Oleh : Habibah
Skema dana pensiunan PNS belakangan ini lagi ramai dibahas karena dianggap menjadi beban negara untuk jangka panjang. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menginginkan adanya perubahan di skema pencairan dana pensiun para abdi negara. Melansir dari Taspen.co.id, Program Pensiun adalah penghasilan yang diterima oleh penerima pensiun setiap bulan sebagai jaminan hari tua dan penghargaan atas jasa-jasa pegawai negeri selama bertahun-tahun bekerja dalam dinas pemerintah.
Penyelenggaraan pembayaran pensiun dilakukan berdasarkan UU 11/1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai. Sesuai dengan UU tersebut, sumber dana pembayaran pensiun berasal dari APBN (pay as you go).
Menkeu Sri Mulyani menyebut skema penyaluran dana pensiun bagi abdi negara telah membebani negara yang nilainya kini telah mencapai Rp2.800 triliun. Oleh sebab itu, Menkeu ingin agar skema tersebut diubah dari skema pensiun PNS "pay as you go" menjadi "fully funded", yaitu sistem pendanaan pensiun yang bersumber dari iuran bersama oleh PNS sebagai pekerja dan pemerintah sebagai pemberi kerja. Dengan skema ini, dana pensiun tidak lagi sepenuhnya berasal dari APBN. (CNBC Indonesia, 27/08/2022)
Untuk Jaminan Pensiun (JP) menggunakan skema pay as you go yang dibayar pemerintah melalui APBN. Pihak yang mendapat manfaat dari JP ialah pensiunan pusat/daerah, janda/duda, dan anak-anak yang masih sekolah. Sementara itu, PNS dikenakan potongan 8% per bulan, yakni 4,75% untuk program jaminan pensiun dan 3,25% untuk JHT. Iuran 4,75% sebagai akumulasi iuran pensiun, sedangkan iuran 3,25% dikelola PT Taspen dan diberikan saat PNS pensiun.
Lantas, bagaimana ceritanya APBN terbebani, sedangkan setiap bulan gaji pegawai dipotong untuk dana pensiun?
Skema fully funded sebenarnya tidak jauh beda dengan skema pay as you go. Bedanya, potongan untuk pembayaran iuran pensiun dengan skema fully funded diambil dari pendapatan penuh yang dibawa pulang atau take home pay (THP). Sedangkan skema pay as you go diambil dari gaji pokok saja. THP berbeda dengan gaji pokok. THP ialah gaji dan berbagai tunjangan yang diterima PNS setiap bulan.
Pemerintah mengklaim, dengan skema fully funded, PNS akan menerima uang pensiun yang nominalnya lebih besar dari skema pay as you go. Bahkan, ada yang mengatakan PNS bisa mengantongi Rp1 miliar dana pensiun jika menggunakan skema fully funded.
Mengapa alokasi dana untuk rakyat acapkali disebut beban APBN? Padahal, banyak alokasi belanja negara yang nirfaedah yang jelas-jelas membebani APBN. Bagaimana dengan gaji dan tunjangan para pejabat yang fantastis? Bagaimana pula dengan para koruptor kakap yang tidak pernah berhasil dibekuk? Mengapa semua ini tidak pernah disebut beban negara?
Giliran menyangkut rakyat saja, selalu disebut beban negara. Subsidi BBM dikatakan beban negara, BLT beban negara, kini dana pensiun pun disebut beban negara.
Mencermati rencana perubahan skema penyaluran dana pensiun PNS, tidak akan mengubah fakta bahwa pemerintah setengah hati memberi jaminan bagi pegawai yang sudah purnatugas. Negara tidak mau menanggung penuh pembayaran. Yang terjadi sebenarnya adalah pegawai membayar iuran untuk menjamin hari tua mereka sendiri.
