Oleh: Khairunnisa, M.Pd (akademisi)
Air adalah kabutuhan atau hajat penting bagi setiap orang bahkan bagi setiap makhluk hidup. Terutama manusia atau masyarakat dimanapun pasti sangat membutuhkan akses air yang mudah dan mencukupi baik untuk kebutuhan minum atapun kebutuhan penting lainnya. Namun sayangnya, di negeri kita tercinta Indonesia ini yang memiliki sumber air berlimpah, sumber-sumber tersebut banyak dikuasai perusahaan air minum. Seperti sempat ramai tentang sebuah perusahaan AMDK ternama yaitu Aqua yang selama ini klaimnya menggunakan mata air pegunungan. Namun berdasarkan sidak realitasnya pengambilannya dengan sumber air tanah (https://mediaindonesia.com , 23/10/2025). Founder Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah turut buka suara menanggapi maraknya pemberitaan terkait dugaan penggunaan air sumur tanah dalam pada air minum dalam kemasan (AMDK) merek Aqua, yang dinilai tidak sesuai dengan klaim iklan mengenai sumber mata air pegunungan. Ikhsan menilai hal ini bisa memberikan konsekuensi hukum untuk dicabut izin edar dari BPOM dan sertifikat halalnya dari BPJPH (https://mediaindonesia.com , 25/10/2025). Banyak pihak menilai bahwa pengambilan air dengan dibor akan memberikan dampak serius secara geologi seperti pergeseran tanah atau lonsor dan ekologi seperti rusaknya ekosistem sekitar pemboran, apalagi titik pemborannya sangat banyak. Meski kemudian dari pihak perusahaannya memberikan pernyataan sanggahan bahwa air tanah yang dibor dijamin aman karena merupakan sistem akuifer , tidak mengganggu sumber-suber air masyarakat serta ekosistem di atasnya, tetap saja kekhawatiran masyarakat tetap ada.
Terlepas dari polemik tentang sumber air di atas, air tetaplah sebagai kebutuhan hidup panting bagi semua orang mestinya harus mudah didapatkan. Kemudahan mengakses mestinya menjadikan sumber-sumber air tidak diprivatisasi. Sayangnya, melalui pemberitaan di atas kita sendiri mendapatkan fakta bahwa sumber air yang dikelola atau diprivatisasi oleh perusahaan AMDK senior tersebut ada sekitar 19 sumber mata air. Ini baru 1 perusahaan, belum Perusahaan AMDK lainnya yang tersebar di Nusantara ini. Belum bicara tentang bisnis air lainnya selain AMDK, misalnya perpipaan yang sumber airnya berasal dari sungai, waduk, danau, sumur bor, hingga mata air. Kondisi ini menjadikan air makin dikuasai oleh swasta. Realitas ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Di seluruh dunia, air telah menjadi komoditas yang menjanjikan. Diperkirakan pada 2030, permintaan air tawar global akan melampaui pasokan hingga 40% (https://betahita.id/news). Privatisasi sumber air adalah bisnis air atau bisnis dengan sumber hajat hidup orang banyak ini tentu sangat menguntungkan pihak perusahaan pemilik/pengelolanya. Sebagaimana mengutip kata KDM dalam sidaknya bahwa bisnis ini bahan bakunya tinggal mengambil gratis dari alam kemudian dikemas. Wajar peningkatan AMDK yang beroperasi terus meningkat. Menurut data dari Asosiasi Perusahaan AMDK Indonesia (Aspadin), pertumbuhan industri AMDK mencapai rata-rata 6–12% per tahun. Nilai pasar AMDK di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari Rp30 triliun pada 2025 dengan dominasi segmen air mineral dan air galon isi ulang. Kondisi ini menunjukkan kapitalisasi air masih sangat kuat di negeri ini karena regulasi yang mengaturnya juga tidak tegas dan justru memberikan peluang kepada banyak pihak yang mampu untuk mengelolanya. Hal ini wajar karena dalam tata kelola sistem kapitalisme akan menjadikan sumber daya apa pun sebagai komoditas yang diperjualbelikan. Kebebasan kepemilikan membuat siapa saja berhak memiliki apa pun selama mampu, meski itu kebutuhan banyak orang. Ini kembali menjadi bukti negara abai dalam menjaga hak rakyat untuk mengakses air bersih setiap hari dengan mudah dan murah.
Islam menjamin ketersediaan air bagi semua rakyat
Air Adalah kebutuhan dasar bagi semua orang. Karena itu dalam tata kelola negara berdasarkan Islam, negara difungsikan sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam menyediakan air bersih dan gratis bagi masyarakat karena hal tersebut merupakan bagian dari kemaslahatan ummat. Rasulullah ﷺ bersabda, “Imam (khalifah) itu laksana penggembala, dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Karena itu, untuk menjamin ketersediaan air tersebut Islam memiliki seperangkat peraturan terkait kepemilikan yaitu milik negara, umum dan individu. Air Adalah SDA sebagai kepemilikan umum, sehingga tidak boleh dimiliki oleh kelompok tertentu seperti perusahaan ataupun individu. Pengelolaan sepenuhnya dilakukan oleh negara. Adapun jika pihak swasta terlibat hanya untuk urusan teknis di bawah kendali negara. Dalam hal ini, negara Islam akan mengelola sumber air sehingga seluruh rakyat dapat menikmatinya secara gratis. Misalnya dengan mendirikan industri air bersih perpipaan yang menjangkau seluruh pelosok negeri, atau mengemas air agar praktis dibawa ke mana-mana. Semua itu sangat mungkin diwujudkan dengan dukungan pembiayaan dari baitulmal Khilafah (pengelolaan keuangan negara berbaik syariat Islam). Jadi sudah saatnya umat dunia meninggalkan sistem ini dan beralih pada sistem Islam yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan umat, termasuk air.