Oleh Ferdina Kurniawati
(Aktivis Dakwah Muslimah)
Sebanyak 1,8 kilogram lebih sabu-sabu dan 40,70 gram ganja dimusnahkan Polres Berau, Kamis (10/7/2025) pagi.
Barang bukti itu merupakan hasil pengungkapan 12 kasus selama Maret hingga Mei 2025. Dari rentetan kasus tersebut, polisi juga berhasil mengamankan 14 orang tersangka.
Wakapolres Berau, Kompol Donny Dwi Ja Romansa, mengatakan, pemusnahan ini bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk nyata komitmen Polri dalam memberantas narkoba hingga ke akar-akarnya.
“Sabu kami musnahkan dengan cara direbus dalam air mendidih, lalu dibuang ke saluran pembuangan. Sedangkan ganja kami bakar hingga habis,” jelas Donny.
Dia juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk ikut ambil bagian dalam perang melawan narkoba.
“Tidak cukup hanya aparat. Masyarakat harus terlibat aktif. Jangan beri ruang bagi peredaran narkoba di Berau,” tegasnya.
Sementara itu, Kasat Resnarkoba Polres Berau, AKP Agus Priyatno, juga mengungkapkan senada. Kata dia, sebagian besar kasus narkoba yang diungkap berasal dari wilayah Tanjung Redeb. Daerah ini disebutnya sebagai salah satu titik rawan peredaran narkotika.
Modusnya masih klasik, menggunakan komunikasi lewat telepon. Para pelaku rata-rata berasal dari luar daerah dan datang ke Berau dengan tujuan khusus, yakni mengedarkan narkoba.
“Suplai narkoba di Berau umumnya berasal dari luar kabupaten, kemudian diedarkan secara sistematis di berbagai kecamatan. Mayoritas berasal dari wilayah utara Berau,” katanya.
Agus menekankan, kegiatan pemusnahan barang bukti ini adalah simbol perlawanan nyata terhadap kejahatan narkotika.(Berauterkini.co.id)
Ironi Pemberantasan Narkoba
Pengedar dan penyalah guna narkoba tampaknya selalu ada, bahkan meningkat dari tahun ke tahun. Sepanjang 2022 hingga 19 Maret 2023, dari pengungkapan 768 kasus tindak pidana narkotika dengan tersangka sebanyak 1.209 orang, BNN telah menyita barang bukti narkotika dengan jumlah yang besar. Sedangkan pada periode 2021—2023 BNN sudah menyita sekitar 5,6 ton sabu, 6,4 ton ganja, dan 454.475 butir ekstasi. Besarnya jumlah barang bukti itu memperlihatkan ada peningkatan prevalensi pengguna narkoba di Indonesia. Tindakan ini adalah bentuk komitmen pemberantasan yang dilakukan aparat.
Namun di sisi lain narkoba masuk melalui pintu pariwisata. Dengan gencarnya pintu pariwisata dibuka sebagai tempat rekreasi untuk wisatawan asing dan dalam negeri memberi ruang mudahnya narkoba untuk diedarkan. Dan yang paling mengherankan di satu sisi berkomitmen melawan narkoba sementara di sisi lain pelakunya tidak ditindak tegas. Pelaku dianggap korban dan hanya direhabilitasi. Sungguh ironis di tengah daruratnya kasus narkoba, aparat hukum tidak bisa menindak tegas pelakunya.
Bahkan Lebih parah lagi, gurita narkoba ternyata juga menimpa aparat. Mereka yang semestinya menjadi penegak hukum justru turut menjadi pengedar, penyelundup, bahkan pengguna.
Narkoba bukanlah kasus yang berdiri sendiri. Kasus narkoba justru sangat erat kaitannya dengan jejaring global. Jika demikian, apakah penghentian kasus narkoba cukup hanya dengan penyutaan dan pemusnahan barang bukti?
Narkoba bukan sekedar dipandang kejahatan tapi kemaksiatan yang seharusnya masyarakat dan khususnya ulama terlibat untuk amar makruf nahi mungkar. Namun sayangnya atas nama hak asasi kebebasan hal itu dibiarkan.
