K-Wave, Mengubah Arah Pusat Hiburan Global


author photo

29 Mar 2023 - 15.06 WIB


Oleh Rini R. Septiana

BLACKPINK baru saja usai melaksanakan konser tunggal di Indonesia. Konser bertajuk  BLACKPINK : Born Pink World Tour Jakarta yang dilaksanakan pada 11-12 Maret 2023,  di Stadion Utama Gelora Bung Karno tersebut berhasil menyedot perhatian  BLINK, para penggemar BlackPink, baik di Indonesia maupun dari negara tetangga. Sebelumnya, ada beberapa konser bintang KPop telah menghiasi dunia hiburan Indonesia. Ada The Rose yang mengawali tahun 2023 dengan konser mereka bertajuk “The Rose : Heal Together World Tour” pada tanggal 6 Januari 2023, di Balai Sarbini Jakarta. EXO-SC, yang merupakan sub unit EXO, menyapa penggemarnya di Indonesia pada 4 Februari 2023, di Beach City International Stadium, dengan konser perdana bertajuk EXO-SC Back to Back. Pada hari yang sama, penggemar KPop Indonesia juga dihibur oleh Itzy, dengan konser tunggal mereka bertajuk The 1st World Tour CheckMate, di Tennis Indoor Senayan Jakarta. Mamamoo juga ikut hadir menghiasi panggung konser bintang KPop ada tanggal 5 Februari 2023 dengan konser bertajuk MAMAMOO World Tour (My Con), di ICE BSD Tangerang. Tak kalah heboh, NCT Dream, salah satu sub unit NCT, juga menghiasi panggung konser Indonesia. Dengan konser bertajuk “The Dream Show 2 : In A Dream”, selama 3 hari (4-6 Maret 2023) di ICE BSD Tangerang, NCT Dream berhasil menghipnotis para penggemarnya, Sijennie. Ada juga B.I., dengan konser solo tunggalnya, “L.O.L. The Hidden Stage”, pada 10 Maret 2023, di Kasablanka Hall, Jakarta. TREASURE menyapa penggemarnya, TEUME, dengan konser mereka bertajuk “2023 TREASURE Tour : Hello”, selama 2 hari, pada 18-19 Maret 2023, di ICE BSD Tangerang.
Panggung hiburan Indonesia tak hanya dihiasi oleh konser boy group dan girl group, tapi juga konser solo. Selain B.I., ada Suga BTS, yang akan menggelar konser solo perdana, pada bulan Mei mendatang. Dan pada bulan yang sama, Yerin Baek akan menggelar konser solo, dengan tajuk Yerin Baek Asia Pasifik Tour 2023.

Industri hiburan Korea memang mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam beberapa dekade terakhir. Tak hanya menguasai pasar Asia, termasuk Indonesia, tapi juga sudah merambah pasar Amerika dan Eropa. Euforia Korean Wave (K-Wave) telah melanda dunia global. Pun, tak hanya menghiasi dunia musik, tapi juga drama televisi dan periklanan. Bahkan di Indonesia saja, kehadiran wajah mereka di layar kaca, sudah tidak asing lagi. Sebut saja NCT, EXO, BTS, Lee Min Ho, Super Junior, Blackpink, SNSD, Treasure, Astro, dan masih banyak lagi. Di dunia drama, ada Song Hye Kyo, Song Joong Ki, Moon Ga Young, Choi Woo Sik, Park Seo Jeon, Hyun Bin, Son Ye Jin, Lee Je Hoon, dan artis drama lainnya. Dari sini, bisa dikatakan bahwa industri hiburan Korea telah mengubah ‘kiblat’ entertainment global. 

K-Wave, Menguatkan Akar Hedonisme Kapitalistik Barat

Tak dapat dipungkiri K-Wave, baik bergenre musik K-Pop maupun K-Drama, mampu menghipnotis masyarakat dunia. Kehadirannya dalam kancah industri hiburan global dalam beberapa dekade terakhir, telah berhasil memalingkan ‘wajah’ dunia hiburan internasional, dari aliran Western Centris ke aliran Korean Centris. Pengakuan secara internasional ini tentu tidak didapat dengan mudah. Korea Selatan telah melalui perjalanan panjang yang rumit, hingga hari ini mendapatkan pengakuan secara global. Keberhasilan Korea Selatan menguasai jagat hiburan global hari ini, tidak terlepas dari sistem kehidupan yang diadopsinya. Yaitu Kapitalisme Liberal.

Meskipun Korean Centris ini mengusung budaya ketimuran, namun pesan yang dibawanya tidak berbeda dengan pesan dari Western Centris yang mengusung budaya kebaratan. Lahir dari sistem yang sama, yaitu Kapitalme Sekuler, tentunya Korean Centris akan selalu berjalan sesuai dengan arahan Kapitalisme Barat. Yaitu menjadikan kesenangan sebagai tujuan hidup. Maka tak heran, jika generasi yang ada hari ini merupakan hasil bentukan dari sistem Kapitalisme yang saat ini berkuasa. Generasi Hedonis yang selalu mengejar kesenangan dan pemuja kebebasan.

