LHOKSEUMAWE – Kekacauan demi kekacauan terus mencuat di tubuh RS Arun Lhokseumawe. Dugaan kelalaian dan penyalahgunaan wewenang manajemen rumah sakit milik pemerintah ini seolah tak berujung. Mulai dari tidak disetorkannya iuran BPJS Ketenagakerjaan, visum ganda, kekurangan obat-obatan, hingga pemindahan karyawan secara sepihak semuanya mencerminkan carut-marutnya sistem dan lemahnya pengawasan internal, Selasa (6 Mei 2025).
Sumber terpercaya media ini mengungkapkan, seorang karyawan dari bagian keamanan yang mencoba meminta slip gaji usai viralnya pemberitaan dugaan penyimpangan, justru mendapat jawaban tak masuk akal. “Komputer sedang error,” ujar manajemen RS Arun kepada karyawan tersebut.
Tak berselang lama, karyawan yang bersangkutan justru dipindah tugaskan tanpa prosedur jelas dan hampir dipecat. Ironisnya, setelah ayah karyawan tersebut menghadap langsung Direktur PT RS Arun Medica, keputusan pemindahan itu langsung dibatalkan. Karyawan itu dikembalikan ke posisi awal. Sebuah drama penuh teka-teki yang lebih mirip permainan di taman kanak-kanak daripada pengelolaan institusi kesehatan profesional.
Kondisi ini semakin memperkuat dugaan adanya intervensi pihak luar dan kepentingan politik dalam pengelolaan RS Arun. Lemahnya pengawasan membuat ruang manuver bagi "orang dalam" (ordal) dan oknum berkepentingan semakin leluasa.
Pewarta media ini telah berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak manajemen. Salah satu pejabat rumah sakit, Agustina, tidak merespons panggilan telepon dan memilih memblokir nomor pewarta di WhatsApp. Upaya konfirmasi kepada Racmani dari bidang BPJS juga nihil hasil panggilan tidak diangkat, pesan terbaca tapi tak dibalas. Ara dari bidang keuangan pun memilih bungkam.
Hingga berita ini diturunkan, tidak ada satu pun pihak RS Arun yang bersedia memberikan klarifikasi. Diamnya manajemen RS Arun hanya menambah tebal kecurigaan publik akan adanya penyimpangan serius yang sengaja ditutup-tutupi.
Jika benar, kondisi ini adalah potret nyata buruknya tata kelola fasilitas kesehatan yang seharusnya menjadi garda terdepan pelayanan publik. RS Arun kini tak ubahnya panggung sandiwara, dengan aktor-aktor yang lebih sibuk menyelamatkan kepentingan pribadi daripada menyembuhkan pasien dan melayani masyarakat.(A1)