Miliaran untuk Konten: Kominfo Bikin Film atau Sekadar Promosi?


author photo

18 Okt 2025 - 20.38 WIB


Banda Aceh — Anggaran besar kembali menyita perhatian publik. Tahun 2025, Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) Kota Banda Aceh tercatat mengalokasikan lebih dari Rp1,2 miliar untuk kegiatan bertajuk “jasa pembuatan dan publikasi konten media sosial.” Sabtu (18 Oktober 2025).

Jumlah tersebut, yang setara dengan pembangunan sejumlah fasilitas publik, menimbulkan pertanyaan: konten seperti apa yang membutuhkan biaya hingga miliaran rupiah? Apakah berupa produksi sinematik berkelas film dokumenter, atau sekadar video promosi dengan gaya birokratis yang biasa memenuhi laman Instagram pemerintah?

Publik bereaksi keras. Banyak yang menilai anggaran itu tidak sebanding dengan manfaat yang terlihat. Tanpa rincian mengenai biaya produksi, vendor penyedia jasa, maupun indikator keberhasilan seperti peningkatan literasi digital atau keterlibatan publik, klaim “peningkatan kualitas informasi” yang dilontarkan Kominfo terkesan mengambang.

Dari dokumen rencana umum pengadaan (RUP) pada aplikasi SIRUP LKPP Banda Aceh, tercatat kegiatan tersebut berada di bawah nomenklatur “jasa publikasi dan pembuatan konten media sosial” dengan nilai lebih dari Rp1,1 miliar. Namun hingga kini, belum ada laporan terbuka mengenai hasil konkret dari proyek tersebut.

Pertanyaan pun mengemuka:

Apakah dana sebesar itu benar-benar untuk kepentingan publik, atau hanya menguntungkan segelintir pihak di balik proyek ini?

Klarifikasi dari Diskominfotik

Menanggapi sorotan itu, pihak Diskominfotik Kota Banda Aceh menyampaikan klarifikasi melalui pesan resmi kepada media ini. Mereka menjelaskan bahwa sebagian besar kegiatan publikasi tersebut merupakan bagian dari pokok pikiran (pokir) DPRK Banda Aceh, yang diklaim sebagai bentuk pertanggungjawaban legislatif terhadap kegiatan sosialisasi dan diseminasi informasi kepada masyarakat.

“Sesuai materinya, OPD yang menjadi mitra untuk menyampaikan hal tersebut adalah Diskominfotik,” tulis pernyataan resmi itu.

Diskominfotik juga menegaskan bahwa data yang tercantum dalam aplikasi SIRUP bersifat prematur dan masih dapat berubah. Bahkan, mereka mengaku beberapa kegiatan bisa saja dibatalkan seiring kondisi keuangan Pemerintah Kota Banda Aceh yang belum stabil.

“Hal ini sesuai surat dari Ibu Wali Kota untuk menghentikan proses amprahan kegiatan yang tidak menjadi prioritas,” tambah pihak Diskominfotik.

Selain itu, Diskominfotik menyebut bahwa sebagian kegiatan publikasi merupakan limpahan tugas dari bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim), yang menyesuaikan kewenangan lembaga sesuai peraturan yang berlaku.

Terkait realisasi anggaran, Diskominfotik mengakui serapan dana masih rendah.

“Untuk publikasi media siber yang baru tahun ini dilakukan, serapan dari SPD yang tersedia baru mencapai sekitar 17%. Kegiatan pun dihentikan sementara menunggu kepastian keuangan dan perubahan jika memang disetujui,” jelas mereka.

Publik Menunggu Transparansi

Kendati demikian, transparansi soal jenis konten, vendor pelaksana, dan dampak program masih menjadi tanda tanya besar. Di tengah masih timpangnya akses internet di sejumlah gampong dan lemahnya layanan informasi publik, pengeluaran miliaran rupiah untuk konten media sosial terasa janggal kalau bukan berlebihan.

Tanpa laporan hasil dan parameter keberhasilan yang jelas, publik berhak terus bertanya:

Apakah proyek ini benar-benar untuk mencerdaskan warga, atau sekadar panggung digital bagi pejabat dan rekanannya? (Ak)
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT