Kesehatan Itu Mahal Dalam Era Kapital


author photo

29 Mar 2023 - 22.28 WIB


Oleh : Sitti Kamariah 
(Pemerhati Sosial) 

Berbagai jenis penyakit sudah banyak menjangkit rakyat negeri ini, namun tidak satupun yang berhasil tereliminasi bahkan cenderung meningkat. Salah satu contohnya kasus Tuberkulosis (TB)  anak di Kota Bontang meningkat. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Bontang menyebutkan di 2021 ada 81 kasus, 2022 meningkat menjadi 237 kasus. Kepala Bidang Pencegahan Penanggulanan Penyakit Menular Dinkes Bontang, Muhammad Ramzi mengungkapkan bahwa di awal 2023 sudah terdeteksi 24 kasus per Februari 2023. ( www.Niaga.asia, 20/03/2023)

Penyakit TBC telah lama ditemukan menyerang Indonesia. Catatan tertua TBC di Indonesia ditemukan pada salah satu relief Candi Borobudur pada abad ke-8 Masehi. Sejak periode Hindia Belanda ada beberapa catatan terkait kegiatan TB, yaitu: Perkumpulan Centrale Vereniging Voor Tuberculose Bestrijding (CVT) dibentuk pada 1908 dan tahun 1939 didirikan 15 sanatorium untuk perawatan pasien TBC paru dan 20 consultatiebureau yang memberi penyuluhan dan pengobatan. (www.tbindonesia.or.id, 29/12/22)

‌Indonesia menempati peringkat kedua di dunia dengan jumlah kasus penyakit tuberkulosis terbanyak di dunia saat ini, bahkan di Kalimantan Timur khususnya daerah Bontang terjadi peningkatan.  Kondisi ini mencermikan banyak hal, mulai dari buruknya upaya pencegahan, buruknya higiene sanitasi, rentannya daya tahan, kegagalan pengobatan, rendahnya pengetahuan, hingga lemahnya sistem kesehatan dan pendidikan. Tingginya kemiskinan dan stunting  juga terbatasnya sarana kesehataan jelas memberikan kontribusi yang cukup besar.

Dari hal diatas kita bisa melihat bahwa untuk satu jenis penyakit saja, dalam kurun waktu yang lama dan dengan berbagai program pemerintah dalam menangani kasus tersebut tidak juga berhasil mengeliminasi kasus TBC. Belum lagi dengan kasus-kasus penyakit lainnya. Gagalnya pemerintah mengeliminasi kasus TBC dan  menangani berbagai kasus kesehatan lainnya adalah karena berada dalam cengkraman sistem sekulerisme, dimana manusia tidak ingin kehidupannya diatur oleh agama. Padahal agama islam punya aturan yang lengkap untuk kemaslahatan manusia itu sendiri karena langsung diturunkan oleh Sang Pencipta yaitu Allah Subhanahu wa ta'ala. 

Akibat sekularisme ini maka lahirlah pula pemikiran kapitalis, liberalis, individualis sehingga saat ini banyak manusia yang egois dan dzolim. Begitu pun untuk penanganan masalah kesehatan, akan dikapitalisasi karena menjadi sumber cuan yang besar. Bahkan mungkin saja penyakit itu sengaja dibuat, lalu para kapital membuat obat dan vaksinnya untuk dijual dengan harga fantastis. 

Sistem politik dan ekonomi menjadi penyokong utama dalam keberhasilan sistem kesehatan. Dan sayangnya negara ini dan negara lainnya memilih sekuler untuk penataan sistem kehidupannya. Dalam aspek politik yaitu negara sebagai regulator akan cenderung pada kepentingan korporasi bukan sebagai pelindung rakyat. Dalam aspek ekonomi pun tentu para kapital yang akan berkuasa dan selalu diuntungkan. Oleh karenanya,  kesehatan dan nyawa manusia hanyalah objek untuk dikapitalisasi atau dibisniskan.

Maka terbukti sistem sekuler kapitalisme buatan manusia itu cacat dan tidak akan pernah memberikan solusi tuntas dalam berbagai permasalahan, salah satunya mengatasi kasus kesehatan rakyat. Rakyat akan terus didzolimi, rakyat akan terus diperas, rakyat tidak bisa sehat terutama bagi rakyat miskin. Kesehatan itu mahal sudah menjadi ungkapan umum dalam era kapital saat ini karena begitulah yang dirasakan. 