Disamping itu beban rakyat sebenarnya jauh lebih berat dengan berbagai tarikan pajak yang pemerintah tetapkan. Bukankah sumber pemasukan APBN salah satunya berasal dari pajak rakyat? Tidak mau APBN terbebani, tetapi tanpa beban menarik aneka iuran dan pajak kepada rakyat. Ditambah, kenaikan berbagai bahan pokok yang semakin membebani rakyat.
Perspektif Islam pada Purnabakti
Perubahan skema pengelolaan dana pensiun sejatinya lahir dari paradigma kapitalistik yang memposisikan hubungan penguasa dengan rakyat sebatas untung dan rugi. Pemerintah tidak mau rugi dengan memberi dana pensiun yang jumlahnya bisa jadi lebih besar dari iuran yang diberikan PSN semasa ia bekerja.
Sebaliknya, pemerintah harus mendapatkan keuntungan dari iuran tersebut, itulah sebab skema aturan dana pensiun terus dilakukan agar pemerintah untung. Rakyat yang sudah tidak produktif alias pada usia senja, mereka harus mampu membiayai kebutuhannya sendiri dan tidak boleh menjadi beban negara. Inilah negara dalam sistem kapitalisme yang tidak bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Berbeda dengan islam, hubungan negara dan rakyat ibarat ayah dan anak. Negara mestinya bertindak layaknya ayah yang menghidupi dan memenuhi kebutuhan anaknya. Rakyat ibarat anak yang wajib mendapat perlindungan dan jaminan dari negara.
Islam memandang purnabakti lansia sebagai rakyat yang harus diutamakan sebab ia terkategori manusia lemah yang sudah tidak bisa bekerja lagi. Lansia juga tidak diwajibkan bekerja mencari nafkah. Kewajibannya berpindah pada walinya, yakni keluarga dan kerabatnya. Jika seluruh penanggung nafkah tidak bisa menafkahi karena tidak mampu, kewajiban nafkah jatuh pada negara. Dari sini, rakyat tidak akan dipusingkan dengan hari tua saat dirinya tidak lagi mampu bekerja.
Lagi pula, dana pensiun sebenarnya tidak dikenal dalam Islam. Upah hanya diberikan pada seseorang yang bekerja sehingga tidak akan ada rakyat yang menuntut uang pensiun saat ia tidak sanggup lagi bekerja.
Meski demikian, pensiunan beserta anggota keluarga atau tanggungannya tidak usah khawatir karena negara tetap akan menjamin kebutuhan dasarnya. Jaminan kesehatan, pendidikan, dan keamanan, negara wajib menyediakan layanannya secara gratis karena tugas pelayanan tersebut tidak mungkin dilakukan individu rakyat. Artinya, negara berperan sentral dalam menyelesaikan seluruh kebutuhan umat dan ini hanya dimiliki oleh sistem pemerintahan Islam.
Apabila pensiunan memiliki tanggungan, ia akan mendapatkan sokongan negara untuk menunaikan tanggung jawabnya. Jika pensiunan tersebut meninggal dalam keadaan masih memiliki utang dan tidak ada ahli warisnya, negara juga yang wajib menanggungnya.
Dari Miqdam al-Kindi, dari Nabi saw., bahwa beliau saw. bersabda, "Aku adalah wali bagi setiap orang mukmin dibandingkan dengan dirinya sendiri. Siapa saja yang (mati lalu) meninggalkan utang atau beban yang ditinggalkannya, datanglah kepadaku. Dan siapa saja yang meninggalkan harta, wariskanlah (pada ahli warisnya). Aku adalah wali bagi orang-orang yang tidak ada wali baginya. Akulah yang mewarisi hartanya dan membebaskannya." (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi)
Setelah Rasulullah saw. wafat, urusan ini pun beralih pada Khalifah. Khalifahlah yang membayarkan utangnya jika tidak ada wali yang menanggungnya. Khilafah pula yang menerima harta waris (masuk ke kas negara) ketika tidak ada ahli warisnya. Seluruh hartanya dikelola Khalifah semata untuk kemaslahatan dan kebaikan kaum muslim.
Wallahu a'lam bi ashowab.