Besarnya transaksi narkoba dan berulang menunjukkan maraknya peredaran. Permintaan tinggi dan banyak yang tergiur keuntungan besar. Ini tak lepas dari pengaruh Kapitalisme Sekularisme dengan sistem ekonomi dalam mencari cuan. Bisnis narkoba dianggap menguntungkan tidak peduli keharaman.
Akibat Sistem Sekuler Kapitalisme
Lingkaran setan narkoba tidak bisa dilepaskan dari iklim yang menyuburkannya, yakni sistem kapitalisme. Kapitalisme telah merestui kebebasan bertingkah laku serta memberlakukan sistem ekonomi liberal. Akidah kapitalisme adalah sekularisme, paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Sekularisme mengakibatkan tingkah laku dalam kehidupan menjadi serba bebas sehingga tidak memiliki keterikatan terhadap aturan agama, dalam hal ini Islam.
Sedangkan dalam sistem ekonomi, kapitalisme berbasis pada mekanisme produksi. Artinya, selama suatu produk (barang atau jasa) masih ada yang menginginkannya, proses produksi terhadap produk tersebut akan terus dilakukan. Konsep ini pula yang terjadi dalam kasus narkoba.
Sekularisme selaku akidah yang memfasilitasi masyarakat untuk berbuat serba bebas, disambut oleh mekanisme pasar berupa produksi narkoba. Akibatnya, orang-orang yang lemah iman tidak akan menjadikan agama sebagai jalan keluar, tetapi menjadikan narkoba sebagai solusi saat mereka berada dalam permasalahan kehidupan. Hal yang demikian ini banyak menjadi faktor penyebab jatuhnya seseorang ke dalam jurang narkoba.
Yang menjadi masalah, orang-orang yang lemah iman sangat banyak di negeri ini, meski berpenduduk mayoritas muslim. Karut marut kehidupan yang disertai ketimpangan ekonomi dan gaya hidup juga sangat kuat membelit kehidupan masyarakat. Ini berdampak pada penggunaan jalan pintas, yaitu narkoba, miras, atau bunuh diri. Generasi muda juga banyak terbelit masalah, seperti pergaulan bebas dan tekanan dunia pendidikan, sehingga menjadi pemicu mereka menjadi penyalah guna narkoba. Ini adalah secuil contoh kegagalan negara menjaga generasi muda.
Jika kita mencermati realitas pelik narkoba, tampak jelas bahwa kapitalisme tidak punya solusinya. Kapitalisme hanya menciptakan masalah dan memperburuk masalah tersebut. Rehabilitasi bukanlah solusi tuntas terhadap permasalahan narkoba, melainkan sekadar solusi di permukaan. Tidak ada jaminan bagi seseorang bertobat pascarehabilitasi, selain dengan mengembalikannya kepada akidah Islam dan terikat pada syariat. Terlebih, bandar dan pengedar narkoba tentu mustahil bisa ditanggulangi dengan rehabilitasi, tetapi dengan penerapan aturan Islam kafah.
Solusi Paripurna
Jelas, solusi yang mampu memutus lingkaran setan narkoba adalah Islam. Islam adalah risalah universal yang meliputi seluruh manusia. Risalah Islam mengatur seluruh aspek kehidupan. Risalah itu diterapkan dalam sebuah format pemerintahan yang disebut Khilafah. Khilafah berperan merealisasikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan, serta dasar pemerintahan dan kekuasaan. Khilafah juga menerapkan aturan Islam secara kafah, termasuk untuk mengatasi permasalahan narkoba.
Dalam buku Khilafah, Memahami Sistem Politik dan Pemerintahan Islam, Subbab “Negara Khilafah Melawan Jaringan Pengedar Narkoba” disebutkan bahwa narkoba adalah barang yang haram diproduksi, dikonsumsi, dan didistribusikan di tengah masyarakat. Keharaman narkoba dinyatakan di dalam hadis, “Rasulullah saw. melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan (mufattir).” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Syekh Muhammad bin Ismail ash-Shan’ani di dalam kitab Subul as-Salam menyatakan bahwa mufattir adalah setiap zat penenang yang kita kenal sebagai obat psikotropika dan narkoba. Al-‘Iraqi dan Ibnu Taymiyah juga menuturkan adanya ijmak tentang keharaman candu (ganja).