Konser idol merupakan salah satu cara yang digunakan oleh Kapitalisme untuk menjerat potensi generasi dan mengalihkan tujuan hidup mereka hanya untuk mengejar kebahagiaan dan kesenangan semu. Tidak sedikit biaya yang mereka keluarkan untuk mendapatkan kebahagiaan yang mereka inginkan. Bisa dibayangkan seberapa dalam mereka harus merogoh kocek untuk bisa menghadiri satu kali konser. Untuk konser BLACKPINK saja, mereka rela merogoh kocek hingga jutaan rupiah. Sungguh sangat disayangkan. Tapi inilah potret generasi kita hari ini. Generasi Hedonis.

Mirisnya, negara memberikan fasilitas yang terbilang istimewa untuk para idol ini, berupa pengamanan yang super ketat bagi keselamatan para bintang idol tersebut. Namun, hal sebaliknya, justru ditunjukkan oleh penguasa terhadap para pemuda Muslim di negeri ini. Penguasa terkesan tak acuh terhadap aktivitas para pemuda Muslim yang mengajak pada  kebaikan. Mereka justru diberikan label negatif, seperti radikal, teroris, anti toleransi, dal sebagainya.

Dan, lebih menyedihkan lagi, hal ini justru terjadi ditengah meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia. Merilis data dari BPS, bahwa persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2022 sebesar 7,50%, naik menjadi 7,53% pada September 2022. Sementara persentase penduduk miskin pedesaan pada Maret 2022 sebesar 12,29%, naik menjadi 12,36% pada September 2022.

Beginilah potret sistem Kapitalisme Sekuler yang diterapkan ditengah-tengah masyarakat hari ini. Sistem ini memberikan ruang kondusif bagi berkembangnya perilaku hedon di kalangan generasi muda. Walhasil, keberadaan K-Wave justru memperkuat akar kehidupan hedonisme sekuler kapitalistik Barat di seluruh dunia.

Cara Islam Mendidik Generasi 
Remaja merupakan generasi penerus bagi generasi sebelumnya. Karena itu ada ungkapan  yang menyatakan “Syubanu Al yaum rijalu Al ghaddi” , yang  bermakna “Pemuda hari ini adalah tokoh di masa yang akan datang”. Karena itu Islam memberikan perhatian yang sangat besar kepada mereka, bahkan sejak usia dini. Pada masa lalu, ada banyak pemuda hebat, karena generasi  sebelumnya adalah orang hebat. Karena itu, Khilafah memberikan perhatian yang begitu besar kepada generasi muda ada masa itu.
Nabi SAW mengajarkan kepada kita, “Muru auladakum Bi ash-shalaati wa hum abna’ sab’in”, yang artinya “Ajarkanlah anak-anak kalian shalat, ketika mereka menginjak usia tujuh tahun”. 

Hadits ini tidak hanya memerintahkan untuk melakukan shalat semata. Tetapi hadits ini juga menuntut untuk senantiasa taat kepada hukum Islam yang lainnya. Karena shalat merupakan hukum yang paling menonjol, sehingga shalat inilah yang disebutkan.  Ini  berarti anak-anak kaum Muslim sudah diajarkan shalat dan hukum Islam yang lainnya pada saat mereka berusia tujuh tahun. 
Pada masa lalu, keluarga kaum Muslim menjadi madrasah pertama bagi putra putri mereka. Sejak dalam masa kandungan dan saat kecil, mereka membiasakan kepada putra putri mereka untuk menghafal Alquran  dengan cara memperdengarkannya. Rutinitas tersebut menjadikan mereka bisa menghafal Alquran sebelum usia enam atau tujuh tahun. 
Di usia emas (golden age) seperti ini, anak-anak bisa dibentuk menjadi apapun tergantun orangtuanya.

Setelah mereka bisa menghafal Alquran di usia enam atau tujuh tahun, mereka pun mulai menghafal kitab-kitab hadits. Memasuki usia sepuluh tahun, mereka bisa menghafal Alquran, hadits dan kitab-kitab bahasa Arab yang lainnya, sekelas kitab Alfiyah Ibnu Maliki. Karena itu, pada masa Khilafah bermunculan para pemuda yang sudah mampu memberikan fatwa. Seperti Iyash bin Muawiyah dan Muhammad bin Idris asy-Syafi’i, yang sudah mampu memberikan fatwa pada saat usianya belum genap lima belas tahun.

Selain ilmu pengetahuan yang luar biasa, mereka juga dibiasakan oleh orangtua mereka untuk melaksanakan shalat, puasa, berzakat, infaq hingga berjihad. Sosok Abdullah bin Zubair, yang dikenal sebagai pemuda yang pemberani, tidak lepas dari didikan orangtuanya, Zubair bin Awwam dan Asma’ binti Abu Bakar. Abdullah bin Zubair sudah diajak ayahnya berjihad saat usianya masih 8 tahun.  Dia dibonceng di belakang  ayahnya di atas kuda yang sama. Dengan  bekal ilmu dan pembentukan mental yang sehat dan kuat, ditopang pembentukan.

