Jika Pindah IKN Masih Kebanjiran?


author photo

28 Mar 2023 - 22.19 WIB



Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd Alumni Pascasarjana Unlam

Jakarta banjir, macet, dan padat demikianlah kehidupan di ibu kota. Fakta tersebut dijadikan salah satu urgensi pemindahan ibu kota. Namun, bagaimana dengan Kaltim sendiri, khususnya desa Sepaku di Penajam Paser Utara (PPU) apakah bebas banjir? Di media sosial, viral bahwa banjir di Sepaku saat ini akibat pembangunan IKN.

Diberitakan daerah sekitar IKN yakni Penajam Paser Utara (PPU), di daerah Kecamatan Sepaku yang menjadi wilayah IKN, kerap kali terjadi banjir. Banjir terjadi karena luapan air sungai jika intensitas hujan tinggi dan kurang berfungsinya gorong-gorong yang ada di daerah itu. Penyebab lain yakni karena rumah warga berada di dataran rendah.

Penyebab banjir karena dampak pindah IKN ini disanggah oleh Ketua Gerakan Putera Asli Kalimantan (Gepak Kuning) Suriansyah. Dia menegaskan, jangan menggunakan isu banjir untuk mengganggu konsentrasi pembangunan IKN Nusantara. Menyamakan IKN Nusantara dengan Jakarta juga sangat tidak relevan.

Sementara itu Otorita Ibu Kota Nusantara telah mengidentifikasi penyebab banjir di Kelurahan Sepaku, di wilayah IKN Nusantara, Kalimantan Timur, pada 17 Maret lalu. Menurut penjelasan Sekretaris Otorita IKN Achmad Jaka Santos Adiwijaya, penyebabnya adalah gorong-gorong yang tidak optimal sehingga menghambat arus air dan meningkatnya aliran permukaan. Juga ada faktor erosi, kemudian sedimentasi, dan pendangkalan sungai. (Viva.co.id, 27/3/2023)

Banjir Bukti Mafsadat bagi Rakyat

Dengan mengetahui fakta bahwa daerah sekitar IKN banjir, tentu jadi urgen Kaltim pun perlu diselamatkan! Sebelum bertambah dari dampak ekologi akibat pembangunan baru karena IKN nanti. Pemerintah harus antisipasi mencegah banjir, jangan jadikan IKN sebagai "pelarian" banjir Jakarta. Tetapi akhirnya IKN baru pun kebanjiran. Bagaimanapun efek pindah IKN akan berpengaruh pada ekologi di Kaltim meski ada sanggahan banjir di Sepaku bukan karena pindah IKN.

Penyebab banjir masih kontroversial apakah karena pembangunan IKN baru atau tidak. Siapa saja bisa produksi data dan menganalisis penyebab banjir di Sepaku. Tapi yang harus dirujuk tetap validata masing-masing. Intinya proses pematangan lahan sudah cukup banyak berlangsung di IKN. Pasti ada dampak ke peningkatan limpasan permukaan, erosi-sedimentasi hingga banjir saat curah hujan cukup tinggi.

Kaltim sudah cukup dengan rusaknya lingkungan akibat pertambangan. Longsor, jalanan rusak karena sering di lewati truk pengangkut berat berupa tambang dan sawit, polusi udara, air tercemar, dan lubang tambang yang memakan korban, serta berbagai masalah pertambangan lainnya. Persoalan tambang belum selesai, Kaltim kembali disuguhkan dengan IKN yang dijanjikan manis, Forest City. Tentu publik sangsi dengan pemerintah mengingat kerusakan lingkungan Kaltim saat ini yang tak tertangani. 

Bagaimana IKN bisa menjanjikan ramah lingkungan sedangkan aktor utama dan desainernya bukan negara melainkan para Kapital? Banjir hanya dampak ikutan pembangunan IKN yang menunjukkan kebijakan pindah IKN tidak maslahat untuk rakyat. Pindah IKN hanya menguntungkan kapitalis oligarki dan asing, astaghfirullah.



Belajar dari Khalifah al-Mansur

Salah satu pelajaran yang bisa dimbil dari sejarah pembangunan ibu kota bisa dilihat dari Khalifah al-Mansur yang mendirikan kota Baghdad. Al-Mansur percaya bahwa Baghdad adalah kota yang akan sempurna untuk menjadi ibu kota Khilafah.

Modal dasar kota ini adalah lokasinya yang strategis dan kontrol atas rute perdagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia. Tersedianya air sepanjang tahun dan iklimnya yang kering juga membuat kota ini lebih beruntung daripada ibu kota Khilafah sebelumnya yakni Madinah atau Damaskus.

Namun modal dasar tadi tentu tak akan efektif tanpa perencanaan yang luar biasa. Empat tahun sebelum dibangun, tahun 758 M al-Mansur mengumpulkan para surveyor, insinyur dan arsitek dari seluruh dunia untuk datang dan membuat perencanaan kota.

Lebih dari 100.000 pekerja konstruksi datang untuk mensurvei rencana-rencana, banyak dari mereka disebar dan diberi gaji untuk langsung memulai pembangunan kota. Kota dibangun dalam dua semi-lingkaran dengan diameter sekitar 19 kilometer.

Bulan Juli dipilih sebagai waktu mulai karena dua astronom, Naubakht Ahvaz dan Masyallah percaya bahwa itu saat yang tepat, karena air Tigris sedang tinggi, sehingga kota dijamin aman dari banjir. 

Demikian salah satu sejarah Khilafah Islam dalam hal pemindahan ibu kota. Selain itu, Islam mengatur kepemilikan sehingga kekayaan berupa Sumber Daya Alam akan bisa dinikmati rakyat termasuk dana dalam membangun ibu kota baru. Dengan itu semua kemandirian dalam negeri pun bisa diwujudkan. Walhasil, IKN dalam Khilafah akan bebas banjir dan bebas dari intervensi asing.
Wallahu a'lam...
Bagikan:
KOMENTAR