Di dalam Khilafah, barang haram tidak dianggap sebagai barang ekonomi. Oleh sebab itu, barang haram tidak boleh diproduksi, dikonsumsi, dan didistribusikan di tengah masyarakat. Aktivitas memproduksi, mengonsumsi, dan mendistribusikannya di tengah masyarakat dianggap sebagai bentuk kejahatan (jarimah) yang harus ditindak.
Namun, sanksi terkait narkoba berbeda dengan khamar. Meski sama-sama memabukkan, sanksi narkoba tidak diatur secara mendetail di dalam nas syarak sebagaimana sanksi khamar. Dengan demikian, sanksi narkoba adalah takzir. Dalam hal ini, hakim/kadi akan mempertimbangkan kadar sanksi untuk pelakunya, dari yang ringan hingga yang berat.
Sanksi (‘uqubat) tersebut bisa berupa pengumuman, diekspos di tengah masyarakat, penjara, denda, cambuk, bahkan hukuman mati berdasarkan tingkat kejahatan dan bahayanya bagi masyarakat. Sanksi berlaku pada semua pihak yang melanggar. Tindak kejahatan narkoba adalah bagian dari kemaksiatan, yakni pelanggaran hukum syarak. Pemberlakuan sanksi tidak ada pengecualian, baik pelakunya artis ataupun masyarakat umum.
Sanksi di dalam Islam berfungsi sebagai upaya preventif (zawajir), yakni untuk mencegah orang lain agar tidak melakukan kejahatan serupa. Juga sebagai penebus dosa (jawabir) bagi pelaku sehingga di akhirat ia akan terbebas dari azab Allah Taala.
Syekh Abdurrahman al-Maliki dan Syekh Ahmad ad-Daur menyebutkan sanksi bagi kasus narkoba di dalam kitab Nizham al-‘Uqubat wa Ahkam al-Bayyinat secara garis besar sebagai berikut:
Siapa saja yang menggunakan narkoba, seperti ganja, heroin, dan sejenisnya, bisa dianggap pelaku kriminal. Ia akan dijatuhi sanksi cambuk, penjara hingga 15 tahun, dan denda. Masalah ini diserahkan kepada hakim.
Siapa saja yang menjual, membeli, menyuling, mengangkut, atau mengumpulkan narkoba, seperti ganja, heroin, dan sejenisnya, akan dijatuhi sanksi cambuk, penjara hingga 15 tahun, dan denda sebesar harganya.
Siapa saja yang membuka tempat, baik terbuka maupun tertutup, sebagai tempat mengonsumsi narkoba, ia akan dikenai sanksi cambuk dan penjara selama 15 tahun.
Orang yang mengatakan bahwa ia menjual khamar (zat yang memabukkan) untuk pengobatan maka tidak akan diterima kecuali pabriknya adalah pabrik obat-obatan, dan ia menjual obat-obatan, seperti di apotek dan sejenisnya. Jika ia terbukti menjual zat yang memabukkan itu untuk pengobatan, pembuktiannya tetap harus didengarkan.
Jika dengan sanksi-sanksi ini, pengguna, bandar, dan pengedar narkoba tetap tidak jera, hakim bisa memvonis dengan sanksi maksimal hingga hukuman mati. Ini karena kejahatan ini bisa dianggap sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa).
Selain itu, Khilafah juga akan memilih para pejabat, aparat, dan petugas yang amanah dan mampu menjaga diri dari kemaksiatan. Keimanan dan ketakwaan adalah benteng diri yang paling kuat dan utama. Hal itu sebagai wujud orientasi hidup berlandaskan akidah Islam, yakni meraih rida Allah Taala.
Pada saat yang sama, Khilafah menerapkan sistem pendidikan Islam yang bertujuan membentuk individu yang berkepribadian Islam (syahsiah islamiah) sehingga mampu menancapkan pemahaman bahwa narkoba adalah barang haram. Pemahaman ini akan menjadi perisai yang akan mencegah individu muslim menggunakan narkoba.
Dengan demikian, semua pihak akan konsisten menegakkan hukum serta takut jika berbuat dosa di hadapan Allah, bukan malah turut terlibat dalam jaringan narkoba. Wallahualam bissawab.