Mencuri Karena Lapar Atau Malas Bekerja?


author photo

17 Feb 2020 - 14.43 WIB



Oleh : Cut Zhiya Kelana, S.Kom

Kemiskinan yang merata membuat orang kadang sering bertindak diluar dugaan, demi memenuhi hajat hidupnya. Seringnya hal ini disebabkan tekanan ekonomi yang dimana harga melambung tinggi, maka untuk memenuhi hajatnya itu terutama yang berhubungan dengan nyawa, maka mereka akan melakukan hal apapun asal bisa makan. Mirisnya, disaat masyarakat bingung apa yang bisa untuk dimakannya untuk menyambung hidupnya, malah para penjabat sering mengatakan kita mau makan apa.

Hal ini semakin jelas terlihat perbedaan kaya dan miskin semakain jauh, padahal disetiap harta orang kaya ada sedikit hak orang miskin. Namun hal itu rasanya hanya ada pada masa kampanye atau jika ramadhan tiba. Selebihnya mereka berfikir sendiri apa yang bisa di olahnya untuk menyambung hidup. Kemiskinan yang melanda masyarakat bukan membuat mereka menjadi hobi untuk mencuri tapi mencuri karena terpaksa akibat kelaparan.

Pria berinisial SF alias Adek (35) asal Desa Matang Teungoh Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara ditangkap karena mencuri dirumah temannya. Mulai dari mesin potong rumput, tabung gas melon hingga sandal jepit pada 10 februari 2020. Kapolres Aceh Utara AKBP Ian Rizkian Milyardin melalui Kasat Reskrim AKP Adhitya Pratama kepada serambi menyebutkan penangkapan terhadap tersangka SF alias Adek setelah polisi mendapatkan dua alat bukti yang cukup. (SerambiNews.com)

Tersangka kata Reskrim, masuk melalui loteng rumah menggunakan tangga kayu, dari atas loteng, lalu pelaku turun ke dalam rumah denga selang air, kemudian mencuri tabung gas melon yang ada didapur. Ditambah pelaku tidak menemukan barang berharga lainnya yang bisa ia bawa. Namun pada saat keluar dari rumah itu, tersangka SF mengambil satu mesin pemotong rumput dirumah semi permanen yang juga milik Mulyadi. AKP Adhitya menambahkan, sebelumnya tersangka sering diajak oleh Mulyadi kerumahnya sehingga paham betul kondisi rumah, karena mendapat kabar saudara Mulyadi di tangkap polisi di wilayah Langkat, muncul niat untuk mencuri kerumah Mulyadi.

"Tersangka SF mengaku jika sebelumnya kerbutuhan dirinya sehari-hari sering dipenuhi oleh Mulyadi. Namun malam itu dirinya merasa kelaparan hingga nekat untuk mencuri di rumah Mulyadi untuk bisa mendapatkan uang" kata Kasat Reskrim

Mencuri itu Dosa Besar
Allah Ta'ala berfirman:
 "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (QS. Al Maidah: 38).

Dalam ayat ini, Allah Ta'ala menetapkan hukuman hadd bagi pencuri adalah dipotong tangannya. Ini menunjukkan bahwa mencuri adalah dosa besar. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin mengatakan:

"Dosa besar adalah yang Allah ancam dengan suatu hukuman khusus. Maksudnya perbuatan tersebut tidak sekedar dilarang atau diharamkan, namun diancam dengan suatu hukuman khusus. Semisal disebutkan dalam dalil 'barangsiapa yang melakukan ini maka ia bukan mukmin', atau 'bukan bagian dari kami', atau semisal dengan itu. Ini adalah dosa besar. Dan dosa kecil adalah dosa yang tidak diancam dengan suatu hukuman khusus" (Fatawa Nurun 'alad Darbi libni Al-'Utsaimin, 2/24, Asy-Syamilah).

Ibnu Shalah rahimahullah mengatakan:
 "Dosa besar ada beberapa indikasinya, diantaranya diwajibkan hukuman hadd kepadanya, juga diancam dengan azab neraka atau semisalnya, di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Demikian juga, pelakunya disifati dengan kefasikan dan laknat " (Tafsir Ibnu Katsir, 2/285).

