School Religious Culture dengan Ekosistem Moderasi


author photo

3 Nov 2025 - 17.23 WIB



Oleh : Herliana Tri M

Dikutip dari laman Kemenag.go.id , 18/10/2025)
 menyampaikan bahwa
dalam satu tahun enam bulan terakhir, Pendidikan Agama Islam di sekolah menunjukkan warna dan geliatnya. Dinamika memberi isyarat dan bukti nyata bahwa Pendidikan Agama Islam di sekolah berkembang nyata. Merentang dari Taman Kanak-kanak, SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA-SMK-SMALB, hingga Perguruan Tinggi Umum (PTU), entitas PAI menunjukkan diri dengan jelas terkait identitas diri, eksistensi, kontribusi, dan kiprahnya
melalui Tujuh Peta Jalan Pendidikan Agama Islam.

 Tujuh Peta Jalan Pendidikan Agama Islam itu adalah peningkatan kompetensi dan kualifikasi guru PAI (1), Peningkatan Karir dan Kesejahteraan Guru PAI (2), Penguatan dan Menumbuhkankembangkan Ekosistem Moderasi Beragama (3), Kurikulum PAI (4), School Religious Culture (5), Satu Data untuk Semua dan Penguatan Regulasi (6), Rebranding PAI (7).

Kemenag menambahkan,
makna dasar dan tujuan dari kegiatan yang diselenggarakan agar agama Islam semakin 'hadir' di sekolah. Kemenag, sesuai tugas-fungsi yang diamanahkan peraturan perundang-undangan bahwa urusan Pendidikan Agama harus dikelola oleh Kementerian yang membidanginya, perlu hadir dan memberi penguatan pada ranah Pendidikan Agama Islam.
Kita tidak bisa membayangkan, apa jadinya pendidikan kita apabila tidak ada ruh agamanya, nilai-nilai agama, akhlak, dan budi pekerti yang luhur. Sehingga perlu ada penanaman nilai-nilai agama yang moderat, penuh cinta, serta komitmen kebangsaan yang jelas. Secara otomotis akan melahirkan peserta didik di sekolah, yang pada 15-20 tahun yang akan datang memegang tongkat estafet selaku pemimpin bangsa dan negara, dengan nilai agama yang moderat, rahmatan lil'alamin, dan penuh cinta.

Arti Sebuah Kata

Setiap kata memiliki makna dan maksud. Tak mungkin ada penyandaran kata tanpa tendensi apapun. Bahkan dalam sebuah nama yang diberikan pada bayi yang baru lahirpun berisi doa- doa dan harapan orang tua agar anaknya kelak sesuai dengan nama yang disematkan atasnya. Demikian juga penggunaan istilah- istilah baru yang tak pernah dikenal pada masa dahulu. Kata moderasi beragama, radikalisme, terorisme sebagai istilah- istilah baru yang seringkali disematkan atas umat Islam. 

Kembali pada bahasan sebuah istilah, seringkali ada penggantian sebuah kata dengan kata baru bermaksud menggiring pada opini baru dan menggantikan makna sebelumnya. Sebagai contoh, istilah riba yang dimakna sebagai tambahan dalam aktivitas tolong menolong misalnya pinjam meminjam, maka tambahan yang dibayarkan dari utang dimaknai sebagai riba. Lantas, kita dikenalkan dengan istilah baru dengan nama bunga, interest yang menanamkan dalam benak sebagai hal yang menyenangkan, harum, disukai banyak orang menggantikan persepsi sebelumnya dari istilah riba.

Contoh yang lain seperti penggunaan kata pel*c*r yang dianggap bahasa tidak layak dan digantikan dengan istilah baru PSK ( Pekerja Seks Komersiil). Menggantikan makna sebelumnya agar kata PSK bisa diterima masyarakat karena disamakan dengan kata pekerja. Kata pekerja dalam benak kita tertancap sebagai aktivitas mencari nafkah yang sah. Artinya setiap ada pergantian istilah yang digunakan, maka didalamnya ada maksud tertentu. 