Akan berbeda apabila sistem islam yang diterapkan.  Dalam islam, pelayanan kesehatan termasuk kewajiban Negara. Ini sesuai dengan sabda Rasul saw.:

الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Pemimpin Negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari). 

Salah satu tanggung jawab pemimpin negara adalah menyediakan layanan kesehatan dan pengobatan bagi rakyatnya secara cuma-cuma alias gratis. Diriwayatkan, ketika Nabi saw. mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat umum (HR Muslim). 

Dalam riwayat lain disebutkan, serombongan orang dari Kabilah ‘Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah saw. selaku kepala negara kemudian meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal di dekat Quba’. Mereka diperbolehkan minum air susunya secara gratis sampai sembuh (HR al-Bukhari dan Muslim). 

Sepanjang sejarahnya Khilafah Islam juga membangun banyak rumah sakit yang berkualitas untuk melayani rakyat secara gratis. Rumah sakit pertama dalam peradaban Islam dibangun atas permintaan Khalifah Al-Walid (705-715 M) pada era Khilafah Bani Umayah. Pada masa berikutnya beragam rumah sakit di berbagai kota dibangun dengan fasilitas yang bermutu. Bahkan sebagian dilengkapi sekolah kedokteran dan perpustakaan yang lengkap. Untuk melayani warga di pedalaman, para khalifah membangun rumah sakit keliling. Ini terjadi seperti pada masa Sultan Mahmud (511-525 H). 

Bentuk jaminan kesehatan bagi rakyat dalam Islam itu memiliki empat sifat. Pertama: Universal. Artinya, tidak ada pengkelasan dan pembedaan dalam pemberian layanan kepada rakyat. Kedua: Bebas biaya alias gratis. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya untuk mendapat pelayanan kesehatan. Ketiga: Seluruh rakyat bisa mengakses layanan kesehatan dengan mudah. Keempat: Pelayanan mengikuti kebutuhan medis, bukan dibatasi oleh plafon seperti halnya JKN atau BPJS. Negara menanggung semua biaya pengobatan warganya.

Pemberian jaminan kesehatan seperti itu tentu membutuhkan dana sangat besar. Pembiayaannya bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum seperti hasil hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas, dan sebagainya. Juga dari sumber-sumber lain seperti kharaj, jizyah, ghanîmah, fa’i, ‘usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai, berkualitas dan gratis untuk seluruh rakyat.

Karena itu haram membisniskan layanan kesehatan. Apalagi dilakukan oleh para pejabat negara dengan memanfaatkan jabatannya. Islam melarang keras pemimpin atau pejabat negara menipu rakyat untuk kepentingan bisnis mereka. Sebabnya, seharusnya pejabat negara menjadi pelayan rakyat, bukan malah mengeksploitasi mereka demi keuntungan pribadi. 

Syariah Islam tegas melarang para pejabat negara dan kerabatnya berbisnis ketika mereka menjadi penguasa. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah merampas kambing-kambing harta perniagaan milik putranya, Abdullah, karena digembalakan di padang rumput milik Baitul Mal. Hewan-hewan itu lalu dijual. Lalu sebagian hasilnya dimasukkan ke Baitul Mal. Khalifah Umar menilai itu sebagai tindakan memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. 

Kegemilangan capaian sistem kesehatan Islam itu tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dilepaskan dari sistem ekonomi dan politik Islam, berupa penerapan syariat Islam kaffah. Hanya Islam yang memberikan perhatian dan penghargaan tertinggi pada kesehatan dan keselamatan jiwa manusia, melebihi aspek apapun termasuk ekonomi. Sebagaimana ditegaskan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalaam, yang artinya, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.”(HR Nasa’i);


Penerapan seluruh syariah Islam, termasuk di bidang layanan kesehatan, adalah harga mati.  Semua itu merupakan tuntunan sekaligus tuntutan syariah Islam, tidak bisa ditawar-tawar. Hal itu hanya bisa diwujudkan di bawah sistem yang dicontohkan dan ditinggalkan oleh Nabi saw., lalu dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan generasi selanjutnya. Itulah Daulah Khilafah Islamiyah yang mengikuti jejak kenabian. Inilah yang harus diperjuangkan dan menjadi tanggung jawab oleh seluruh umat Islam.

Wallahu a'lam bishowab
Bagikan:
KOMENTAR