Kepala Negara Pusing Gegara Thrifting?


author photo

29 Mar 2023 - 15.08 WIB


Oleh Nurjaya S.PdI

Pemerintah kini tengah fokus memusnahkan penjualan barang bekas impor. Melalui Kementerian Perdagangan pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis barang yang dilarang impor, salah satunya berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.

Presiden Indonesia Joko Widodo geram dengan maraknya impor pakaian bekas atau thrifting. Karena menurutnya hal tersebut mengganggu industri tekstil dalam negeri. Sehingga Presiden pun telah menginstruksikan jajarannya yang terkait untuk mengusut serta mencari akar permasalahan dari maraknya impor pakaian bekas yang masuk ke Indonesia. 

Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses), Suroto menanggapi kebijakan Presiden yang melarang bisnis pakaian bekas impor atau thrifting  tersebut. Suroto menilai reaksi pemerintah tersebut mengandung dua arti. Pertama, bahwa pemerintah memang ingin serius mengembangkan industri tekstil dalam negeri. Atau kedua, pemerintah mengakomodir keluhan importir kain yang mempersoalkan beberapa perusahaan yang selama ini sudah terlalu monopolistik
Impor Thrifting, Potret buram wajah kapitalisme.

Maraknya Impor pakaian bekas sebenarya sudah terjadi sejak lama. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan rakyat akan suply pakaian untuk memenuhi kebutuhan pakaian bermerk dengan harga murah yang tidak dipenuhi oleh pemerintah. Kebutuhan terhadap impor thrifting itu tidak lain karena tuntutan gaya hidup hedonisme dan brandedmind yang menimpa masyarakat yang hidup dalam aturan kapitalisme. Gaya hidup hedonisme adalah gaya hidup yang terlalu mencintai dunia sehingga mencurahkan segala perhatian dan fokusnya untuk urusan dunia. Termasuk didalamnya adalah perkara tampilan luar atau jenis pakaian yang dikenakan. Semakin trend dan bermerk pakaian yang dikenakan maka akan semakin bahagia hidupnya meskipun itu thrifting. 

Selain itu fakta impor thrifting ini juga menunjukkan potret kemiskinan yang terjadi di tengah rakyat yang membutuhkan pakaian dengan harga murah dengan kualitas yang terjamin. Tingkat kemiskinan di Indonesia pada September 2022 tercatat sebesar 9,57% atau sebanyak 26,36 juta orang berada dibawah garis kemiskinan. Ini yang terdata. 

Maka sungguh aneh jika baru sekarang dipersoalkan, bahkan dipermasalahkan oleh Presiden. Apalagi seruan itu dilakukan setelah industri tekstil dalam negeri mati. Harusnya sejak dulu yaitu sebelum industri tekstil dalam negeri mati sudah dipermasalahkan. Apalagi dengan alasan mengganggu UMKM, karena pada umumnya UMKM hanya memperpanjang rantai produksi. 

Maka tidak heran jika muncul pertanyaan apakah hal ini bentuk pembelaan pada importir kain yang notabene hanya segelintir orang, atau importir pakaian branded. Yang pasti orang-orang tersebut adalah orang-orang yang memiliki modal atau kapitalis alias pengusaha. Anehnya lagi, yang dipersoalkan hanya yang masuk secara ilegal, yang berarti tak memasukkan cukai impor sehingga tidak menambah pendapatan negara. Yang artinya juga bahwa jika impor thrifting itu dilakukan dengan legal maka tidak jadi masalah bagi negara. Maka ini kontradiktif dengan pernyataan bahwa impor thrifting menggangu UMKM, mematikan usaha tekstil rakyat kecil.
Berbagai kondisi tersebut menunjukkan bahwa sejatinya tidak ada upaya untuk menyelesaikan  persoalan sesuai  dengan akar masalah, juga tingginya kemiskinan. Yang nampak nyata adalah justru pencitraan dan kebijakan membela pengusaha. Padahal sejatinya rakyat kecillah yang dikorbankan. Inilah wajah buram kapitalisme.

Sungguh berbeda dengan pemimpin dalam Islam. Pemimpin yang membela kepentingan rakyat dan menjamin kesejahteraan rakyat. 
Impor Thrifting Dalam Pandangan Islam
Dalam Islam, Perkara Impor pun diatur. Bahkan negara dalam hal ini sangat tegas aturannya. Tidak semua barang bisa atau boleh diimpor. Hanya barang-barang yang tertentu yang itu dibutuhkan negara dan tidak bisa diproduksi dalam negeri saja yang boleh di impor. Karena bisa dikatakan impor barang Ini menggambarkan kekuatan sebuah negara.
Adapun pakaian, karena pakaian termasuk kebutuhan sandang yang keberadaannya menjadi syarat bagian terpenuhinya dari kewajiban syariat dalam menutup aurat bagi laki-laki dan perempuan maka jelas pakaian pasti diproduksi dalam negeri sendiri tanpa harus mengimpor. Dan dalam hal ini negara akan turut serta dalam memastikan ketersediaan industri tekstil yang dapat memenuhi kebutuhan sandang masyarakat dengan kualitas terbaik dan dengan harga murah atau terjangkau.

Dengan menutup keran Impor barang tersebut maka sudah pasti masyarakat akan membeli produk dalam negeri Islam sendiri. Sehingga tidak akan mematikan usaha tekstil dalam negeri sebagaimana yang terjadi pada negeri ini. 

Demikianlah, kepala negara tidak akan pusing gegara thrifting lagi jika negara menerapkan sistem hidup Islam secara menyeluruh termasuk dalam hal industri tekstil dan impor barang. Dan kepala negara memosisikan dirinya sebagai raa’in dan mas’ul (pengurus dan penanggung jawab) urusan rakyat. 
Pemimpin yang bisa mewujudkan solusi tersebut hanyalah pemimpin bervisi akhirat, yaitu menyadari bahwa setiap kebijakannya akan ia pertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah .

Firman Allah Swt., “Sesungguhnya, dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.” (QS Asy-Syura [42]: 42)
Sabda Rasulullah saw., “Barang siapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya, dan kemiskinannya.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam). 
Wallahu'alam. 
Bagikan:
KOMENTAR