Dengan  bekal ilmu dan pembentukan mental yang sehat dan kuat, ditopang dengan pembentukan sikap dan nafsiyah yang mantap, kehidupan para pemuda di masa Khilafah jauh dari huru hara, dugem dan kehidupan hedonistik lainnya. Mereka tidak mengonsumsi miras, atau narkoba, baik sebagai doping, pelarian, atau sejenisnya. Karena ketika mereka menghadapi masalah, keyakinan mereka terhadap Allah SWT, qadha’ dan qadar, rizki, dan ajal, termasuk tawakkal, begitu luar biasa. Masalah apapun yang mereka hadapi, mereka mampu menemukan solusinya. Mereka jauh dari stress, apalagi menjamah miras dan narkoba hanya untuk melarikan diri dari permasalahan. 

Kehidupan pria dan wanita pun dipisah. Tidak ada ikhtilath, khalwat, menarik perhatian lawan jenis atau tabarruj, apalagi pacaran hingga perzinaan. Selain pintu ke arah sana ditutup rapat, sanksi hukumnya pun tegas dan keras. Sehingga membuat siapapun yang ingin melanggar hukum syariat, akan berpikir ulang. Pendek kata, kehidupan sosial yang terjadi ditengah masyarakat benar-benar bersih. Kehormatan pria dan wanita, serta kesucian hati mereka pun sangat terjaga. Semua itu, selain karena bermodalkan ilmu, ketakwaan, sikap, dan nafsiyah mereka, juga karena sistem yang diterapkan ditengah-tengah masyarakat oleh Khilafah. Karena kehidupan mereka yang seperti itu, maka produktivitas generasi muda pada era Khilafah tersebut begitu luar biasa.  
Banyak karya ilmiah yang mereka hasilkan pada saat usia mereka masih muda. Mereka juga menghasilkan riset dan penemuan di saat usia mereka masih belia. Semua itu merupakan dampak dari kondusivitas kehidupan masyarakat di zamannya. Kehidupan masyarakat yang bersih ini juga merupakan bagian dari tatsqif jama’i yang membentuk karakter dan kepribadian generasi muda di zaman itu. 

Peran negara, masyarakat, dan keluarga begitu luar biasa dalam membentuk karakter dan kepribadian mereka. Selain karena kesadaran invidunya sendiri. Karena itu, tradisi seperti ini terus berlangsung dan bertahan hingga ribuan tahun. Jika Bahkan, tradisi inipun masih  dipertahankan di beberapa negeri kaum Muslim, meskipun Khilafah yang menaunginya telah tiada. Hal ini bisa kita lihat di Madinah, Mekkah, Mauritania, Hederabat, dan beberapa wilayah lainnya. 

Ada ungkapan bijak yang mengatakan, bahwa “Jika seseorang tidak menyibukkan diri  dalam kebenaran, pasti  dia akan disibukkan dengan kebatilan”. 

Karena itu, selain kehidupan masyarakat yang bersih, berbagai tayangan, tontonan atau acara yang bisa menyibukkan masyarakat dalam kebatilan, harus dihentikan. Mungkin awalnya mubah, akan tetapi lama kelamaan, kemubahan tersebut menghantarkan pada kelalaian. Bahkan akan menjerumuskan dalam perkara kebatilan. Karena itu Rasulullah Saw telah memerintahkan, “Min husni islami Al mar’i tarkuhu maa laa ya’nihi”. Yang maknanya adalah “Diantara ciri baiknya keislaman seseorang adalah ketika dia bisa meninggalkan segala apa yang tidak memberikan manfaat bag dirinya”. 
Boleh jadi sesuatu yang tidak ada manfaatnya itu bersifat mubah, tetapi sia-sia. Waktu, tenaga, pikiran, bahkan harta yang digunakannya pun hilang percuma.

Agar masyarakat, khususnya generasi muda tidak terperosok dalam kesia-siaan,  Maka mereka harus disibukkan dalam ketaatan. Baik membaca, mendengar atau menghafal Alquran, hadits, kitab-kitab tsaqafah para ulama’, atau berdakwah ditengah-tengah umat, dengan mengajar di masjid, kantor, tempat keramaian, dan sebagainya. Mereka juga bisa menyibukkan diri dengan perjalanan mencari ilmu, berjihad, atau yang lainnya. Pendek kata, mereka harus benar-benar menyibukkan diri dalam ketaatan. Hanya dengan cara seperti itu, mereka tidak akan disibukkan dengan melakukan kemaksiatan.  

Dengan menyibukkan diri dalam ketaatan, waktu, usia, ilmu, harta, dan apapun yang mereka miliki, akan menjadi berkah. 
Karena itu, di usia dua puluh tahunan, Imam An-Nawawi, misalnya, bisa menghasilkan berjilid-jilid kitab. Bahkan Imam Ahmad, bisa mengumpulkan dan hafal lebih dari satu juta hadits. Begitupun dengan Imam Bukhari.  Semua ini memang membutuhkan negara dengan sistemnya yang luar biasa. Sejarah keemasan seperti inipun hanya pernah terjadi pada sistem Khilafah. Bukan pada sistem yang lain.  Wallaahu a’laam bish shawwaab.
Bagikan:
KOMENTAR