Penanganan Stunting Tak Hanya Soal Angka Tapi Realita


author photo

1 Agu 2025 - 19.59 WIB



Oleh Jingga Islami

Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 mencatat, Kabupaten Paser pada hasil prevalensi stunting nasional menjadi 23,4 persen. Padahal, prevalensi stunting secara nasional turun. Namun, wilayah terselatan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) ini, malah naik 1 persen dari 2023.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Paser, Amir Faisol, menjamin untuk terus berupaya dalam pencegahan dan penanggulangan kondisi gagal tumbuh pada anak balita atau stunting.

Stunting, kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, bukan hanya sekedar angka dan masalah kesehatan, melainkan cerminan kompleks dari gagalnya pemerintah dalam mengurus masyarakatnya berbagai faktor sosial, ekonomi, dan politik juga sangat berperan penting dalam permasalahan stunting di Indonesia.

*Stunting dalam Bayang-Bayang Kapitalisme*

Pemerintahan yang berlandaskan pada sistem kapitalisme, seringkali menghasilkan ketimpangan yang tajam. Dalam sistem ini, keuntungan menjadi prioritas utama, yang dapat berdampak pada distribusi sumber daya yang tidak merata. Berikut beberapa permasalahan yang terjadi pada sistem kapitalisme sekarang.

Pertama, akses Terbatas Terhadap Pangan Bergizi: Mekanisme pasar bebas dalam kapitalisme dapat menyebabkan harga pangan bergizi, seperti protein hewani dan sayuran segar, menjadi mahal dan tidak terjangkau bagi sebagian besar masyarakat miskin. Produksi pangan seringkali berorientasi pada komoditas yang menguntungkan secara finansial, bukan pada kebutuhan gizi masyarakat. Akibatnya, keluarga miskin cenderung mengkonsumsi makanan murah yang tinggi karbohidrat tetapi rendah gizi, berkontribusi pada stunting pada anak-anak mereka.

Kedua, kesenjangan Ekonomi dan Pendidikan: Kapitalisme cenderung memperlebar kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Keluarga dengan pendapatan rendah seringkali tidak memiliki akses yang memadai terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, sanitasi yang layak, dan pendidikan gizi yang memadai. Kurangnya pengetahuan tentang gizi seimbang, kebersihan, dan praktik pemberian makan yang benar pada balita menjadi faktor risiko stunting yang signifikan.

Ketiga, kesehatan yang Terkomodifikasi: Dalam sistem kapitalisme, layanan kesehatan seringkali dianggap sebagai komoditas. Akibatnya, masyarakat miskin kesulitan mengakses pemeriksaan kehamilan rutin, imunisasi, atau pengobatan penyakit infeksi yang krusial untuk mencegah stunting. Pola pikir "untung-rugi" dalam sektor kesehatan dapat mengabaikan hak dasar setiap individu untuk sehat, terutama anak-anak.

Keempat, prioritas Pembangunan yang Tidak Seimbang: Pemerintah dalam sistem kapitalisme seringkali lebih memprioritaskan proyek-proyek pembangunan berskala besar yang menghasilkan keuntungan ekonomi cepat, daripada investasi jangka panjang pada sektor kesehatan dan gizi masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil.

Kasus stunting yang belum berhasil diatasi, membuktikan bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah masih tidak tepat bahkan belum menyentuh akar masalah, buktinya data semakin naik. Adanya perbedaan data di setiap daerah dan belum lagi daerah-daerah yang tidak terdata. Seharusnya pemerintah harus lebih fokus kepada akar penyebab masalah stunting tersebut, jika hanya menyelesaikan dasar permasalahanya saja maka stunting akan terus ada.

*Sistem Islam: Solusi Holistik untuk Mengatasi Stunting*

Berbeda dengan kapitalisme yang berpusat pada materi, sistem Islam menawarkan kerangka komprehensif yang berlandaskan pada keadilan, keseimbangan, dan kepedulian sosial. Berikut penanganan negara jika diterapkannya sistem Islam.

Pertama, jaminan Kebutuhan Pokok dan Distribusi Kekayaan: Islam mewajibkan negara untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyatnya, termasuk pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan. Konsep zakat, infak, dan sedekah bukan sekadar amal kebaikan, tetapi mekanisme distribusi kekayaan yang efektif untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan. Dengan distribusi kekayaan yang adil, akses terhadap pangan bergizi akan lebih merata, dan keluarga miskin memiliki daya beli yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak mereka.

Kedua, peran Negara sebagai Pelayan Umat: Dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab besar untuk melayani rakyatnya dan memastikan kesejahteraan mereka. Ini berarti negara harus aktif dalam menyediakan layanan kesehatan gratis atau terjangkau, sanitasi yang layak, dan edukasi gizi secara luas. Pemerintah berkewajiban untuk mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk program-program pencegahan dan penanggulangan stunting.

Ketiga, kesehatan sebagai Hak Asasi dan Prioritas: Islam sangat menekankan pentingnya menjaga kesehatan. Rasulullah SAW bersabda, "Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah." (HR. Muslim). Prinsip ini mendorong umat untuk senantiasa menjaga kesehatan, dan negara bertanggung jawab untuk memfasilitasi hal tersebut. Dalam sistem Islam, pelayanan kesehatan tidak boleh menjadi komoditas, melainkan hak yang harus dijamin untuk semua.

Keempat, etika Bisnis dan Produksi Pangan yang Berkah: Islam mendorong praktik bisnis yang adil dan etis, menjauhkan dari riba, penimbunan, dan eksploitasi. Dalam produksi pangan, Islam menekankan pada keberkahan dan kehalalan, yang secara tidak langsung mendorong praktik pertanian yang berkelanjutan dan sehat, serta memastikan ketersediaan pangan yang baik bagi masyarakat.

Kelima, pentingnya Ilmu dan Pendidikan: Islam sangat menekankan pentingnya menuntut ilmu. Pendidikan gizi yang komprehensif bagi ibu dan keluarga adalah kunci untuk mencegah stunting. Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas dan mudah diakses, termasuk pendidikan tentang kesehatan dan gizi.

Dari poin-poin diatas menjelaskan bahwa dengan adanya sistem islam yang diterapkan dalan suatu negara, kasus-kasus seperti stunting sendiri akan di tangani dengan benar. Dengan prinsip-prinsip keadilan sosial, distribusi kekayaan yang merata, peran negara sebagai pelayan umat, dan penekanan pada kesehatan sebagai hak asasi, menawarkan kerangka kerja yang lebih holistik dan berkelanjutan untuk mengatasi stunting dari akarnya. Dengan menerapkan nilai-nilai dan mekanisme yang terkandung dalam sistem Islam, masyarakat dapat membangun fondasi yang kuat untuk generasi yang lebih sehat, cerdas, dan sejahtera.
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT