Sistem Pendidikan Islam, Bukti Role Model Terbaik Peradaban


author photo

26 Mei 2025 - 19.03 WIB



Oleh : Dinnar Fitriani Susanti 
Aktivis Muslimah Balikpapan 

Pemerintah terus berupaya mempercepat upaya pemutusan rantai kemiskinan melalui program Sekolah Rakyat. Salah satu daerah yang menyatakan keseriusan dalam program tersebut adalah Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf meninjau langsung proses penjaringan calon siswa Sekolah Rakyat di Kelurahan Krandegan, Kecamatan Banjarnegara, hari ini. Kunjungan ini menjadi langkah awal penyelenggaraan sekolah berasrama untuk anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem.

Sistem Kapitalisme Biang Bongkar Pasang Sistem Pendidikan 

Sistem Pendidikan yang di gagas pada periode saat ini, dengan target menuju seluruh generasi mendapatkan pendidikan yaitu program Sekolah Rakyat dan Sekolah Garuda. 

Sekolah Rakyat diharapkan mampu menyasar segmen masyarakat ekonomi kebawah. Dan sekolah Garuda Unggul harapannya untuk segmen masyarakat ekonomi ke atas. Sebagai jalan yang bersifat akomodatif.
Program ini tampak populis, tidak menyentuh dunia pendidikan. 

Wajar saja, lahirnya kebijakan ini dari sebuah sumber Sistem Kapitalisme, yang menjadikan tambal sulam atas problematika kehidupan. 

Sistem Kapitalisme tidak pernah sungguh-sungguh untuk menyelesaikan mendasar rakyat. Mengapa demikian? Persoalan sistem pendidikan saat ini tidak menjadi prioritas utama dalam penyelenggaraan negara.

Selama ini intervensi pemerintah di bidang pendidikan berupa dana BOS dan KIP bagi keluarga miskin hanya menjadi bantalan ekonomi keluarga yang tidak menghilangkan akar masalah kemiskinan dan ketimpangan Pendidikan.  Faktor ekonomi dan mencari nafkah  merupakan bukti pendidikan sebagai komoditas mahal yang tidak bisa diakses oleh seluruh rakyat. 

Inilah wajah asli sistem Kapitalisme. Rakyat dan generasi menjadi terdampak atas berbagai persoalan ya g tak kunjung tuntas. Butuh solusi yang terbaik untuk menyelesaikan kondisi ini.

Sistem Pendidikan Islam Unggul 

Dalam Islam, pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan (tidak hanya SD dan SMP) sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru/dosen, maupun menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan, sepenuhnya menjadi kewajiban negara. Ringkasnya, dalam Islam, pendidikan disediakan secara gratis oleh negara dalam semua jenjang.

Hal ini bisa terwujud karena Islam mengharuskan negara mengadopsi politik pendidikan Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunah (wahyu Allah Taala, Zat Pencipta manusia). Politik pendidikan Islam tersebut berdiri di atas sejumlah prinsip berikut.

Pertama, pandangan tentang ilmu dan pendidikan. Terkait hal ini, Nabi Saw. bersabda dari Abu Musa, “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. ….”(HR Bukhari).

Islam memandang ilmu bagaikan jiwa dalam manusia. Ilmu ibarat air bagi kehidupan. Pendidikan merupakan perkara sangat vital, memiliki peran strategis yang tidak bisa diukur hanya dari dimensi keuntungan materi. Oleh karenanya, negara akan menyelenggarakan pendidikan dengan segenap kemampuan. Berapa pun biayanya akan diupayakan pemenuhannya oleh negara.

Kedua, fungsi negara. Rasulullah saw. pernah bersabda, “Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari).

Negara bertanggung jawab penuh, tidak menjadi regulator, apalagi bergantung kepada kemampuan swasta (masyarakat ataupun korporasi) dalam berbagai pelaksanaan kewajibannya.

Negara (Khilafah) berkewajiban menjamin hak pendidikan sejak usia SD hingga pendidikan tinggi. Jaminan negara ini bersifat langsung. Maksudnya, hak ini diperoleh secara cuma-cuma atau berbiaya semurah-murahnya sebagai hak rakyat atas negara.

Dalilnya adalah Sunah dan ijmak sahabat. Rasulullah Saw. membebaskan sebagian tawanan Perang Badar yang tidak sanggup menebus pembebasannya, agar mengajari baca tulis kepada anak-anak Madinah sebagai ganti tebusannya. Ini menunjukkan pembiayaan pendidikan berasal dari negara.

Ijmak sahabat menunjukkan wajibnya negara menjamin pembiayaan pendidikan. Khalifah Umar dan Utsman memberikan gaji kepada para guru, muazin, dan imam salat jemaah. Khalifah Umar memberikan gaji tersebut dari pendapatan negara (baitulmal) yang berasal dari jizyah, kharaj (pajak tanah), dan usyur (pungutan atas harta nonmuslim yang melintasi tapal batas).

Ketiga, sumber pembiayaan. Sistem pendidikan formal yang diselenggarakan Khilafah memperoleh sumber pembiayaan sepenuhnya dari negara, yakni baitulmal.

Ada dua sumber pendapatan baitulmal untuk membiayai pendidikan. Pertama, pos faidan kharaj, yang merupakan kepemilikan negara, seperti ganimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak). Kedua, pos kepemilikan umum, seperti sumber kekayaan alam, tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).

Biaya pendidikan juga biasanya diperoleh dari wakaf. Meskipun pembiayaan pendidikan adalah tanggung jawab negara, Islam tidak melarang inisiatif rakyatnya, khususnya mereka yang kaya untuk berperan serta dalam pendidikan secara suka rela.

Keempat, sentralisasi kekuasaan negara dan desentralisasi administrasi. Dalam Islam, kekuasaan negara terkait pembiayaan maupun kurikulum bersifat terpusat agar tujuan pendidikan segera terwujud. Jadi, bukan menggunakan konsep otonomi daerah sebagaimana dalam sistem kapitalis yang kerap menimbulkan problem.

Adapun secara administrasi, dilakukan dengan mengacu pada tiga prinsip, yakni sederhana dalam aturan, kecepatan dalam pelayanan, dan dilakukan oleh orang-orang yang kapabel. Prinsip-prinsip ini jelas akan memudahkan pelaksanaan berbagai program yang telah ditetapkan dan meminimalkan terjadinya kecurangan, semisal korupsi dan sejenisnya yang biasa terjadi dalam sistem kapitalisme.

Kelima, merupakan bagian integral dari negara (Khilafah) yang memberikan kesejahteraan bagi seluruh alam. Penerapan sistem politik Islam dan ekonomi Islam meniscayakan negara memiliki visi misi menyejahterakan rakyat. Pemenuhan hak pendidikan pun bukan hal sulit. Dengan demikian, solusi hakiki bagi jaminan pembiayaan pendidikan sejatinya adalah kembali kepada penerapan syariat Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah.

Itulah yang seharusnya diperjuangkan oleh umat Islam. Berharap pada peraturan yang lahir dari sistem sekuler kapitalisme tidak akan memberi kebaikan bagi umat, kecuali hanya sedikit dan tidak menuntaskan masalah. Semoga kita terus bersemangat pada perjuangan menegakkan kembali syariat.
Bagikan:
KOMENTAR