Demikian juga penggunaan istilah moderasi beragama yang sering kita dengar. Istilah baru yang memiliki makna tertentu. Moderasi beragama dimaksudkan sebagai cara beragama yang tidak ekstrem atau berlebihan, dan mengambil jalan tengah yang adil serta berimbang. Sikap ini tercermin dalam komitmen terhadap kebangsaan, anti-kekerasan atas nama agama, toleransi terhadap perbedaan, juga penerimaan terhadap kekayaan budaya dan tradisi. 

Dapat dimaknai bahwa moderasi Islam adalah usaha meninjau kembali ajaran Islam yang dianggap “radikal” dan menafsirkannya dengan interpretasi baru, menjadikan Islam sebagai agama moderat. Ayat-ayat yang dianggap berseberangan dengan makna moderasi yang dimaksud akan ditinjau ulang. Sebagai contoh adalah makna jihad, qishas ditafsir ulang. Ajaran Khilafahpun ditinjau ulang. Semua itu dilakukan agar Islam menjadi agama “damai” yang menengahi Timur dan Barat. 
Padahal itu jauh dari prinsip wasathiyyah umat Islam. “Ummat[an] wasatha[n]” adalah umat yang adil, bukan umat yang guncang tanpa prinsip.

Penggunaan istilah moderasi Islam justru mengubah ketetapan dan hukum pada perkara yang sudah mujma’ ‘alayhi. Akibatnya, mereka menolak formalisasi syariah dalam ranah negara, jihad melawan orang kafir, penerapan hudud bagi pelaku perzinaan dan homoseksual, hukuman mati bagi orang yang murtad, dan hukum-hukum Islam lainnya. Diganti dengan pemikiran- pemikiran dan menerima pemikiran orang kafir, semacam liberal-sekular, yang nyata-nyata bertentangan dengan akidah dan syariah Islam.

Islam Bukan Agama Prasmanan

Islam adalah agama sempurna yang Allah turunkan kepada Rasulullah Muhammad. Sepaket sebagai aturan yang menghantarkan umat pada kejayaan kembali saat dimaknai apa adanya, yang telah digariskan oleh Sang Pencipta. 

Islam tak layak diperlakukan seperti hidangan prasmanan, yang diambil saat sesuai dengan kemauan dan kepentingannya, namun didefinisikan ulang saat tak sesuai dengan kebutuhan. Tentu hal seperti ini sangat berbahaya karena menjadikan Islam tak sesuai dengan kemauan Sang Pencipta, melainkan mengikuti kemauan pemilik kuasa. 

Mengembalikan Kejayaan Islam dengan Makna Sebenarnya

Kejayaan Islam hanya akan diraih saat umat ini mengembalikan makna sesuai tuntunan syariah. Tak perlu ada penambahan dan pengurangan karena bagian dari definisi yang Allah berikan. Cukup bagi kita mengambil sepenuhnya dan mempraktekkan dalam kehidupan nyata agar kejayaan Islam kembali hadir. Islam menjadi pusat peradaban dunia baik dalam hal sains teknologi, ketinggian tsaqofah maupun kemuliaan yang tercermin dari perilaku penduduk. Semua tersaji lengkap menjadikan Islam rahmatan lil 'alamin saat diwujudkan mengikuti resep yang pernah Rasulullah teladankan dan dilanjutkan kepala negara setelahnya.
 
Sebagai penutup, 
penting untuk kita simak ungkapan Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani rahimahulLahu dalam kitabnya. Beliau menegaskan tentang pengamalan fikih Islam secara benar menjadi kunci kebangkitan dan kebaikan.

فَلَوْ أَنَّ الْمُسْلِمِين ( الْيَوْم ) عَمِلُوْا بِأَحْكَامِ الْفِقْهِ وَالدِّيْنِ كَمَا كَانَ أباؤُهُمْ لَكَانُوْا أَرْقَى اْلأُمَمِ وَأَسْعَدَ النَّاس!

Sekiranya kaum Muslim hari ini menerapkan hukum-hukum fikih dan agama (Islam) sebagaimana para pendahulu mereka, niscaya mereka akan menjadi umat terdepan.
Bagikan:
KOMENTAR
 
Copyright @ 2014-2019 - Radar Informasi Indonesia, PT