Hukuman untuk Pencuri dalam Islam
Jelas didalam Islam hukumnya adalah potong tangan bagi pencuri laki-laki dan perempuan (Al-Maidah : 38). Namun pencurian ini harus dilihat dulu karena faktor apa? Laparkah atau memang kebutuhan lainnya. Jika karena lapar maka Islam punya cara sendiri mengatasinya yaitu, melepaskannya karena ini pernah di contohkan oleh Khalifah Umar bin Khatab.

Khalifah Umar juga mengampuni pencuri yang mencuri unta karena kelaparan. Kisahnya, suatu hari beberapa pembantu Hatib bin Abi Balta'ah ketahuan mencuri seekor unta milik orang dari Muzainah. Kusayyir bin As-Salt kemudian meminta Khalifah Umar untuk menjatuhkan hukuman potong tangan pada pencuri tersebut.  Singkat cerita, Khalifah Umar melepaskan beberapa pembantu Hatib tersebut dari tuduhan pencurian setelah mengetahui kalau mereka melakukan itu untuk sekadar mencari hidup. Amirul Mukminin bahkan meminta Abdurrahman, anak Hatib, untuk membayar dua kali lipat harga unta orang Muzainah yang dicuri beberapa pembantu Hatib tersebut. "Pergilah Abdurrahman dan berikan kepadanya (orang Muzainah pemilik unta) delapan ratus, dan bebaskan anak-anak muda itu pencuri itu dari tuduhan pencurian, sebab Hatib yang telah memaksa mereka mencuri: mereka dalam kelaparan dan dan sekadar mencari hidup," kata Khalifah Umar.

Ini merupakan pemahaman Umar yang mendalam untuk tujuan-tujuan syariah. Khalifah Umar memandang inti masalah ini dan tidak cukup melihat sisi luarnya saja. Khalifah memandang faktor penyebab pencurian. Umar menemukan faktor pendorongnya adalah rasa lapar yang dinilai sebagai  kondisi darurat yang membolehkan hal-hal terlarang. Ini seperti yang ditunjukkan oleh perkataan Umar dalam kisah anak-anak kecil pencari  kayu bakar, "KaIian mempergunakan mereka dan membuat mereka lapar  hingga salah satu di antara mereka bisa memakan sesuatu yang haram, baginya halal."

Namun demikian, ini berbeda kasus jika terjadi penjarahan-penjarahan yang dilakukan dengan brutal dan mengerikan. Yang diambil bukan hanya barang yang untuk di makan. Barang-barang lain pun diambil seperti; televisi, ban motor/mobil, kulkas, dll. Ini jelas tidak termasuk dalam kondisi pengkhususan di atas. Sebab barang-barang di atas bukan barang-barang yang bisa langsung dimakan yang menyebabkan rasa lapar jadi hilang sehingga nyawa bisa tersambung lagi. Jika terjadi pencurian seperti ini maka hukum had terkait dengan pencurian harus ditegakkan. Jika memenuhi nishâb maka pencurinya harus dipotong tangannya. Tidak ada pengecualian, karena sudah melebihi batas pengkhususan hukum syariah.

Dalam kasus ini pelaku mencuri karena lapar, namun Islam memandang pelaku tetap harus dihukum potong tangan karena yang dicuri bukanlah makanan tapi berupa barang yang kemudiaan digadai dengan harga 80 ribu rupiah. Maka yang harus diselidiki adalah apakah benar ia lapar, sedangkan dirinya masih mampu untuk bekerja. Ataukah hanya karena faktor malas yang sudah mengakar menyebabkan dirinya terbiasa mengharapkan bantuan dari orang tanpa harus bersusah bekerja. Teman yang biasa menolongpun akhirnya di colong, dan tentunya pemerintah juga harus memperhatikan masyarakatnya. Apakah kebutuhannya tercukupi dari segi sandang, papan dan pangan?
Wallahu 'Alam
Bagikan:
KOMENTAR