IKN: Ambisi Politik di Tengah Defisit Anggaran


author photo

17 Sep 2025 - 14.21 WIB



Penulis : Maryanti (guru Muslimah, Berau)
         
Pemerintah kembali diguncang polemik pendanaan Ibu Kota Nusantara (IKN). Otorita IKN (OIKN) mengajukan tambahan anggaran Rp14,92 triliun untuk tahun 2026. Padahal, pagu indikatif yang sudah disiapkan pemerintah hanya Rp6,2 triliun. Dengan begitu, total kebutuhan dana mencapai Rp21,18 triliun hanya untuk membangun kawasan DPR dan yudikatif.
Angka itu bukan sekadar defisit biasa. Lebih dari 70 persen dana yang dibutuhkan belum tersedia. Kesenjangan ini mengindikasikan bahwa pembangunan IKN tidak memiliki fondasi keuangan yang solid. Alih-alih berhenti untuk mengevaluasi, OIKN justru ngotot meminta tambahan belasan triliun rupiah dari kas negara.
Tambahan belasan triliun jelas akan menekan APBN yang sudah penuh beban: subsidi energi, pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur dasar. Pertanyaannya, apakah wajar kebutuhan rakyat ditunda demi percepatan gedung DPR dan yudikatif di IKN?
Jika logika prioritas anggaran masih berpihak pada simbol kekuasaan ketimbang kebutuhan publik, wajar bila muncul anggapan bahwa IKN hanyalah proyek ambisi politik yang dipaksakan.
Sejak awal pemerintah menjanjikan bahwa IKN akan didanai sebagian besar oleh investasi swasta. Nyatanya, hingga kini investasi besar tak kunjung mengalir. Negara tetap menjadi penopang utama. Permintaan tambahan Rp14,92 triliun hanyalah bukti bahwa janji investasi swasta masih jauh panggang dari api.
Kontradiksi ini melemahkan legitimasi proyek IKN. Bagaimana mungkin sebuah mega-proyek yang digadang tidak membebani APBN justru terus meminta “suntikan” dana negara?
Pembangunan DPR dan yudikatif di IKN jelas bersifat simbolik. Kehadiran lembaga negara akan memberi pesan bahwa ibu kota baru sah sebagai pusat kekuasaan. Tetapi simbol itu dibayar mahal, dan rakyat harus menanggung harganya.
Legitimasi tidak lahir dari gedung megah, melainkan dari pengelolaan anggaran yang adil, efisien, dan berpihak pada rakyat.
Kesimpulannya, permintaan anggaran Rp21,18 triliun memperlihatkan bahwa IKN adalah proyek yang haus dana. Ambisi politik untuk menampilkan gedung DPR dan yudikatif tidak sebanding dengan realitas fiskal negara.

Jika pemerintah terus memaksakan pembangunan tanpa dukungan keuangan yang kokoh, publik berhak mempertanyakan: apakah IKN benar untuk rakyat, atau sekadar untuk memenuhi ambisi kekuasaan?
Fakta-fakta yang kita lihat di lapangan saat ini telah memperlihatkan dengan jells ketida amanahan para pemimpin dalam mengelola keuangan negara. Alangkah baiknya jika mereka berpedoman hanya ke satu hukum saja yaitu syariat yang sudah ditetapkan Allah SWT melalui Rasulullah SAW yang dengan sangat jelas dan paripurna mengatur semua sendi kehidupan termasuk pengelolaan keuangan negara.
Beberapa hadis tentang keuangan negara menekankan pentingnya pengelolaan harta yang amanah, larangan korupsi, dan kewajiban mengelola dana untuk kesejahteraan rakyat. Hadis-hadis ini tidak secara eksplisit membahas keuangan negara modern, tetapi prinsip-prinsip yang dikandungnya menjadi landasan hukum Islam (syariah) dalam mengelola keuangan publik. 
Berikut adalah beberapa hadis yang berkaitan dengan keuangan negara:
Hadis tentang pengelolaan amanah 
Hadis ini menegaskan pertanggungjawaban yang berat bagi pejabat negara yang mengelola harta rakyat:
Rasulullah ﷺ bersabda, "Barang siapa yang kami amanahi suatu pekerjaan, lalu ia menyembunyikan (menggelapkan) sebuah peniti atau lebih, maka ia akan memikulnya di akhirat".
Hadis lain menyatakan, "... bagi mereka neraka Jahannam" bagi mereka yang mengurus harta rakyat secara tidak benar.
Solusi ekonomi Islam untuk defisit anggaran mencakup tiga strategi utama: meningkatkan pendapatan melalui instrumen zakat, kharaj, ushur, dan potensi pendapatan halal lainnya; mengelola pengeluaran dengan bijak dengan memprioritaskan kebutuhan primer dan proyek kemaslahatan umum (mashlahah) seperti fasilitas publik; serta mengelola utang dengan bertanggung jawab untuk kebutuhan primer, bukan sekunder, dan selalu disertai transparansi serta rencana pelunasan yang jelas.
Tentunya pemecahan masalah dari sudut pandang Islam baru bisa dilakukan apabila seluruh dunia sudah kembali menerapkan sistem Islam secara kaffah. Wallahu a’lam bisshawab.
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT