"

Saat Anggaran Diefisiensi , Apakah Pendidikan Geratis Bisa Direalisasi?


author photo

8 Mei 2025 - 13.19 WIB



Oleh : Uswatun Hasanah
( Aktivis Muslimah)
Ratusan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat menggelar aksi demonstrasi di depan kantor DPRD Provinsi Kaltim, Jalan Teuku Umar, Sungai Kunjang, Senin (24/2) sore. Mereka menolak program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah, dengan alasan kebijakan tersebut tidak tepat sasaran dan bukan solusi utama bagi permasalahan mahasiswa saat ini.
Selain menolak program MBG, mahasiswa juga menyoroti program pendidikan gratis "Gratis Poll" yang dicanangkan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim terpilih, Rudy Mas'ud-Seno Aji. Mereka meragukan realisasi program tersebut mengingat pemerintah pusat telah menerapkan kebijakan efisiensi hingga pemangkasan anggaran di berbagai sektor. (www.prokal.co/samarinda/amp/1775693151/mahasiswa-ragukan-realisasi-gratispol-juga-tolak-program-mbg).
Aksi demonstrasi mahasiswa patut diapresiasi mengingat apa yang disuarakan juga apa yang dirasakan masyarakat pada umumnya. Namun aksi ini masih dalam hal teknis dan belum menyentuh pada akar persoalan, yakni persoalan sistem dan kepemimpinan yang kapitalistik sekuler.
Segala yang terjadi saat ini sejatinya makin menegaskan soal buruknya watak sistem kepemimpinan sekuler kapitalistik yang dipertahankan dari rezim ke rezim. Alih-alih mengurus rakyat dan memberi solusi bagi setiap problem masyarakat dengan solusi tuntas yang menyejahterakan, para penguasa malah kerap sibuk melanggengkan kursi kekuasaan.
Sistem kepemimpinan sekuler kapitalisme memang tidak mengenal aturan agama, termasuk soal amanah dan tanggung jawab besar yang dikaitkan dengan pertanggungjawaban kepada Tuhan yang menciptakan semesta. Sistem ini menempatkan negara atau kekuasaan hanya sebagai alat meraih kepentingan, terutama kepentingan segelintir orang dari kalangan para pemilik kapital.
Di bawah pemerintahan baru, kehidupan masyarakat bukan makin membaik dari kondisi sebelumnya namun malah semakin sengsara karena kebijakan pemerintah yang makin menyusahkan rakyat yang dibungkus narasi “demi kepentingan rakyat”. Pemerintah terlihat kian kehilangan arah. Kinerja mereka hanya berorientasi pada ambisi jangka pendek dan upaya membangun citra.
Pergantian pemimpin justru semakin menampakkan sosok populis otorutarianism, seakan pahlawan tapi di sisi lain mendzalimi rakyatnya. kepemimpinan populis otoriter berjalan karena mereka berada di bawah kontrol oligarki. Kenyataan kepemimpinan populis otoriter itu adalah pemerintah melayani kepentingannya para kapitalis, pemilik modal, investor asing, dan oligarki, sekelompok kecil yang punya material power yang mengendalikan hukum dan ekonomi. Rakyat sudah tidak bisa berharap lagi, kapan ini berakhir?
Islam adalah ideologi, bukan hanya mengurus soalan keyakinan, tetapi juga mengatur seluruh urusan kehidupan. Syariat Islam kafah akan menjadi solusi ketika diterapkan secara sempurna oleh negara. Islam memiliki konsep kepemimpinan yang istimewa serta berbeda dengan sistem mana pun yang ada di dunia.
Peringatan keras diberikan kepada para penguasa yang memperlakukan rakyat dengan pengurusan yang buruk. Sebagaimana tercantum dalam sebuah hadits diriwayatkan dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Tidak ada seorang penguasa pun yang memerintah kaum muslim, lalu ia mati sedangkan ia dalam keadaan menipu mereka, kecuali Allah mengharamkan baginya surga.”
Hadis Rasulullah ﷺ tersebut merupakan arahan bagi seorang pemimpin agar tidak mengabaikan hak-hak rakyatnya, tidak menipu mereka. Termasuk tidak membuat aturan dan kebijakan yang menyengsarakan mereka yang dibungkus dengan iming-iming, seperti makan bergizi geratis maupun pendidikan geratis yang Jelas bukan kebijakan yang menyejahterakan, melainkan tipuan yang menzalimi.
Sejarah mencatat gambaran kepemimpinan islam yang menerapkan islam secara kaffah. Sosok pemimpin yang menerapkan kepemimpinan Islam telah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ. Keadilan beliau ﷺ dalam menegakkan hukum sungguh tampak nyata.
Aisyah ra. menuturkan, suatu ketika kaum Quraisy gelisah memikirkan nasib seorang wanita makhzumiyyah yang telah melakukan pencurian. Mereka berkata, “Siapa yang sanggup melobi Rasulullah ﷺ terkait ini?” Mereka menjawab, “Tidak ada yang berani, kecuali Usamah bin Zaid, kekasih Rasulullah ﷺ.” Lalu Usamah pun melobi beliau. Rasulullah ﷺ kemudian bersabda, “Apakah kalian hendak meringankan hukuman syar’i (had) di antara hukuman-hukuman syar’i Allah?” Kemudian beliau bangkit dan berkhotbah, “Wahai manusia, sungguh orang-orang sebelum kalian itu binasa karena apabila yang melakukan pencurian itu orang terpandang, mereka biarkan; tetapi apabila yang mencuri itu kalangan rakyat jelata, mereka menerapkan had atasnya. Demi Allah, kalau saja Fathimah putri Muhammad mencuri, sungguh aku akan memotong tangannya.” (HR Muslim).
Sosok pemimpin Islam tidak berhenti pada diri Rasulullah ﷺ, para khalifah setelah beliau pun terus melanjutkan konsep kepemimpinan beliau. Di antaranya Khalifah Umar bin Khaththab, sosok pemimpin yang peduli dan sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Imam Jalaluddin as-Suyuti dalam Tarikhul Khulafa mengisahkan bahwa Khalifah Umar adalah orang yang pertama kali membuat lumbung-lumbung cadangan makanan (seperti tepung gandum, kurma, kismis, dan air) di antara Kota Makkah dan Madinah. Tujuannya adalah agar para pedagang, musafir, atau bahkan yang pergi haji/umrah tidak kelaparan jika persediaan bekal mereka habis. Makanan-makanan ini dibagikan secara gratis bagi mereka yang membutuhkannya.
Khalifah Umar pula yang menetapkan kebijakan untuk tidak membagikan tanah Irak, Syam, dan Mesir. Berdasarkan pemahaman beliau terhadap ayat-ayat fai, harta tersebut tidak dibagi-bagikan kepada pasukan yang ikut berperang, tetapi dimasukkan ke dalam sumber pendapatan yang bersifat tetap dan pasti untuk berbagai pembiayaan. Dari sumber tersebut, dibiayai seluruh kemaslahatan negara, baik untuk tentara, makanan, orang-orang fakir dan miskin, anak yatim, para janda, juga untuk mewujudkan kemaslahatan kaum muslim. Demikianlah yang disampaikan oleh Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Al-Amwal fii Daulah al-Khilafah.
Kehidupan masyarakat akan semakin terpuruk jika sistem kepemimpinan sekuler tetap bertahan. Satu-satunya cara untuk menyelamatkannya adalah dengan kembali kepada kehidupan Islam melalui menerapkan Islam secara kaffah dengan menerapkan seluruh hukum-hukum Allah SWT dan dicontohkan oleh baginda Rasulullah ﷺ, serta para khalifah setelah beliau.
Wallahualam bissawab.
Bagikan:
KOMENTAR