Aceh Utara - Wacana penambahan empat batalyon teritorial oleh TNI di Aceh menuai gelombang kritik keras. Langkah ini dianggap berpotensi melanggar butir-butir penting dalam Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki, perjanjian damai yang mengakhiri konflik berkepanjangan di Aceh.
Kecaman datang dari berbagai pihak, termasuk jaringan anak syuhada dan tokoh masyarakat Aceh. Mereka menyayangkan pernyataan akademisi sekaligus alumni Lemhanas, Herman Fithra, yang justru mendukung penambahan tersebut.
Desakan agar Fithra mencabut pernyataannya pun menguat, seiring kekhawatiran bahwa pemaksaan penambahan batalyon akan menjadi preseden buruk dan mengancam perdamaian yang telah susah payah diraih.
Muchlis Sayed Adnan, salah seorang ketua jaringan anak syuhada wilayah Pase dan tokoh masyarakat Aceh, dengan tegas menyatakan kepada wartawan pada Rabu (30/4/2025) bahwa rencana penambahan batalyon merupakan pelanggaran nyata terhadap MoU Helsinki jika benar-benar direalisasikan.
Ia memperingatkan bahwa tindakan ini dapat memicu kembali ketegangan dan merusak stabilitas yang saat ini dinikmati Aceh. Pernyataan Herman Fithra, yang mendasarkan dukungannya pada alasan wawasan kebangsaan dan kemandirian pangan, dinilai oleh banyak pihak sebagai bentuk ketidakpahaman terhadap esensi dan batasan yang tertuang dalam kesepakatan damai tersebut.
MoU Helsinki secara eksplisit mengatur jumlah personel keamanan organik di Aceh pasca-relokasi pasukan non-organik. Pasal 4.7 dalam perjanjian tersebut menetapkan batas maksimal 14.700 personel tentara organik dan 9.100 personel polisi organik.
Lebih lanjut, Pasal 4.11 menegaskan prinsip bahwa dalam kondisi damai, hanya tentara organik yang berkedudukan di Aceh dan bertanggung jawab atas pertahanan eksternal.
Wacana penambahan empat batalyon, dengan perkiraan jumlah personel antara 1.200 hingga 5.200, secara jelas berpotensi melampaui batas maksimal jumlah tentara organik yang diperbolehkan oleh MoU Helsinki.
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmen pemerintah pusat dan TNI terhadap kesepakatan damai yang telah menjadi fondasi perdamaian di Aceh selama bertahun-tahun.
Anak syuhada dan berbagai elemen masyarakat Aceh mendesak pemerintah pusat dan TNI untuk lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi wacana ini.
Mereka menekankan pentingnya menghormati dan mematuhi amanah yang tertuang dalam MoU Helsinki demi menjaga kepercayaan dan stabilitas di Aceh. Penambahan personel keamanan di luar ketentuan yang telah disepakati dikhawatirkan akan merusak tatanan yang telah dibangun dengan susah payah dan mengikis rasa saling percaya antara berbagai pihak yang terlibat dalam proses perdamaian.(M)