaksiatan lainnya. Kemudian, harus adanya kontrol dari masyarakat. Masyarakat harus memiliki standar perasaan, pemikiran, dan peraturan yang sama agar tercipta masyarakat Islami yang mempunya visi misi yang sama, yaitu menjadi hamba Allah yang bertakwa. Dengan begitu maka amar ma'ruf nahi munkar (menyeru pada kebaikan dan mencegah kemunkaran) akan senantiasa terjadi di tengah-tengah masyarakat. Tentu, di atas itu semua perlu ada negara sebagai pelaksana hukum. Negara harus memastikan dan mengontrol bahwa aturan Allah SWT Sang Pembuat Hukum harus berjalan di tengah masyarakat. Negara akan memastikan pola pikir dan pola sikap generasi harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, sehingga penyaluran naluri pun akan berjalan sesuai standar halal dan haram. Sehingga kita tidak akan lagi kehilangan arah, karena kita memiliki tuntunan yang jelas, yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah. Maka sudah waktunya hukum Allah yang Sempurna diterapkan di tengah-tengah kita, agar tercipta solusi dari segala permasalahan yang ada, dengan penerapan Islam Kaffah. Semoga kita semua bisa menjadi bagian dari Hamba yang memperjuangkan kemenangan Islam Rahmatan lil 'Alamin.
Wallahu'alam bishowwab.